Kini Angga mendapati suatu pekerjaan, walaupun pekerjaan itu bukanlah pekerjaan yang harus memegang pulpen dan kertas tapi ia tetap bersyukur. Angga menatap bangunan yang masih setengah jadi, ia bekerja sebagai kuli bangunan di tempat tersebut. Peluh pesah memenuhi seluruh tubuh Angga karena matahari sedang mengeluarkan lidah panasnya. Kaos oblong yang usang basah oleh keringatnya.
"Ga angkatkan pasir buruan..." teriak pak Wendro salah satu kuli bangunan yang umurnya sudah tua. Angga jabatannya hanya sebatas helper, gajinya tidak lebih dari tujuh puluh ribu perhari. beda dengan tukang, sehari kerja saja bisa menghasilkan seratus lima puluh ribu. Angga mengangguk sambil menarik gerobak menuju gundukan pasir. Setelah sampai ia mulai mengeruk pasir itu menggunakan sekop lalu memasukannya ke dalam gerobak. Mata angga tak sengaja melihat seorang pria paruh baya yang sudah membuangnya.
"Daddy" gumam Angga. Ia berdecih meratapi kemalangan nya. harusnya ia yang berada di samping daddy bukan saudara tirinya, Eduardo yang berada di situ. Setelah selesai mengangkat pasir Angga menarik gerobak melewati daddy dan saudara tirinya. Perasaan Angga tidak enak ia berhenti sejenak dan menengok ke atas, perasaannya benar di atas sana ada seseorang yang tidak sengaja menjatuhkan batako dengan sigap Angga melihat arah batako itu matanya nyaris membulat saat batu itu menuju daddynya, Angga berlari lalu memeluk tubuh pria itu
Bhaggg!!!
Batu itu mengenai kepala hingga pundak Angga. Lelaki itu terjatuh duduk. para pekerja sekitar langsung berhenti dari aktifitasnya dan mendekati Angga berbondong- bondong.
"Akhhh..." pekik Angga sambil menahan nyeri di tubuhnya, pandangannya mulai gelap dan hampir jatuh. Angga mencoba untuk bertahan dalam duduknya ia mencoba untuk sadar.
"Hey, kamu tidak apa- apa..." ucap lelaki itu. Angga hanya menggeleng pelan, perlahan ia berdiri lalu pergi mengangkat gerobak pasir yang ia tinggalkan tadi. tubuhnya sungguh sangat berat kepalanya sedikit pusing namun dengan cepat ia menggeleng keras.
Lelaki itu adalah tuan Antony yang mempunyai bangunan tersebut.
"Daddy tidak apa- apa..." panik Eduardo yang baru saja lari dari ujung. Barraq hanya menggeleng, matanya menatap Angga yang pergi menjauhinya.
"Tidak apa- apa!! Ed panggilkan dokter dan segera obati lelaki itu, dia sudah menyelamati nyawa daddy..." Barraq berkata. Mata Barraq tak lepas dari lelaki yang menyelamatkannya itu, bila di lihat sekilas lelaki itu mirip dengan Ethan, putra pertamanya dari wanita yang sudah dia usir.
12 : 00
Angga duduk di atas gundukan batu besar. helm safety putih yang ia kenakan langsung di lepas, sungguh kepalanya sangat nyeri akibat kejadian tadi di tambah lagi cuacanya yang sangat panas.
"Ah.." erang Angga pelan, ia mencari sumber sakit itu dan memegangnya. "Darah..." gumam Angga. Lelaki itu menggeleng sambil mencari air dan membasuhnya. Setelah sampai di toilet Angga langsung mengguyur kepalanya dengan Air, rasa nyeri begitu terasa tepat di lukanya membuat Angga lemas. Angga merobek ujung bajunya lalu di basahi oleh air dan di letakan ke kepalanya.
"Darahnya belum berenti..." gumam Angga saat keluar dari kamar mandi khusus untuk pekerja kasar.
"Kepala loe kenapa ga?? Gila darah loe banyak banget!!!" Pekik Yohan membuat pria yang di tolong tadi mendengar.
"Biasa aja kali yoh... gue udah biasa sama beginian!! Udah ah yuk makan gue laper..." Angga merangkul tubuh Yohan dengan sebelah tangannya. sedangkan tangan yang satunya lagi tengah memegang kepalanya dengan kain basah yang ia robek agar pendarahannya berhenti, Angga sempat merasa pusing namun tidak dihiraukannya. Sebagai mantan trouble maker hal seperti ini sudah biasa untuk Angga, memingat ia adalah seorang tukang berkelahi dulu.
"loe duduk dulu di sini, biar gue yang ambil makanan nya...'' kata Yohan saat sampai di depan kantin ia membantu Angga duduk lalu masuk ke dalam kantin tersebut. Angga sedikit menyipitkan mata karena pandangannya mulai gelap.
"Kau tidak apa- apa..." tanya Barraq. Angga hanya menggeleng ia benar- benar lemas akibat pendarahan wajahnya nyaris pucat. Angga mulai menutup matanya dan terhuyung ke belakang, seketika ia langsung terbaring
"Ed!! Ed,!" Teriak Barraq "mana dokternya..." kata Barraq sambil melihat Eduardo di dalam ruangan. Edurardo segera keluar dan mengambil handphonenya bersamaan dengan dokter itu datang.
"Ini dad..." jawab Eduardo santai. Dr. Daniel langsung menghampiri Barraq
''mana yang sakit...'' tanya Daniel panik. Barraq menunjuk Angga di sampingnya. daniel terkejut melihat Angga di penuhi darah dengan cepat ia mulai memeriksa Angga. Setelah melakukan pemeriksaan ia mengambil beberapa alat medis untuk menutup luka di bagian kepala lelaki itu.
"lukanya lumayan parah, harus di jait di beberapa jaitan. Anak ini sangat kuat Barraq, mirip dengan anakmu Ethan" beritahu Dr. Daniel sekaligus sahabat Barraq itu. Angga sempat meringis saat kepalanya di jahit oleh seorang dokter matanya masih tertutup karena pengaruh obat suntikan.
Aku Ethan om, dan aku anaknya daddy kata Angga dalam hati.
Setelah setengah jam.
Angga membuka matanya ia mencoba untuk bangun, kepalanya sedikit berdenyut hingga reflek Angga memegangnya.
"Terima kasih dokter..." kata Angga sambil menundukan kepalanya sopan, tangannya ia tautkan di depan mengatupkan kedua telapak tangannya lalu di tempelkan sedikit di kening. Hal itu sudah menjadi kebiasaan bagi Angga dari kecil.
"Sama- sama nak..." jawab Daniel sambil tersenyum, "ini obatmu jangan lupa di minum agar tubuhmu tidak demam..." Daniel memberikan obat dan Angga menerimanya. Barraq diam, dalam diamnya ia meneliti wajah Angga. Angga mirip dengan dirinya dan Adelia, apa lelaki itu anaknya? Entahlah. Barraq duduk di samping Angga yang sedang memegangi kepalanya.
"Nama mu siapa hm..." tanya Baraq. Angga menengok sedikit sambil tersenyum. Senyuman itu membuat Barraq teringat Ethan
Senyumnya mirip Ethan dan Adelia batin Baraq.
"Anggabaya Cakara pak..." jawab Angga.
"Berapa umurmu...?" Tanya Barraq penasaran
"27 tahun.." jawab Angga.
Barraq tersenyum sambil mengalihkan pandangannya dari Angga.
"Aku memiliki seorang putra, Putraku bernama Ethan, Ethan Nathael Daniel Antony... mungkin dia seumuran denganmu sekarang 27 tahun, ah gimana kabarnya?." cerita Barraq..
''emang putra bapak kemana...'' kata Angga pura- pura
'' aku menelantarkannya selama ini. mengusir Ethan waktu berumur sepuluh tahun....'' jawab Barraq sendu. Hati Angga terasa nyeri kalau mengingat waktu itu, anak berumur sepuluh tahun pulang ke rumah dan saat masuk ia langsung di pukul oleh daddynya dan menyeret bagaikan binatang keluar dari rumah itu.
"Berarti kau seorang ayah yang b******n!! rela menelantarkan anaknya sendiri, darah daging sendiri demi ego..." jawab Angga pelan tepat mengenai hati Barraq.
"Aku tau, aku menyesal !! Aku sudah berusaha mencari di mana keberadaan mereka tapi hasilnya mengejutkan, ibunya Ethan sekarang sudah meninggal, sedangkan Ethan, terakhir ku dengar anak itu masuk penjara karena kasus p*********n, dan sudah meninggal juga!" Kata Barraq.
Angga tertawa sumbang dalam hati, apa? Dia mati... hey dia masih hidup dan tepat di depan daddynya. Ingin rasanya Angga meluapkan semuanya tapi belum waktunya. Belum sebelum ia menemukan Ai.
"Oh yaa? Siapa yang mengatakan itu..." tanya Angga pura- pura terkejut
"Eduardo. Aku menyuruh kakaknya untuk membebaskan adiknya, tapi dia bilang Ethan sudah meninggal akibat di pukul oleh sesama tahanan..." jawab Barraq. Lagi- lagi Angga tertawa sumbang, ah iya ingat kejadian itu, di mana Ed bertemu dengan dirinya dan berkata Aika akan di ambil oleh lelaki lain di luar sana. Ia kalap dan langsung memukul Ed hingga setengah mati, lalu Ed menyuruh preman di balik jeruji itu untuk memukul dirinya.
"Aku turut berduka pak! Semoga Ethan bisa tenang eh, bukan maksudnya semoga anak itu bisa balas dendam..." kata Angga sambil berlalu pergi. Yohan yang baru datang langsung meneriaki Angga.
"loe gak makan ga..." ucap Yohan. Angga hanya mengangkat tangannya dari belakang namun tidak membalik tubuhnya. Ia sudah kenyang akibat pembicaraan tadi.
"Eh ada pak Barraq mari makan pak..." ucap Yohan sopan sambil mengejar Angga. Barraq hanya diam bila di tela' ah perkataan anak itu ada yang mengganjal.
'' niel kamu masih ada kapas bekas darah anak itu..?'' tanya Barraq, Daniel mengangguk sambil menunjukan setumpuk plastik berisi kapas darah.
'' buat apa...'' tanya Daniel
'' aku ingin melakukan tes DNA...'' kata Barraq
'' baiklah....'' jawab Daniel '' tapi kenapa kamu ingin melakukan tes DNA dengan anak itu, dia hanya seorang pekerja kasar...'' sambung Daniel
''tapi wajahnya tidak asing Niel, dia mirip putraku...'' balas Barraq.
'' ku pikir kamu sudah melupakannya, bukan kah Ed bilang kalau dia sudah meninggal...'' kata Daniel
''aku tidak percaya kalau Ethan meninggal Niel, kalau ia meninggal mana jasadnya? Di mana ia di makamkan! Aku tidak percaya dengan anak itu... aku yakin dia masih hidup...'' kata Barraq yakin. Daniel mengangguk- anggukan kepalanya
''benar juga, apa yang kamu katakan!! Yasudahlah aku kembali ke rumah sakit dulu.'' Daniel mulai berdiri setelah membereskan alat- alatnya ia menepuk bahu Barraq sebelum akhirnya pergi.
♡♡♡♡♡
Angga membaringkan tubuhnya di atas tikar tipis. ia sedikit meringis karena membaringkan kepalanya duluan. Angga menutup matanya untuk tertidur sejenak
Dua minggu kemudian...
Sejak kejadian itu, luka di kepala Angga sudah membaik kini ia tidak perlu memakai perban lagi di kepalanya. kini Angga sudah berada di dalam mess tempat di mana ia tinggal, dua minggu bekerja menghasilkan cukup uang untuk dirinya pulang ke Samarinda. Angga membaringkan tubuhnya tak sengaja mata harimau itu melihat kalung bermata cincin yang ia lepas tadi.
"Ai, bagaimana kabarmu Ai?..." gumam Angga sambil melihat kalung yang berada di kantung tasnya. Angga bangun dari baringnya lalu meraih kalung itu dan memakainya.
"Kakak akan mencari uang untuk bisa ketemu sama kamu sayang..." gumam Angga lagi, sepuluh tahun tidak bertemu membuat dirinya merindukan sosok bidadari cantiknya. sekarang ia memutuskan untuk berhenti dan pulang ke Samarinda.
"Permisi..." sapa Angga di kantor lapangan. Ia merangkul tasnya berisi pakaian.
"Yaa...'' jawab manager dan Barraq yang kebetulan sedang berkunjung juga tak lupa Eduardo berada di situ.
"Saya ingin pamit pulang pak..." ujar Angga sambil menunduk ramah.
"Loh kenapa pulang...'' tanya Barraq ia langsung berdiri dan menghampiri Angga.
"Saya bekerja hanya buat biaya pulang kampung pak, dan sekarang sudah cukup..." jawab Angga sambil tersenyum
''emangnya mau pulang ke mana?'' tanya Barraq
'' Samarinda pak..'' jawab Angga
"Tunggu..." ujar Barraq, ia mengambil amplop lalu di isi uang tunai. jika di pegang amplop itu lumayan tebal.
"Ambilah nak, semoga selamat sampai tujuan..." Barraq berkata sambil memberikan amplop itu, Angga sempat menolak namun karena paksaan bosnya akhirnya ia menerima.
"Terima kasih" kata Angga tersenyum sambil melangkah pergi. Ia akan pergi ke terminal bus di batu ampar.
Sepeninggal Angga, Eduardo nampak memicingkan matanya tak suka.
''rupanya dia sudah bebas...'' desis Ed dalam hati. Ia tersenyum licik
Saat Angga mengemasi barangnya.
"Ga loe beneran mau pergi..." tanya Yohan
"Iya yoh!! Uangku sudah cukup untuk biaya pulang ke Samarinda.." jawab Angga. Yohan menatap Angga lesu.
"Aku gak punya teman lagi kalo gitu..." ucap Yohan, Angga tersenyum sambil melepaskan gelang bewarna hitam
"Ambilah, suatu saat jika kita bertemu kembalikan.." ujar Angga.
Yohan melihat gelang itu lalu menambil dan memakainya
"Baiklah sahabat!! Semoga selamat di jalan dan bertemu wanita pujaan hati ..."