Sasmita tak bisa berkata – kata mendengar hujatan dari Pras. Wanita itu lantas berjalan cepat mendekati tas miliknya dan keluar dari sana. Tak di pedulikan tatapan penuh tanda tanya dari Ednan dan Laura. Sasmita hanya ingin segera pergi, tanpa menjatuhkan air matanya di sana.
Sasmita pun memasuki lift yang akan membawanya menuju lantai dasar gedung ini. Beberapa kali lift ini berhenti karena ada pegawai yang masuk atau keluar, dari tatapan beberapa pegawai yang satu lift dengannya mereka menatap sinis pada Sasmita, bahkan ada beberapa pegawai yang tidak jadi memasuki lift ketika mereka melihat Sasmita.
Ada apa sebenarnya? Apa lagi salah aku? Tanya Sasmita penuh tanda tanya dalam benaknya. Sasmita mencoba bertahan di dalam lift itu sampai lantai dasar. Lalu Sasmita memilih menenangkan diri di dalam bilik toilet.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara beberapa wanita; ini seperti mengingatkannya akan kejadian beberapa hari lalu. “Lo sudah dengar gosip yang beredar belum?”
“Tentang apa?”
“Yang Sasmita tidur sama Pak Pras?”
“Hah, tidur? Maksudnya? Tidur yang itu?”
Tidak ada sahutan suara dari seberang sana, namun cukup membuat jantung Sasmita berdetak dengan cepat.
Tidur? Kapan aku tidur sama Pak Pras?
“Ih, pasti Si Sasmita terlalu gatel, janda kurang belaian itu.”
Sasmita memejamkan mata dan menggigit bibirnya. Tidak. Dia tidak boleh menangis lagi. “Btw, lo dapat gosip murahan gitu darimana? Valid nggak tuh gosip?”
“Valid lah. Mereka beneran bobok bareng tahu, di gudang yang ada di rooftop dan yang mergokin mereka berdua adalah claeaning servis yang mau ambil alat pel di gudang.”
“Ih. Masa orang sekelas Pak Pras mantap – mantap di gudang sih?”
“Bisa aja kan kalau emang Pak Pras sengaja di jebak sama Sasmita? Dan bagaimana bisa tiba – tiba Sasmita jadi asisten pribadinya Pak Pras kalau mereka nggak ada apa – apa?”
“Lo benar! Astaga! Gue nggak nyangka, padahal wajah Sasmita sepolos itu tapi kelakuan naudzubillah. Kasihan ya suaminya yang ada di liang kubur. Pasti sekarang lagi menangis melihat kelakuan istrinya—“
Sasmita benar – benar shock mendengar percakapan dua orang di luar sana. Terlebih yang mereka bicarakan adalah fitnah dan mereka tega sekali membawa – bawa Agung!
Hati Sasmita benar – benar merasa tercabik – cabik. Sasmita keluar dengan membanting pintu, membuat kedua wanita yang menggosipkannya itu terkejut melihat kehadirannya. “L—lo ke—“
Gerakan Sasmita terbilang cepat ketika ia mengambil bak kecil berisi air di dalam bilik kamar mandinya dan menyiram kedua wanita itu dengan air dari dalam bak itu.
Tak ia pedulikan jeritan dua wanita itu, Sasmita membanting bak itu di dinding, lalu maju selangkah dan menjambak rambut salah satu dari dua wanita itu, “aaa sakit!”
“Lo apa - apaan?” Sahut wanita lain mencoba menarik tangan Sasmita. Namun Sasmita cepat tanggap, ia segera meraih tangan wanita itu dan memelintirnya. “Gue bisa mematahkan tangan lo kalau lo berani macam – macam sama gue.”
“aa.. ampun - ampun.”
“Dan ya, fitnah gue sesuka hati kalian. Tapi jangan bawa – bawa suami gue b*****t!” Ujarnya berupa desisan. Sasmita mendorong kedua wanita itu hingga mereka terhuyung dan terjatuh di atas lantai, lalu Sasmita menginjak salah satu pergelangan kaki dari dua wanita itu dan berlalu keluar dari kamar mandi itu dengan hela napas tak beraturan.
**
Pras merasa lega karena ternyata kakak iparnya tidak mengganggu kegiatannya hari ini, sepertinya Sasmita belum bercerita tentang pertikaian mereka tadi. Pras juga tidak ingin ambil pusing jikalau Siska tau, toh yang ingin memecat Sasmita bukan Pras, tapi wanita itu sendiri yang ingin resign.
Pras turun dari mobil yang ia kendarai setelah ia memarkirkannya di carport. Pras keluar dari mobilnya dengan santai sesekali ia bersiul, tak lupa meliuk – liukkan tubuhnya saat akan memasuki pintu rumahnya. “Prasss!” Sahut kakak iparnya dengan suara centil; padahal Pras tahu usia kakak iparnya itu sudah tidak muda lagi.
“Apa?” Pras menoleh ke arah Siska yang berdiri di teras rumah yang terletak bersebelahan dengan rumahnya.
Siska melengak – longok seperti mencari seseorang, “Sasmita mana?”
“Bukannya dia sudah pulang dari tadi?”
“Pulang? Kapan? Nggak ada tuh.”
“Mbak bercanda. Dia tadi pulang kok.”
“Kapan dia pulang?”
“Tadi siang, mungkin?”
“Kamu kok kayaknya ragu? Mana ada pegawai kantor pulang siang hari saat jam kerja Pras. Atau jangan – jangan kamu mengusir Mita?”
Pras terdiam beberapa detik sebelum menjawab, “Sasmita meminta resign tadi. Aku pikir dia pul—“
“PRASETYAA CEPAT CARI MITA SEKARANG!”
Suara melengking Siska membuat dunia Pras runtuh seketika.
**
Semalaman Pras di paksa berkeliling kota Jakarta untuk mencari keberadaan Sasmita. Tadi dia dan Siska sudah mengecek keberadaan Sasmita di apartemen, tapi apartemen yang diketahui Siska password pintunya itu ternyata kosong dan tidak ada tanda – tanda keberadaan wanita itu di sana.
Sudah kesekian kali itu juga Siska mencoba menghubungi ponsel Sasmita. Tapi tidak terdengar nada tersambung, membuat semua orang berusaha mencari keberadaan Sasmita. “Mbak, aku mengantuk. Besok aku harus menghadiri pertemuan di Palembang buat pembukaan lahan sawit di sana.”
“Batalkan! Kamu harus cari Mita sampai ketemu. Mbak nggak mau tau, Pras!”
“Mana bisa di batalkan begitu saja, Mbak?”
“Pokoknya cari Mita, Pras! Mita pergi gara – gara kamu!”
Pras meremas ponselnya gemas. Dia bahkan tanpa sadar membanting ponselnya di jok belakang.
Persetan dengan Sasmita.
Persetan jika kakaknya mengomel dan meminta Pras kembali mencari Sasmita.
Pras akan pulang! Tubuhnya terasa lengket karena dia belum mandi sejak tadi siang! Sialan Sasmita memang. Gara – gara dia, hidup Pras tiga hari ini tidak terasa tenang.
Ketika Pras memutuskan pulang, di teras rumah kakaknya, tampak kakak iparnya masih menangis tersedu - sedu, ketika kakaknya itu melihat mobil Pras, ia langsung beranjak menghampiri Pras. “Mana Mita?”
“Nggak ada Mbak. Aku lelah. Besok aja mencari dia. Toh dia sudah besar.”
“Nggak mau! Kamu harus cari Sasmita sampai ketemu!”
Pras mencoba tuli. Dia memasuki rumahnya, namun Siska menghalangi. Kesal akan sikap kakak iparnya itu, tanpa sadar Pras mendorong Siska sampai punggung kakak iparnya itu membentur dinding. “Pras..”
“Aku lelah Mbak! Aku bukan baby sisternya Sasmita. Jadi tolong jangan suruh aku mencari wanita sialan itu lagi!”
**
Dor! Dor! Dor!
Ibu Sasmita berjungkit kaget mendengar suara gedoran itu, beliau sedang berzikir saat ini. Hingga beliau memutuskan menyudahi zikirnya dan melihat siapa tamu yang datang. “Siapa to Bu malam – malam bertamu tak sopan?” Tanya Suwandi; Bapak Sasmita yang keluar dari kamar.
Dari kamar lain, tampak Saskia juga keluar dengan raut wajah yang tampak terkantuk – kantuk. “Nggak sopan banget to yo.”
Dor! Dor! Dor!
“Iya sebentar.” Suara Ibu Sasmita; Sarti menyahut. Sarti membuka pintu rumahnya dan terkejut mendapati putrinya dengan raut wajah yang tampak menahan lelah. “Assalamualaikum, Mita pulang.”
“Ya ampun, Nduk. Waalaikum salam.”
Sasmita mencium punggung tangan ibu dan bapaknya secara bergantian. “Kamu kok tiba – tiba pulang? Nggak ada masalah kan di Jakarta sana?”
“Tidak ada, Bu. Hmm. Mita mau langsung ke kamar. Mita minta tolong buat Ibu mengabari Bulik, karena tadi Mita ndak sempat pamit.”
“Iya. Sebentar lagi Ibu telpon Bulikmu.”
“Mau Kia temani tidur Mbak?” Tawar adiknya. Sasmita hanya tersenyum tipis, senyum yang Saskia tau adalah senyum keterpaksaan dari kakaknya. “Mbak mau sendiri dulu. Kia bisa istirahat di kamar. Maaf karena Mbak mengganggu waktu tidur, Kia.” Ujar Sasmita sembari melangkahkan kaki menuju kamarnya meninggalkan Suwandi, Sarti dan Saskia dengan tanda tanya besar.