MTTE - EMPAT

1205 Words
Aku hendak berjalan meninggalkan kantor, ternyata Badrun menarikku dan membawaku menjauh dari kantor, Aishhhh.. apaan sih manusia satu ini? Selalu saja menggangguku, aku sudah berusaha agar tak mengganggunya tapi nyatanya sekarang dia malah lebih sering menggangguku. "Apalagi sih Badrun?", tanyaku. Badrun menatapku membuat jantungku berdegub begitu kencang, ada apa sih dengan jantungku ini, kenapa aku sepertinya begitu gugup ketika melihatnya menatapku, aishhh.. aku emang harus sadar bahwa ini salah, pria ini sangat menjengkelkan. "Ada apa sih?", tanyaku membuat tatapannya buyar. "Gue mau minta tolong sama lo" "Minta tolong apaan?" "Nikah yukk" "Hahahahha... nikah? Kampret lu", aku tertawa lepas mendengar permintaan konyol Badrun. "Gue ga becanda Lampir, ga usah ketawa deh, ga lucu" "Ya lucu lah... lo tiba-tiba ngajakin gue nikah, emang ada apaan? Ga ada angin ga ada ujan malah ngajakin nikah", kataku tertawa. "Duhh.. emang ya ngomong sama lo ga pernah ada benernya, semua di anggap lucu, kadang marah, aduuh.. emang ga bener lo", ujar Si Badrun. "Ga bener gimana? Wajar donk gue bertanya, lo kan ngajakin gue nikah" "Gimana ga ngajakin lo nikah kalau mami pengennya gitu ishh.. emang ya mami ga pernah bener nyari jodoh buat gue," ujar Badrun membuatku geram. "Ga pernah bener? Emangnya lo bener apa? Gue juga kan udah sering bilang ga mau lah gue nikahnya sama lo, emang ga ada pria lain apa di dunia ini? Ko elo sih?", kataku. "Emang gue kenapa? Tampan iya, berpendidikan iya, Kaya iyak.." "Kaya iya, berpendidikan iya, tampan enggak, tapi lo itu bukan tipe gue, tips gue itu pria yang dewasa, bukan pria Yang kayak elo, dewasa juga kagak, kerjaannya gangguin orang mulu" "Lo ngomong kayak udah bener aja" "Lo tuh ga dewasa Badrun, lo selalu saja gangguin gue, coba saja lo bersikap lebih manis, gue mungkin bisa berpikir nikah sama lo, gue itu pengen masa depan yang cerah bersama laki-laki yang bisa menjadi pemimpin rumah tangga, jika elo jadi laki gue, kemungkinan bakal kacau balau tuh rumah tangga", kataku. "Apa sih maksud lo? Nyerocos aja daritadi, kayak udah bener aja omongannya" "Lo aja masih pakai boxer karakter kartun, ishh.. laki apa bocah lu?" "Haaa? Lo lihat boxer gue dimana? Jangan-jangan lo ngambil ya?" "Ngambil? Gue? Lihat aja gue geli apalagi ngambil, ihh.. ga ada kerjaan ya gue sampai harus ngambil boxer karakter kartun lo itu" "Karakter kartun? Itu bukan karakter kartun biasa ya, gue emang suka ngoleksi figure sama karakter yang gue suka, lo tahu apa sih sama koleksian gue" "Koleksi? Boxer pun di jadiin koleksi?" "Wahh lo m***m ya Lampir, sampai boxer gue, lo intip juga" "Ngapain gue ngintip boxer lo? Kayak ga ada kerjaan aja gue", ujarku, membuat Badrun itu hampir saja kehilangan wajah karena malu, rasain dia.. ngapain sih suka gangguin aku. "Gue juga lihat ada karakter bocah... seperti apa ya itu, boboboy.. " "Isshhh... wahh lo kurang kerjaan amat sih, sampai karakter salah satu boxer gue aja, lo tahu banget "Lo_" "Gita", panggil Ariel membuatku menghentikan perkataanku. "Ariel?" "Kamu masih disini?" "Iya nih, hehe." "Ngapain?", Tanya Ariel. "Ga lihat? Kami sedang berbicara?", tanya Badrun nyosor. "Apaan sih Badrun" "Iya saya lihat, tapi saya Ada urusan sama Gita", ujar Ariel. "Saya juga punya urusan sama Lampir ini, jadi silahkan menunggu karena saya harus menyelesaikan beberapa hal dengan si lampir ini" "Apaan sih Badrun? Gue udah nyelesein pembicaraan kita yak, mau membicarakan apalagi sih? Gue Ada urusan Sama Ariel", kataku. "Urusan apaan?" "Yang pasti bukan urusan lo", ujarku. "Selesein urusan lo dan gue bakal tungguin lo disini, gue ga mau ya sampai mami nanya lo dimana dan kemana", ujar Badrun yang terdengar seperti sebuah alasan karena Badrun tak pernah seperti ini sebelumnya. "Maaf ya pak Ariel, saya harus membawa Lampir pulang", ujar Badrun menggenggam tanganku dan menarikku agar menjauh dari Ariel. "Badrun, lo apa-apaan sih? Gue masih punya urusan sama Ariel, kenapa lo jadi kayak gini sih? Biasanya juga ga gini deh" "Tapi urusan kita belum selesai" "Apa masih persoalan Boxer?", tanyaku membuat ekspresi wajah Ariel penuh tanya, tentu saja itu akan membuatnya heran karena kami tiba-tiba membahas tentang Boxer. "Kita emang harus menyelesaikan pembahasan kita tentang boxer, karena lo udah_", Badrun hendak menyelesaikan kata-katanya tapi dengan cepat aku menutup mulutnya agar Ariel tak sampai salah faham. "Hahaha.. boxer? Kalian membicarakan apa sih?", tanya Ariel. "Maaf ya Riel, hari ini kita tunda dulu ya jalannya, aku harus ikut Badrun pulang, jangan sampai dia mengatakan hal yang bisa membuat kamu salah faham", ujarku Mencoba melepas genggaman tangan Badrun dan Badrun langsung menarikku masuk ke mobilnya. ***Seperti biasa, sampai di rumah, Badrun langsung masuk ke rumah tanpa membukakanku pintu mobil dan tanpa mengatakan apapun. Aku merasa Leon terlalu berlebihan, sewaktu bersama Ariel dia jelas mengatakannya masih memiliki urusan denganku, tapi sampai di rumah pun ia tak pernah mengatakan apapun. Dia menganggapku manusia apa bukan sih? Dasar penyuka Boxer kartun bocah, udah bulukan juga masih aja suka sama kartun bocah. Yana mengetuk pintu mobil membuatku terkejut bukan main, aku membuka pintu dan keluar dari mobil. "Saya pikir anda kenapa-napa di dalam", ujar Yana. "Saya ga kenapa-napa" "Baiklah, saya permisi nona", ujar Yana berjalan meninggalkanku. "Oba-chan (tante)...", aku berbalik dan mendapati Rafki sedang menatapku. "Iya Rafki?" "Oba lagi apa disitu?", tanya Rafki. "Hmm? Oh.. Oba-chan ga lagi ngapa-ngapain nak, mommy mana?", tanyaku duduk berlutut agar sejajar dengan Rafki. "Mommy, ada di dalam" "Terus Rafki ngapain di sini?" "Rafki lagi lihat Oba karena.. Oba... belum masuk", ujar Rafki membuatku tersenyum, Rafki memang anak yang terbilang pekan dan pintar. "Baiklah, ayo kita masuk", ajakku menggandeng Rafki masuk ke rumah. "Aduhh.. Rafki, mommy nyariin kamu sejak tadi", ujar Luvina yang terlihat khawatir. "Rafki liat Oba-chan di luar... sana", ujar Rafki Yang masih belum lancar berbicara, Rafki memanggilku tante dalam bahasa Jepang. "Baiklah, Rafki masuk kamar ya.. kakak Arsya kan ada di kamar, jadi kamu kesana ya nak?", ujar Luvina di susul dengan langkah kaki Rafki, Rafki melambaikan tangan padaku, sungguh anak yang menggemaskan. "Rafki liatin lo berdiri, emang kenapa?" "Hmm? Oh.. gue lagi berpikir aja" "Masih dengan pindahan lo?" "Hooh.. gimana ya ngomongnya sama Fahri?" "Kan tinggal ngomong, Git" "Iya sih, tinggal ngomong, tapi kan ga semudah yang terucap loh" "Gue masih ga bisa mikir, lo milih pindah, kenapa sih? Apa karena permintaan mami?" "Ya ampun Vin, gue kan berencana pindah sebelum tante Rana datang, jadi kenapa harus di sangkutpautkan dengan permintaan beliau? Enggak lah.. permintaan tante Rana masih aku pikirkan kok" "Baiklah, mikirnya jangan lama-lama ya, hehe.. tapi Git, sepertinya lo akrab banget sama Ariel, apa lo sama Ariel deket banget ya?" "Ariel pria yang lembut, Vin. Dia lembut dan manis banget, jika di bilang deket, kami emang dekat tapi gue nganggap hanya sebatas atasan dan karyawan aja kok" "Lo punya perasaan sama Ariel?" "Iya, punya" "Perasaan apa?" "Gue kagum sama dia, Vin." "Suka?" "Gue suka sama dia" "Sebagai pria atau sebatas atasan?" "Gue tertarik sama Ariel sebagai Pria" "Jadi, lo suka sama Ariel?" "Ahh.. ga tahu deh Vin, gue juga ga bisa jawab", kataku. Ariel pria yang manis, dia memperlakukanku dengan baik dan Ariel juga bijaksana. "Ya udah, tanya hati lo, lo suka ga sama Ariel? Atau mungkin lo sebenernya suka sama Leon? Gitu aja sih, gue tahu itu ga mudah tapi gue yakin lo bisa memutuskan sesuatu yang menurut lo itu emang benar dan emang harus di lakuin" BersambungJangan lupa tinggalkan jejak kalian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD