Sudah satu minggu Uli bekerja dan selama ini pula Uli belum menemui kesulitan yang berarti. Semua karyawan di perusahaan banyak membantu Uli yang notabene adalah karyawan baru. Uli harus banyak bersyukur setidaknya dia selalu mendapat kemudahan selama bekerja.
Ini minggu kedua Uli bekerja. Seperti biasa hari Senin adalah hari sibuk-sibuknya setelah melalui weekend di hari Sabtu dan Minggu. Uli harus berangkat lebih pagi jika tidak ingin terjebak macet dan berakhir terlambat pergi ke kantor.
Jalanan tampak ramai berlalu lalang berbagai macam kendaraan. Bahkan bus kota yang Uli tumpangi juga penuh sesak. Keringat mulai menetes di dahi gadis berkerudung itu. Jika sudah begini keinginan Uli untuk dapat membeli kendaraan sendiri begitu kuat. Meskipun hanya sepeda motor setidaknya mampu membantunya agar tidak perlu berdesak- desakan seperti ini. Percuma saja tadi pagi dia berangkat ke kantor dengan dandanan yang rapi, cantik dan wangi jika kenyataannya saat ini tubuhnya sudah mulai basah oleh keringat. Belum lagi baju yang tadinya sudah disetrika dengan rapi berubah menjadi kusut karena di dalam bus dirinya harus berdesak-desakan dengan penumpang lain.
Uli bernafas lega tatkala bus berhenti di depan sebuah gedung perkantoran di mana tempatnya bekerja saat ini. Dengan sedikit sempoyongan Uli turun dari kendaraan umum tersebut. Mengambil napas sebanyak-banyaknya untuk menghilangkan rasa sesak yang menjalar hingga paru-paru.
Setelah memastikan jika dirinya baik- baik saja, gadis itu membuka tas dan mengambil selembar tisu. Disekanya peluh yang membasahi wajah polosnya yang tanpa make-up. Hanya bedak tipis dan lipglos yang dia pakai. Akan tetapi dia tetap terlihat cantik natural. Meskipun Uli berasal dari desa kulitnya tampak putih bersih dan terawat.
Berjalan memasuki gerbang menuju pos security, Uli disambut dengan senyuman khas Pak Suparman yang hari ini mendapat shift pagi.
"Selamat pagi, Pak Paman!" sapa Uli ceria masih seperti hari1hari sebelumnya.
"Eh, Mbak Uli. Selamat pagi juga. Waduh Mbak Uli ini makin hari makin cantik saja. Hehehehe," goda Pak Suparman yang merupakan salah satu petugas security.
Uli hanya terkekeh pasalnya selama seminggu ini hampir setiap pagi Pak Parman selalu memberikan candaan yang sama.
" Pak Parman ini bisa saja. Ya, sudah saya masuk dulu ya, Pak. Assalamualaikum."
Belum sempat gadis itu beranjak, suara klakson telah berhasil mengagetkannya. Sontak Uli menoleh kebelakang mencari sumber suara yang telah membuat jantungnya berdetak extra karena terkejut.
Sebuah mobil mewah yang baru pertama Uli lihat ada di kantor ini. Mungkin itu mobil tamu begitu pikir Uli dalam hati. Secepat kilat Uli segera beranjak meninggalkan pos security dan berjalan masuk ke dalam lobi kantor.
****
Daniel Kien Thanh, lelaki berdarah campuran Melayu-Vietnam, akan tetapi sejak usianya lima tahun sudah tinggal dan menetap di Indonesia. Papanya yang keturunan asli Vietnam merupakan seorang direktur utama di salah satu perusahaan asing di daerah Jakarta. Oleh karenanya dia dan mamanya yang seorang warga Malaysia pada akhirnya ikut tinggal menetap di Indonesia.
Setelah lulus kuliah di Universitas Indonesia, Kien begitu lelaki itu biasa disapa, lebih memilih untuk melanjutkan study S2-nya di Australia. Hingga pada akhirnya dia mendapat tawaran bekerja di sana sesaat setelah dirinya lulus. Lima tahun dia meniti karir di Negeri Kanguru itu. Dan baru setahun ini Kien kembali tinggal di Indonesia. Perusahaan tempatnya bekerja merupakan perusahaan besar yang berpusat di Australia. Perusahaan tersebut memiliki banyak kantor cabang yang tersebar di beberapa negara dan salah satunya di Indonesia.
Bahkan di Indonesia pun perusahaan tersebut sudah memiliki tiga cabang yang berada di tiga kota. Kantor pusat berada di Jakarta dan dua kantor cabangnya masing-masing berada di Surabaya dan Medan.
Kien menerima tawaran untuk memimpin salah satu cabang perusahaan yang ada di Indonesia, yaitu Surabaya. Jabatan yang didapatnya pun sebagai General Manager East Area.
Sudah lama sebenarnya sang mama meminta Kien untuk kembali ke Indonesia pada saat dirinya masih bekerja di Australia. Akan tetapi Kien masih merasa enggan meninggalkan perusahaan yang membuatnya merasa nyaman. Dan pada saat dirinya mendapat tawaran untuk mutasi ke Indonesia, dengan senang hati Kien menerimanya. Meskipun harus berada di Surabaya, sementara kedua orang tuanya tinggal dan menetap di Jakarta, baginya tak masalah asalkan masih berada di satu negara yang sama. Lagipula Surabaya Jakarta bisa ditempuh dalam waktu sejam jika naik pesawat.
******
Kien memasuki gerbang perusahaan tempatnya bernaung setahun ini. Seperti biasa dia akan selalu membunyikan klakson untuk memberitahu security yang sedang berjaga jika ada seseorang yang sedang masuk ke dalam gedung perkantoran. Sudah menjadi peraturan perusahaan, bagi siapa saja yang memasuki area kantor dengan membawa kendaraan diharuskan membunyikan klakson saat akan melintas di pos security.
Kien memicingkan mata saat dilihatnya salah seorang security yang sedang berjaga malah mengobrol dengan seorang perempuan. Sengaja Kien membunyikan klakson keras-keras agar security yang ia tahu bernama Parman menyadari kehadirannya.
Benar saja dugaannya, begitu mendengar jerit klakson yang Kien yakin sangat memekakkan telinga, Parman segera berlari menghampirinya. Sementara perempuan yang tadi ngobrol bersama lelaki itu, justru berjalan masuk ke dalam kantor.
"Selamat pagi, Mister Kien!" sapa Parman saat Kien membuka kaca mobil.
"Itu tadi siapa?" tanyanya tanpa basa basi.
"Yang perempuan di sini tadi, mister."
"Iya," jawab Kien singkat.
"Namanya Mbak Uli, Mister. Karyawan baru asistennya Ibu Agustina."
"Owh...." Kien tampak manggut-manggut. Kembali menutup kaca mobilnya dan berlalu menjalankan mobil menuju tempat parkir khusus karyawan.
Dua minggu Kien tak menginjakkan kaki di kantor ini karena selama kurun waktu tersebut dia harus pergi ke luar pulau untuk survey project dan juga satu minggunya Kien harus menetap sementara dikantor pusat yang ada di Jakarta.
Saat memasuki lobi dia melihat Ana, receptionis kantor ini berdiri dan sedikit membungkuk badan.
"Selamat pagi, Mister Kien!" sapanya dengan senyum tersungging di bibir perempuan itu. Ibu dua orang anak ini memang cocok menjadi seorang front desk karena sifatnya yang ramah dan supel. Hampir setiap orang yang melintasinya selalu mendapat sapaan ramah nya. Tak terkecuali Kien.
"Pagi, Ana. Bagaimana kabarmu hari ini?" Kien berhenti sejenak di depan meja receptionis hanya untuk sekedar berbasa basi dengan salah seorang karyawannya itu.
"Saya baik, Mister. Lama juga, ya, Mister tak datang ke kantor," ucap Ana.
"Kenapa? Memang ada yang kangen sama saya?" Kien terkekeh.
Ana justru sudah tertawa renyah, memang inilah kebiasaan Kien. Lelaki yang mempunyai jabatan tertinggi di kantor ini tak pernah segan untuk sekedar bercanda dengan bawahannya.
"Ya, sudah. Saya ke ruangan dulu."
Kien berlalu meninggalkan sang receptionis.
########
Bersambung