CILY, CEO 8

1448 Words
Cherry menaikkan wajahnya setelah wanita itu menyesap jus miliknya, menatap Gwen dengan senyum yang sama seperti sebelumnya. "Ketua tim kita yang baru Sir William adalah pria tertampan di sini tentunya setelah Owner perusahaan dan wakil direktur." "Apa sebelumnya dia ketua tim lain?" Tanya Gwen yang akhirnya paham mengapa Cherry begitu senang, Gwen pikir nanti setelah ketua tim itu datang Cherry akan mengencaninya. "Bagaimana kinerjanya?" "Ya, dia ketua tim lain sebelumnya. Tentu kinerjanya bagus karena Timnya selalu masuk peringkat ketiga, tetapi yang penting dia tampan tampan tampan dan tampan." Gwen mengerutkan keningnya, menurut Gwen tampan tidak bisa menjadi patokan dari segala sesuatu. "Bagaimana sikapnya selama bekerja menjadi ketua tim? Apa menyebalkan?" "Tentu tidak, mana ada pria tampan yang menyebalkan. Wajah tampan mereka menyelamatkan mereka dari hal itu." Mendengar ucapan Cherry yang tidak bisa diharapkan, akhirnya Gwen memutuskan untuk tidak bertanya lagi. Mungkin ia akan tahu nanti jika pria itu sudah pindah ke timnya. "Tetapi tetap saja tidak ada yang lebih tampan daripada Owner perusahaan kita sekaligus CEO M.B.Inc. dia adalah pria tampan yang paling diincar dinegara ini ah tidak mungkin di dunia ini. Sangat kaya dan tampan sekali." "Apa kamu pernah bertemu dengan CEO kita?" "Tentu tidak, aku hanya sering lihat dimajalah." Kantin yang awalnya senggang tiba-tiba menjadi ramai, terlihat rombongan yang masuk. Gwen yang tidak pernah berjumpa dengan hal ini bertanya pada Cherry, apa yang terjadi. "Sepertinya CEO kita akan makan disini." Ponsel mereka bergetar bersamaan, memunculkan notifikasi pesan dari perusahaan yang menyuruh agar mereka tetap melanjutkan makan siang dengan tenang seperti biasa tanpa harus memperdulikan ada CEO disana. "Wajahnya sangat tampan sekali, terlihat tidak nyata." Gwen hanya mendengarkan saja semua yang Cherry katakan, tak ingin tahu soal rupa CEO. Lagipula jika dilihat ia hanya cukup tahu saja, tak ada manfaat lebih seperti tiba-tiba diberi uang satu miliar. Dalam hidupnya Gwen sudah kenyang melihat pria tampan bahkan kemaluan mereka. Astaga.. jika diingat ingat sudah lama sekali Gwen tidak bertemu dengan benda itu. Dan pria itu yang menjadi terakhir juga yang mengambil kesuciannya adalah yang paling terbaik dari yang lain. Gwen.. apa yang kau pikirkan, ya ampun pikirannya begitu kotor sekali dan ia rasa ia perlu mencuci muka agar pikirannya jernih supaya tidak melulu memikirkan kemaluan pria. "Aku akan ke kamar mandi sebentar." Gwen bangkit dari kursinya dan pergi menuju toilet diluar area kantin. Baru saja ia masuk dan ingin menghidupkan air keran, seseorang masuk dan mengejutkan Gwen karena pria itu menarik Gwen hingga tersudut didinding. "Gwen..." Melihat wajah pria itu saja Gwen syok sekali, ditambah pria itu memanggil namanya dengan nada marah yang kental. Gwen tidak percaya mengapa mereka bisa bertemu disini. "Dimana saja kamu selama ini, katakan padaku." Dalam rasa terkejutnya Gwen sama sekali tidak menjawab pria ini. "Dimana anakku Gwen?" == Siang itu entah kenapa Max ingin sekali makan dikantin kantornya, rasanya sudah lama sekali ia tidak makan disana tapi memang seingat Max terakhir kali ia makan disana sekitar empat atau lima tahun lalu? Entahlah. Diikuti empat orang sekretarisnya dan satu ajudannya, Max masuk ke area kantin disana terlihat sangat tenang dan disiplin meskipun sedang makan. Ia duduk dikursi yang sudah disiapkan oleh bodyguard-nya, para karyawan juga tetap melanjutkan makan siangnya tak terganggu sama sekali olehnya sesuai keinginan Max. Hingga makanan nya sudah datang, Max makan perlahan dengan mata yang melihat kesana-kemari. Tak tahu apa yang pria itu cari hingga tatapannya terhenti pada seorang wanita berkemeja coklat muda, wajahnya tidak berubah malah bertambah cantik hanya rambutnya saja yang berganti warna. Itu adalah Gwen-nya. Max segera ikut bangkit dan menyuruh para pekerjanya untuk tidak mengikuti dirinya. Itu Gwen-nya, tubuhnya masih imut seperti dulu meskipun wanita itu sudah memakai heels untuk menyamarkan pendek tubuhnya. Rasanya Max ingin memeluk wanita itu erat karena ia sudah sangat rindu sekali. Melihat Gwen masuk kedalam toilet, ia pun ikut masuk juga dengan mendorong pintu agak kuat membuat Gwen yang berada didalam terkejut. Wajah kaget Gwen sama sekali tidak Max alihkan dari matanya, pria itu menarik Gwen hingga tersudut didinding. Max menundukkan tubuhnya agar wajahnya tepat berada didepan wajah Gwen, menghirup aroma Gwen agar memasuki penciumannya. "Gwen..." Suaranya berat dan serak sarat kerinduan juga kemarahan ketika ia mengingat bagaimana dirinya mencari-cari keberadaan wanita itu. Lain dengan Gwen yang syok. "Dimana saja kau selama ini? katakan padaku." Kedua tangan besarnya memegang bahu kecil Gwen dengan agak menekannya, ia teringat akan sesuatu. "Dimana anakku Gwen?" Tatapan Max penuh harap membuat Gwen kebingungan. "Anak apa?" Akhirnya Gwen mengeluarkan suaranya meskipun terdengar mencicit. "Anak kita. Dimana anak kita?" "Tidak ada anak diantara kita." Gwen membantah hal itu dan berusaha lepas dari cengkeraman Max. Pria ini begitu tinggi dan besar, sangat mengintimidasi dirinya. "Lepaskan aku." "Tidak, aku tidak akan pernah melepaskanmu lagi." Max mencengkeram dagu Gwen hingga wajah wanita muda itu mendongak. "Aku akan menghukummu karena telah berani-beraninya pergi meninggalkan aku hari itu." Dari jarak yang sangat dekat ini Max dapat melihat wajah Gwen yang sangat cantik, entah keberuntungan apa hingga hari ini ia akhirnya bisa bertemu dengan Gwen. "Lepaskan aku, aku harus bekerja." Gwen sangat ketakutan jika ada orang lain yang masuk kemari dan melihat mereka apalagi dengan posisi yang tidak wajar. Tetapi keinginan Gwen sama sekali tidak dikabulkan, wanita muda itu malah mendapatkan serangan ciuman. "Hmmpp..." Max sendiri sangat puas dalam hati karena bisa melahap bibir merah Gwen yang terus minta dilepaskan. Gwen terus meronta, mendorong pria itu agar menjauh darinya meskipun ia tahu itu tak akan berhasil. Lima belas menit dan Gwen sudah lemas sekali, pria yang ia tidak tahu namanya ini benar-benar b******n. Tak tahu sejak kapan Gwen sudah terduduk di atas wastafel toilet umum yang hanya terisi mereka berdua, bahkan karena terlalu lemas Gwen menyandarkan tubuhnya didada Max. Nafas mereka memburu saling bersahutan, Max merengkuh tubuh Gwen dan mencium pelipis Gwen berkali-kali. "Ini belum ada apa-apanya dari hukumanmu dan kau sudah lemas seperti ini?" Gwen yang benar-benar lemas hanya bisa meremas jas mahal pria itu karena kesal, lututnya lemas sekali karena permainan hebat pria itu meski hanya ciuman. Dan kalian perlu catat ini adalah ciuman pertama Gwen setelah sekian tahun, Gwen jelas kewalahan. "Aku harus bekerja..." "Kau bekerja disini?" Gwen mengerutkan kening dan menatap pria paling tampan juga pria pertamanya itu dengan bingung, "Memang kau tidak bekerja disini?" Melihat pakaian mahal pria itu Gwen yakin bahwa jabatan pria itu bukan sekedar karyawan biasa. Wajahnya yang terlihat lebih dewasa dari terakhir kali mereka bertemu sangat mempesona Gwen, tak tahu apa yang dilakukan pria ini di Negara ini apakah untuk urusan pekerjaan atau memang pria yang Gwen tak tahu namanya itu tinggal disini? Tetapi pertanyaan Gwen sama sekali tidak dijawab, pria itu malah kembali bertanya. "Sejak kapan kau bekerja disini? Aku tidak pernah melihatmu." Gwen menggedikkan bahunya, "sekitar satu bulan? Aku baru lulus dari universitas dan bekerja disini. Apa yang kau lakukan disini? Apa tinggal disini?" Max menghela nafasnya, wanita ini kuliah dan itu artinya memang benar wanita muda ini tidak hamil seperti yang diharapkan olehnya. Entah mengapa Max tidak terima dengan fakta itu. "Aku bekerja, dan aku asli warna negara disini. Apa kau benar-benar tidak hamil?" Gwen berdecak pelan seraya mendorong pria itu hingga menyisakan jarak antara mereka, membiarkan Gwen turun dengan bantuan Max karena takut wanita muda itu jatuh. "Aku tidak hamil sama sekali. Apa kau pikir semua kegiatan one night stand akan menghasilkan anak? Itu konyol." "One night stand?" Geram Max yang terima hal terindah yang pernah terjadi dalam hidupnya hingga membuatnya frustasi memikirkan wanita muda ini bertahun-tahun hanya disebut one night stand. Meski cukup sulit bagi Gwen berdamai dengan masalalu, tetapi wanita itu muda itu harus melakukan ini agar bisa pergi dari toilet ini. "Dua orang asing melakukan hubungan s*x, apalagi sebutan yang cocok selain one night stand?" Gwen dengan sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk melupakan masalalu dan menjadi Gwen yang baru, kedatangan pria ini hanyalah salah satu tantangannya. "Aku harap kau juga akan melupakan hal itu sama sepertiku, dan anggap saja kita tidak kenal jika tidak sengaja bertemu." Secepat itu Gwen keluar dari toilet dan mendapati ada beberapa bodyguard yang menjaga pintu, tak memperdulikan hal itu Gwen berlari menuju ruang kerjanya karena waktu kerja akan dimulai tiga menit lagi. "Gwen, kau darimana saja? Aku mencarimu dari tadi." Cherry langsung mendekatinya begitu Gwen masuk. "Aku habis dari toilet." "Tadi setelah makan, aku lewat depan toilet yang ada disebelah Cafetaria dan disana ada banyak bodyguard. Kupikir kau tidak mungkin didalam sana dengan bodyguard yang menjaga pintu toilet yang melarang orang lain untuk masuk." "Setelah dari toilet itu aku teringat ada yang tertinggal dimejaku, tetapi saat di lift aku sakit perut dan akhirnya memutuskan untuk berhenti di lantai mana saja untuk mendapatkan toilet." Gwen adalah wanita muda yang cerdas, mengarang cerita kecil seperti ini bukanlah masalah besar. "Ya ampun, apa sekarang perutmu masih sakit?" "Tidak, sekarang sudah tidak apa-apa tidak perlu khawatir."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD