CILY, CEO 12

1780 Words
Dan Gwen akui Alli Martinez ini memang cantik wajar saja karena profesinya adalah model, jauh lebih tinggi darinya dan berasal dari keluarga konglomerat. Dari semua mantan kekasih Max yang paling Gwen sesali adalah tinggi tubuhnya, ia tidak terlalu tinggi juga wajahnya terlihat sangat muda dari usianya. Sangat tidak bisa dibandingkan dengan para mantan kekasih Max yang terlihat dewasa dan sempurna dimata public. “Gwen apa kau punya kekasih?” Pertanyaan itu sontak saja berhasil membuat Gwen mengehentikan gerakan garpunya dari menggulung pasta. Rebecca tiba-tiba bertanya seperti itu padanya, setelah pembicaraan mereka beralih fokus menjadi pria-pria hebat di ranjang. “Ya bisa dibilang begitu, kami akhirnya kembali bertemu setelah beberapa tahun.” Ungkap Gwen memberitahu keadaan sebenarnya. “Astaga, pasti kalian sangat saling mencintai sampai tidak ingin terpisah lagi.” Cherry terlihat begitu berbinar sedangkan Gwen hanya berdehem pelan. Saat ini mereka sedang menikmati makan siang bersama, Rebecca dan Mandy yang jarang bergabung hari ini tak tahu mengapa pergi ke cafetaria bersama Gwen dan Cherry. Nyatanya mereka tidak sekaku yang terlihat sebelumnya, hanya mungkin Gwen belum mengenalnya saja. “Aku juga dengan suamiku sebelum menikah juga begitu, karena dia terus tebang ke satu negara dan negara lain membuatku berpikir aku tidak akan bisa bertahan dengan pekerjaannya sebagai seorang pilot yang jarang pulang.” “Tetapi nyatanya kalian menikah dan kekuatan cinta memang sehebat itu.” Sambung Mandy memotong ucapan Rebecca yang mengangguk setuju. Rebecca baru saja menikah setengah tahun yang lalu, sedangkan Mandy dan Cherry mereka masing-masing sudah punya kekasih. Berbeda dengan Cherry yang sudah berpacaran sejak kuliah, Mandy tipe orang yang selalu berganti pasangan. “Cherry aku tahu ini sensitif, tetapi apa kekasihmu yang sudah mengambilnya pertama kali? karena kalian berpacaran sejak masa kuliah.” Cherry menggeleng pelan dan menyeruput jus alpukatnya sebelumnya menjawab. “Tidak. Kesucianku pertama kali diambil oleh kekasih pertamaku, sayangnya dia mengalami kecelakaan dan tidak bisa diselamatkan.” “Astaga, maafkan aku Cherry. Aku turut berduka mengetahuinya.” “Tidak masalah, lagipula itu sudah lama sekali. Saat aku masih berada di junior high school, dia adalah teman bimbel-ku. Dia sudah tenang disana sekarang. Lalu bagaimana dengan kalian? Siapa yang mengambilnya pertama kali?” “Kakak iparku?” Mereka semua cukup terkejut saat mendengar hal itu dari mulut Mandy. “Aku sudah benar-benar mengakhiri itu semua oke? Jadi jangan pandangi aku dengan berlebihan.” “Pasti itu sangat menegangkan karena rentan sekali untuk diketahui orang. Kau benar-benar berani.” Mandy menggedikkan bahunya pelan. “Itu yang disebut masa-masa pembodohan, entahlah aku malas membahasnya.” “Kalau aku dengan orang asing, saat aku pergi traveling di negara sepupuku. Jujur saja itu pengalaman yang tidak bisa dilupakan.” “Setelah itu aku yakin kalian akan sangat awkward.” Mereka terkekeh menyetujui celetukan Cherry menyusul ucapan Rebecca, “apalagi jika itu tidak dengan keadaan mabuk.” “Aku juga sadar saat melakukannya pertama kali.” Semua mata kini tertuju pada Gwen, mereka ingin tahu. “Aku memang suka pergi ke club dan minum-minum selama sekolah, tapi tidak pernah melakukan having s*x dengan kekasihku.” “Tak tahu mengapa aku tertarik pada orang asing itu, lalu bercinta. Aku pergi meninggalkannya setelah esok paginya dan kami tidak pernah lagi bertemu dalam waktu yang lama.” “Lalu kalian bertemu lagi dan menjadi sepasang kekasih?” Tanya Mandy takjub. Gwen menggedikkan bahunya pelan, “ya begitulah.” “Takdir begitu luar biasa hingga mempertemukan kalian kembali hingga bisa menjadi sepasang kekasih seperti sekarang. Apa karena kau kemari dan dia tinggal disini?” Cherry benar-benar penasaran.1 “Iya dia tinggal disini dan lahir disini.” Cherry menepuk tangannya, ini sungguh luar biasa. Ia pikir hal-hal seperti ini hanya terjadi di film-film, ternyata dunia memang sekecil itu. “Dari cerita mu itu aku berharap sekali aku tidak akan dipertemukan oleh pria asing itu. Aku sudah sangat bahagia dengan suamiku sekarang, bahkan kami akan mempunyai anak.” Gumam Rebecca yang dapat didengar yang lain. “Kau sedang hamil Rebecca? Benarkah?” Rebecca mengangguk pelan seraya menyelipkan rambutnya ke telinga, ia terlihat malu juga begitu bahagia membuat wanita manapun iri. “Ya ampun, selamat sista…” “Semoga kau selalu sehat begitupun dengan baby-nya.” “Ini adalah keponakan keempat kita setelah anak Mr. Liam dan Hanry.” “Terimakasih semuanya.” Gwen tersenyum tulus, otaknya berpikir mungkinkah jika ia hamil ekspresi diwajahnya akan sama seperti Rebecca meskipun itu hanya kemungkinan kecil? === Gwen merasakan nyeri pada lengan dalam bagian atasnya tempat dimana ia menanam implan, beberapa hari kemarin bagian itu juga sempat lebam. Gwen bahkan konsultasi lagi ke dokter untuk bertanya tentang apa yang ia alami, katanya hal itu normal terjadi bahkan efek dari pemasangan implannya ini cukup banyak seperti gangguan menstruasi yang tidak teratur, kemungkinan perubahan berat badan, nyeri kepala, perubahan mood yang tiba-tiba, nyeri pada p******a serta mual dan nyeri perut. Sepulang dari kerjanya Gwen langsung kembali ke apartemen, rencananya ia akan memasak mi sambil menonton film. Sayangnya yang terjadi selepas ia mandi adalah Gwen merasakan mual yang membuat dirinya tidak nafsu untuk memakan apapun sehingga ia memilih untuk tidur saja. Sebuah tangan dingin tersampir dikenangnya, meskipun Gwen tertidur tetapi ia tidur terlalu lelap. “Apa kau sudah makan?” Suara berat yang Gwen kenali sebagai Max menyapa telinganya. Gelengan pelan dan gumaman menjadi balasan Gwen, ia tidak punya tenaga untuk membalas Max. “Apa yang kau mau hmm? Aku akan membelikannya untukmu.” Tetapi Gwen tidak menjawab kali ini malah memilih untuk kembali masuk kedalam selimutnya. “Apa kau merasa tidak nyaman sekarang? Perlu kupanggilkan dokter.” “Tidak.” Suara serak milik Gwen berhasil membuat Max menghela nafas. Ia baru saja kembali dari perjalanan bisnisnya dan langsung menuju kemari, mendapati Gwen tidak ada dimanapun sampai ia mengecek kamar. Gwen tertidur dan terkubur selimut, melihat keringat yang muncul di pelipis wanita muda itu membuat Max berpikir Gwen sedang sakit. Max memilih untuk menelfon anak buahnya agar koki di mansion miliknya segera memasakkan makanan untuk Gwen yang sedang sakit dan langsung dikirim kemari tidak lupa ia juga minta dibelikan alat penurunan demam instan. Selepas itu Max melepas jas yang dipakainya juga dasi hingga menyisakan kemeja mahal yang membalut tubuh atletisnya, menggulung lengan panjang itu sampai siku agar bisa bergerak bebas. Duduk disisi Gwen, mengusapi kepala wanita muda itu pelan berharap Gwen mendapatkan tidur yang nyaman. Tak sampai satu jam menunggu anak buah Max datang membawa apa yang diminta Max, pria itu membangunkan Gwen untuk makan sedikit mengisi perutnya meskipun harus diawali penolakan. Max menyuapi Gwen dengan penuh perhatian, lalu menempelkan kompresan instan di kening Gwen seusai makan dan menyuruh wanita tercintanya itu untuk kembali istirahat. Beruntung besok hari libur jadi Gwen tidak perlu mengkhawatirkan pekerjaannya. Max memeluk Gwen dalam tidurnya menghabiskan waktu malam itu, berharap wanita muda dalam pelukannya lekas sembuh. Keesokan paginya Gwen bangun dengan keadaan lebih baik dari semalam, nyatanya efek dari pemasangan implan bisa membuatnya lemas sedemikian rupa. Tangan Gwen tersampir pada keningnya dimana ada sesuatu yang menempel disana, setelah mengambilnya Gwen tahu bahwa itu adalah alat penurun panas instan. Tatapannya jatuh pada Max yang masih memeluknya tanpa terganggu dengan pergerakannya sedikit pun. Sepertinya pria itu kelelahan juga. Gwen tidak tahu Max datang jam berapa karena ia tidak melihat jam ataupun keadaan sekitarnya, ia benar-benar hanya butuh tidur semalam. Dengan perlahan Gwen melepaskan belitan Max padanya lalu pergi menuju kamar mandi untuk menggosok gigi sebelum menuju ke dapur menyiapkan sarapan pagi untuk mereka. Dan Gwen memutuskan untuk membuat Quiche berbahan dasar telur dan keju, juga tambahan jamur dan bayam. Mendengar suara langkah kaki Gwen menaikkan wajahnya dari sarapan pagi yang ia buat, disana Max keluar dari kamarnya dengan keadaan khas orang bangun tidur. “Kau sudah bangun?” “Apa kau sudah merasa baikan?” Max mendekati Gwen dan memeluk wanita muda itu erat. “Jangan sakit lagi.” Gwen cukup terenyuh mendengar ucapan yang yg terdengar mengkhawatirkan dirinya itu. Ia membalas pelukan Max sama eratnya, sekarang mereka sepasang kekasih ingat? “Aku sudah lebih baik, hanya kelelahan saja semalam. Ayo kita makan.” Gwen terlebih dulu mengurai pelukannya dengan Max, memotong Quiche buatannya untuk bagian Max. “Aku harap ini enak.” “Kau sudah berusaha membuatnya, itu sudah cukup bagiku.” Max menuangkan segelas air untuk diminumnya sebelum mengambil suapan dari makanan hasil buatan Gwen. “Ini enak.” Pujian itu setidaknya membuat perasaan Gwen senang, jika diingat-ingat lagi sepertinya ini pertama kali bagi Gwen memasak untuk Max. Gwen memakan makanannya dalam diam, sedangkan Max tak henti terus saja menatapnya. “Ayo kita berkencan hari ini.” Ajakan itu sontak membuat Gwen menatap balik Max. “Kencan?” Max menganggukkan kepalanya, meskipun ini terdengar aneh karena Max untuk pertama kalinya mengajak wanita berkencan dalam artian sebenarnya. “Apa ada tempat yang ingin kau tuju?” Gwen tampak berpikir, selama ia tinggal disini ia tidak pernah pergi ke tempat-tempat wisata selain yang ada dilingkungan kota dan gedung-gedung besar. Tapi ia jujur tidak tahu harus kemana. “Aku tahu suatu tempat yang mungkin kau sukai.” “Itu terdengar bagus, kenapa harus bertanya padaku jika kau sudah tahu akan pergi kemana?” Max menggedikkan bahunya pelan. “Aku hanya bertanya, mungkin kau punya suatu tempat untuk dikunjungi.” “Tidak ada, mandilah lebih dulu. Aku akan mencuci piring ini.” Gwen mengambil semua alat makan yang sudah dipakai lalu mencucinya, tetapi Max tidak sekalipun beranjak mengikuti ucapan Gwen. Pria itu malah ikut membantu Gwen mencuci peralatan makan. “Ini sedikit, tidak perlu dibantu.” “Aku ingin kita mandi bersama agar lebih cepat.” Gwen mengerutkan keningnya bingung. Sepertinya mandi bersama hanya akan memperlambat bukannya mempercepat, tetapi Gwen sama sekali tidak memprotes Max. Dan benar saja seusai mencuci piring, bukannya cepat-cepat mandi Max malah menggodanya. “Ini kenapa?” Menyentuh lengan dalamnya yang masih terlihat lebam sedikit, tempat dimana ia menanam implan. “Ahh itu.. Sebenarnya kemarin aku mengalami sedikit kecelakaan. Kulitku terjepit dan sampai menjadi seperti ini, mungkin ini juga yang menyebabkan aku sakit.” Gwen menelan ludahnya, ia berbohong dengan sangat lancar, bahkan untuk mengatakan hal itu Gwen sudah belajar dari jauh-jauh hari. “Sebaiknya kita periksakan ke dokter, bisa saja terjadi infeksi.” Max terlihat sangat khawatir padanya. “Sebenarnya aku sudah berkunjung ke dokter dua kali, katanya lebam ini tidak akan bertahan lama. Jadi tidak usah khawatir hmmm.” Max menghela nafasnya dan mengangguk, rencananya ingin bercinta dengan Gwen hilang sudah karena melihat ada lebam seperti itu wanita muda ini. Max tidak ingin Gwen semakin merasa sakit. Akhirnya mereka benar-benar mandi cepat dan bersiap menuju tempat yang dimaksud oleh Max. Didepan apartemen sudah ada sebuah mobil juga beberapa bodyguard, Gwen mendengus pelan melihat seberapa berkuasanya pria itu. “Semuanya sudah ada di mobil Tuan.” Max mengangguk puas dan mengajak Gwen untuk segera masuk kedalam mobil ###
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD