Cuaca cukup teriak siang ini. Matahari sepertinya tengah menunjukkan kegarangannya. Geza secara spesial menjadi supir Jalen hari ini karena beberapa hal. Kedua pria itu turun dari mobil kemudian masuk ke dalam bangunan yang tampak cukup menyeramkan itu. Ini sudah hampir tiga bulan sejak Cristal terkena kasus narkoba. Seperti yang sudah Jalen prediksi, Cristal tidak bisa bebas dengan mudah karena bukti yang ada menguatkan kesalahannya. Jalen sudah mencoba berbicara dengan Jervaro, tapi tak membuahkan hasil apapun. Sepupunya itu masih begitu keras.
Jalen dan Geza menunggu. Beberapa menit kemudian polisi jaga datang membawa sosok yang ingin Jalen temui. Ini pertama kali Jalen kembali melihat Cristal setelah beberapa bulan berlalu. Jalen menajamkan matanya saat sosok bertubuh agak mungil itu datang. Cristal terlihat sangat berbeda dari terakhir kali Jalen melihatnya. Rambut wanita itu terlihat diikat secara asal. Tak ada make up dan tak ada perhiasan. Hanya baju tahanan lusuh dan wajah yang agak pucat. Tak ada senyuman.
"Silahkan." polisi jaga kemudian berlalu, meninggalkan ketiga orang itu di ruang besuk.
Tak ada ekspresi berarti di wajah Cristal. Ia juga sepertinya sama sekali tak terkejut dengan kehadiran Jalen dan Geza. Jalen memandangi lekat wajah adik iparnya itu. Ada beberapa warna keunguan di wajah Cristal. Beberapa tertutup oleh rambut yang tak terikat.
"Ada apa, Kak?" tanya Cristal dengan suara datar tanpa emosi.
Geza pun memperhatikan Cristal dengan sangat lekat. Ia teliti setiap sisi dari wajah adik bosnya itu. Harus Geza akui Cristal terlihat cukup menyedihkan. Selama ini Cristal hidup dengan tenang tanpa perlu memikirkan apapun. Semua tersedia untuknya. Apapun yang Cristal inginkan akan ia dapatkan dengan mudah. Tapi dunianya sudah terbalik. Cristal berada di titik paling rendah sekarang. Tiba-tiba masuk penjara seperti ini pasti sangat mengejutkan bagi Cristal.
"Kamu akan dibebaskan secara bersyarat sampai penyelidikannya selesai. Kamu nggak perlu menunggu di dalam penjara sampai polisi mendapatkan semua bukti dan kasus ini dibawa ke pengadilan."
Cristal masih diam seribu bahasa, mencoba mencerna maksud perkataan Jalen.
Jalen mengulurkan sebuah berkas kepada Cristal. Wanita itu tak langsung membuka amplop coklat itu. Ia pandangi Jalen seksama, masih dengan ekspresi yang sama--nyaris datar.
Jalen menaikkan alisnya. "Kenapa diam? Baca.."
Cristal menarik napas dalam kemudian membuangnya perlahan. "Aku akan tetap dinyatakan bersalah di pengadilan, kan?" tanyanya.
Wanita itu menatap amplop coklat di dalamnya. Ia kemudian mendorong pelan amplop itu kembali ke arah Jalen. Geza sontak mengangkat alisnya, terkejut dengan aksi Cristal.
"Nanti atau sekarang nggak ada bedanya kalau aku akan divonis bersalah dan berakhir di dalam penjara," ucap wanita itu. Ia kemudian bangkit dari dudukny. Cristal menunduk sekilas. "Terima kasih sudah menyempatkan ke sini." Saat hendak berlalu, Cristal kembali menoleh kepada Jalen. "Terima kasih untuk tetap merahasiakan tentang ini dari orang lain terutama keluarga aku." Cristal kemudian benar-benar berlalu, meninggalkan Jalen dan Geza dalam kebungkaman.
Geza mengepal tangannya dan ia terlihat sangat kesal sekali.
"Lihat kan, Tuan. Apa saya bilang? Dia nggak tau terima kasih."
Jalen terlihat tenang. Ia pandangi amplop besar di depannya itu. Jalen bangkit dan meninggalkan tempat itu tanpa kata. Geza menyusul di belakang.
...
Selama satu minggu terakhir matahari sangat terik menyinari bumi. Tapi hari ini matahari sepertinya enggan menampakkan diri. Hujan turun sejak pagi.
"Sekali-kali dikasih makan daging kek," ucap salah seorang narapidana. Cristal yang sedang mengantri makanan lantas mengangkat wajah. Tampak si narapidana berbadan agak besar itu berdebat dengan petugas makanan.
"Udah makan aja apa yang ada."
"Pejabat korupsi aja dimanja dikasih fasilitas padahal jelas-jelas bikin sengsara rakyat. Gue cuma ngebunuh sodara gue, nggak ngerugiin siapapun malah diperlakukan kayak gini. Dasar negara sakit!"
Si petugas hanya bisa geleng-geleng. Cristal mengucapkan terima kasih saat si petugas menyendok sup ke dalam piring makanannya. Hampir tiga bulan Cristal menjalani hidup di dalam penjara. Tak ada belas kasihan. Itulah yang Cristal rasakan. Kehidupan penjara benar-benar keras dan Cristal merasakannya. Terlebih lagi Cristal berada di dalam kurungan yang sama dengan tahanan yang suka membully. Tiga bulan ini terasa seperti 30 tahun bagi Cristal. Yang bisa Cristal harapkan benar-benar hanya dirinya sendiri.
Tak punya teman. Cristal terbiasa duduk sendirian di pojok. Makan dalam diam dan melakukan semuanya dalam diam. Selama di penjara mungkin Cristal hanya beberapa kali saja mengeluarkan suaranya.
Ingatan Cristal kembali pada kejadian satu minggu lalu, saat Jalen tiba-tiba datang mengunjunginya. Bahkan apa itu bisa disebut mengunjungi? Mungkin kedatangan Jalen terlihat seperti secercah cahaya bagi Cristal. Tapi wanita itu menolak secercah cahaya yang Jalen bawa. Bukan ingin bersikap sombong, tapi Cristal tak ingin berhutang budi. Toh jika ia akan tetap berakhir di penjara, apa gunanya ia keluar sekarang? Cristal tak ingin dilambungkan harapan. Ekspektasi selalu menjadi kekuatan terbesar dalam menghancurkan manusia.
Suara gaduh di dekat mejanya menyentak Cristal dari lamunan. Beberapa orang yang sering Cristal lihat tampak duduk mengelilinginya. Perasaan Cristal tak enak. Orang-orang ini berada di kurungan yang berbeda dengannya. Tapi Cristal tahu sedikit banyaknya cerita tentang kelompok ini. Mereka suka membully dan kadang bullyiannya tak tanggung-tanggung.
"Lo anak orang kaya ya? Bagus banget kulit lo.." si wanita berambut gondrong mengelus pipi Cristal dengan jari-jari kasarnya. "Anak mami nih pasti."
Cristal hanya bisa diam, menahan sekuat tenaga getaran yang muncul karena rasa takut. Cristal ketakutan setengah mati sekarang. Meski selama hampir tiga bulan ini tak satupun malam ia lewati dengan ketenangan, tapi Cristal tetap takut jika kelompok-kelompok pembully ini mendekatinya.
"Lo ngelakuin kesalahan apa sampai berakhir di tempat kumuh ini?"
Cristal masih diam.
Tiba-tiba dagu Cristal ditarik dengan keras. "JAWAB KALAU GUE NANYA!"
"Sa-saya.." Tubuh Cristal sudah bergetar hebat. Tiba-tiba Cristal mengernyit. Bukan karena rasa sakit akibat rahangnya dicengkram kuat, tapi karena gejolak di dalam perutnya. Cristal refleks menutup mulutnya dengan tangan.
Dorongan itu semakin kuat. Cristal mungkin tak akan bisa menahannya lagi. Tapi rahangnya masih dicengkram dengan kuat.
"Ma-maaf Kak. Sa-saya--"
"Ada apa ini?! Santi! Ngapain kamu?!" untunglah penjaga datang, menyelamatkan Cristal dari kemungkinan buruk yang akan menimpanya.
Wanita bernama Santi itu langsung melepaskan cengkramannya. "Nggak ngapa-ngapain," jawabnya enteng.
"Bubar!"
Santi dan anggotanya langsung pergi. Cristal mengucap banyak syukur di dalam hati. Perutnya masih lapar, tapi nafsu makan Cristal sudah tidak ada. Gejolak di dalam perutnya kembali muncul membuat Cristal terpaksa langsung lari ke toilet. Akhirnya Cristal memuntahkan semua isi perutnya.
Tak hanya gejolak di perut, tapi kini Cristal merasa pusing luar biasa. Dengan sisa tenaga dan kondisi perut yang kosong, Cristal kembali ke mejanya. Untung makanannya masih ada di sana. Dengan sedikit memaksa, Cristal berusaha keras menghabiskan makan siangnya itu. Meski akhirnya hanya masuk beberapa suap yang kembali Cristal muntahkan beberapa menit kemudian.
Ini benar-benar hari yang melelahkan.
...
"Aro!"
Langkah Jervaro terhenti. Jalen bangkit dari duduknya kemudian menghampiri sepupunya itu.
"Sela mana?" tanya Jervaro saat tak menemukan iparnya itu.
"Di rumah," jawab Jalen. Sebenarnya Jalen tak punya niat untuk hadir di party ini. Tapi karena ia harus menemui Jervaro, Jalen akhirnya tetap datang.
"Ro, gue mau ngomong sama lo.."
Jervaro menghela napas. Agaknya ia sudah bisa menebak apa yang ingin Jalen katakan. Jalen menyeret sepupunya itu, memaksa Jervaro berpikir dan mengambil tindakan. Akhirnya Jervaro tak punya pilihan selain mengikuti perintah Jalen.
"Ada apa?" tanya Dwinna yang malam ini terlihat sangat cantik dengan dress warna burgundy yang melekat di tubuh idealnya. Gaun dengan tali spaghetti itu berhasil menunjukkan sisi sexy Dwinna yang sangat jarang diperlihatkan wanita itu.
Jervaro menggeleng. Tiba-tiba Jervaro merasa beban pikirannya banyak. Perkataan Jalen terngiang-ngiang di kepalanya.
"Kamu sama siapa ke sini tadi?"
"Diantar supir.."
Jervaro mengangguk-anggukkan kepalanya pelan.
"Tadi aku lihat ada Jalen."
"Oh.." Jervaro hembuskan napas pelan. Jalen jelas datang ke tempat ini bukan untuk pesta. "Udah pulang. Katanya ada urusan lain."
"Ohhh.."
Jervaro berusaha keras mengusir semua kegundahan di dalam kepalanya. Malam ini Jervaro hanya ingin bersantai, menikmati pesta dan melepas penatnya.
...
Cristal menatap lama pemandangan di depannya. Rasanya seperti sudah lama sekali sejak terakhir Cristal melihat pemandangan sebagus ini. Jalen dan Geza turun dari mobil, menghampiri Cristal di depan pintu lapas. Hari ini Cristal resmi bebas. Entah bagaimana caranya hingga Jalen bisa mendapatkan bukti bahwa Cristal tak bersalah. Hasil tes yang menyatakan Cristal memakai narkoba juga dijelaskan sebagai penggunaan obat sesuai dosis dokter.
"Kamu udah bebas sekarang."
"Terima kasih banyak," ucap Cristal. "Maaf sudah merepotkan."
Lebam di wajah Cristal tak berkurang dari terakhir Jalen menemui wanita itu beberapa minggu yang lalu. Entah lebam itu yang lambat sembuh atau lebam itu dibuat setiap harinya. Jika mengingat Cristal berada di penjara, kemungkinan kedua lebih mendekati. Sebenarnya tak aneh jika Cristal dibully dipenjara mengingat betapa lemah penampilannya. Yang membuat Jalen cukup salut adalah Cristal terlihat tetap tenang dengan semua kondisi yang dialaminya.
"Kamu dijemput sama asisten kamu?" tanya Jalen kemudian.
Cristal menggeleng. Ia tak memberitahu Nova kalau ia bebas hari ini. Sebenarnya Cristal sudah memikirkan beberapa hal terkait Nova.
"Kami antar ke apartemen kamu," ujar Jalen kemudian.
"Kak--nggak usah," ucap Cristal cepat. "Aku bisa sendiri. Makasih banyak udah bantuin aku." Cristal menundukkan kepalanya sekilas memberi hormat pada Jalen. Ia kemudian melangkah menjauhi Jalen dan Geza.
Kedua pria itu memandangi punggung Cristal yang perlahan menjauh.
"Ayo," ucap Jalen. Geza hembuskan napas pelan kemudian mengikuti sang bos.
...
Cristal masuk ke dalam apartemen yang sudah ia tinggalkan selama 3 bulan lebih itu. Tak ada yang berubah. Semuanya masih terlihat sama. Yang berubah ada perasaan Cristal pada tempat ini. Wanita itu mendorong pintu, kemudian memandangi kamar tidurnya dengan sorot tak bisa dijelaskan. Cristal meletakkan tasnya di atas lantai kemudian melangkah ke kamar mandi.
Shower menyala. Cristal biarkan dirinya basah diguyur air shower. Cristal kemudian mengepal tangannya yang bergetar.
Hampir satu jam di dalam kamar mandi, akhirnya Cristal keluar. Entah apa yang ia pikirkan sekarang. Bukannya memakai baju, Cristal justru langsung tidur dengan bathrobe yang ia kenakan. Lampu dimatikan dan Cristal tidur dalam keadaan kamar gelap gulita.
...
"Tapi Nona--" Nova kehabisan kata-katanya. Ia tak diberitahu kalau Cristal sudah bebas dari penjara. Meski terkejut tapi Nova merasa sangat senang karena akhirnya si bos sudah bebas. Tapi tiba-tiba Cristal memberitahu kalau ia diberhentikan.
"Saya nggak bisa berhenti Nona. Nyonya meminta saya--"
"Nova, kalau kamu mau kerja sama Mama silahkan. Saya nggak larang kamu. Tapi saya nggak butuh kamu lagi."
"Tapi Nona--"
"Keputusan saya bulat. Mobilnya juga kamu bawa aja ke Mama. Saya nggak butuh."
"Nona," Nova menatap sang bos dengan ekspresi gelisah. Jika Cristal tak ingin dilayani olehnya Nova masih bisa menerima. Tapi kini Cristal bahkan tak ingin memakai mobilnya. "Lalu bagaimana caranya Nona beraktivitas tanpa mobil?"
"Itu kamu nggak usah khawatir. Saya bisa handle sendiri."
Nova masih belum bisa menerima. Tapi sepertinya keputusan Cristal sudah bulat.
"Kamu balik kerja ke AMARA aja. Saya bisa urus diri saya sendiri. Oh iya, saya mau mengucapkan banyak terima kasih sama kamu karena sudah banyak membantu saya selama ini. Terima kasih juga karena sudah merahasiakan tentang kejadian beberapa bulan ini dari Mama dan Papa. Saya mau istirahat, kamu boleh pergi."
Nova pandangi bosnya yang sudah hilang ke dalam kamar itu. Nova benar-benar tak bisa menebak isi kepala Cristal. Sejak awal sangat sulit bagi Nova menebak apa yang Cristal pikirkan. Sejak keluar dari penjara, hal itu bertambah menjadi semakin sulit. Rasanya Cristal tak bisa lagi disentuh seolah ia datang dari planet antah barantah.
Nova tak bisa melakukan apapun. Ia kemudian meninggalkan apartemen Cristal dengan beban berat di kepala. Apa yang harus ia katakan kepada Agisti?
...
Tengah malam Cristal merasa perutnya sakit luar biasa. Keringat dingin menyelimuti. Dengan tubuh bergetar hebat menahan rasa sakit yang mendera, Cristal berusaha meraih ponselnya. Dalam keadaan setengah sadar, Cristal menekan angka 1. Setelahnya Cristal tak tahu lagi apa yang terjadi. Ia kehilangan kesadaran sepenuhnya.
Bau obat yang sangat menyengat adalah hal pertama yang Cristal sadari saat ia membuka mata. Tak perlu berpikir panjang, Cristal sudah bisa menebak di mana ia berada. Selang infus tertancap di tangan. Suster berlalu lalang. Cristal menghela napas pelan.
"Anda sudah sadar? Saya periksa dulu.." seorang dokter pria menghampiri Cristal. Ia memeriksa kondisi Cristal. "Sudah kembali normal."
Cristal menatap sang dokter.
"Dokter," Cristal menelan ludah. Ia memegangi perutnya yang terasa sangat sakit tadi malam. Cristal bahkan tak tahu jam berapa sekarang. Apa masih malam atau sudah siang. "Bagaimana--" lidah Cristal tercekat.
Sang dokter menghembuskan napas pelan. "Kondisi Nona sangat lemah tadi malam. Kondisi janinnya juga. Kami minta maaf, kami tidak bisa menyelamatkan kandungan Nona."
Rasanya seperti ada petir yang menyambar Cristal. Ia membeku detik itu juga.
Baru dua minggu Cristal tahu kalau ia hamil. Kini janinnya sudah tidak ada. Bagaimana bisa semua ini terjadi dalam sekejap mata? Bagaimana bisa semua ini terjadi tanpa memberi waktu untuk Cristal berpikir?
"Nona istirahatlah agar kondisi Nona cepat pulih. Oh iya, apa ada anggota keluarga yang bisa dihubungi? Kami sudah mencoba membuka ponsel Nona, tapi tidak berhasil."
"Saya baik-baik saja. Terima kasih. Saya yang akan menghubungi sendiri nanti," ucap Cristal dengan lidah tercekat.
"Hm baiklah. Selamat istirahat." dokter itu berlalu.
Cristal meremas selimutnya. Air mata Cristal akhirnya jatuh setelah kurang lebih 3 bulan ini Cristal menahan diri dari semua masalah yang menghantamnya.
***