Jervaro melangkahkan kakinya memasuki kantor polisi. Seperti biasa, tempat itu menyuguhkan pemandangan hitam dan putih. Ada beberapa kelompok pemuda di satu sisi, sepertinya anak-anak nakal yang tertangkap entah karena tawuran atau balap liar. Kedatangan Jervaro disambut oleh salah satu polisi yang bertugas.
"Di mana?"
"Di dalam Tuan.."
Jervaro diikuti Danny mengikuti si polisi. Mereka dituntun menuju ke sisi lain kantor polisi yang tak lain adalah penjara sementara. Tampak beberapa orang dengan pakaian biasa tengah mendekam di dalam jeruji besi. Mata Jervaro langsung menangkap satu sosok dengan baju kaos lengan panjang dan celana jeans warna senada tengah duduk memeluk lututnya di sudut ruangan yang tak terlalu besar itu.
Cristal sepertinya belum menyadari kehadiran Jervaro.
"Nona Cristal!" panggil polisi yang berjaga. Cristal langsung mengangkat wajahnya. Ia kemudian dibawa keluar menuju ke ruang besuk. Cristal tak membayangkan apapun. Ia hanya berharap bukan Mama atau Papanya yang datang. Cristal sudah mewanti-wanti Nova untuk tak memberitahu kondisinya kepada kedua orang tuanya. Beban pikiran Mama dan Papanya sudah cukup banyak dan Cristal tak mau menambahnya.
Memasuki ruang besuk, Cristal benar-benar dibuat terkejut saat melihat Jervaro lah yang duduk di kursi tunggu, tengah menatapnya dengan tatapan yang tak bisa Cristal artikan. Rasanya seperti ada beban berat menghimpit pundak Cristal. Beban berat yang sebelumnya sudah banyak itu kian bertambah saat mata Cristal bertemu dengan mata milik Jervaro.
Cristal kalah telak. Menyedihkan dan memalukan. Bagaimana bisa Jervaro 2 kali menjadi saksi kehancuran Cristal?
Karena sudah dikenali, Jervaro akhirnya diberikan ruang untuk bicara berdua dengan Cristal. Danny ikut berlalu bersama si polisi. Cristal duduk di hadapan Jervaro dengan wajah ditekuk dalam. Ini bahkan belum 24 jam sejak terakhir Cristal hancur karena kesuciannya direnggut.
"Narkoba.." Jervaro memecah keheningan.
Rasanya Cristal sudah bisa menebak rentetan kalimat yang akan keluar dari mulut Jervaro. Mengingat bagaimana bencinya Jervaro padanya, Cristal tak berharap sama sekali akan keluar kalimat manis dari mulut pria itu. Cristal sudah cukup bersyukur jika Jervaro tak mencaci maki dirinya.
"Apa lagi setelah ini?"
Cristal berusaha keras agar tak terpancing. Ia perlahan mengangkat wajahnya dengan tenang. Sungguh, Cristal tak meminta Jervaro membebaskannya. Cristal sadar betul kalau dia tak salah. Untuk sementara Cristal berasumsi ada yang dengan sengaja menjebaknya. Cristal cukup tahu diri untuk tak memakai obat-obatan terlarang. Cristal hanya perlu bersabar, menunggu hasil pemeriksaan keluar dan dirinya dinyatakan negatif.
"Kakak ada perlu apa ke sini?" Cristal bertanya dengan suara tenang terkendali.
Raut wajah Jervaro tak kalah tenangnya. Keduanya seperti sedang berlomba menunjukkan siapa yang punya pengendalian ekspresi paling baik.
"Tau dari mana aku di sini?" tanya Cristal lagi.
"Penting aku tau dari mana?" balas Jervaro.
Cristal hembuskan napas pelan.
"Kamu pakai narkoba?" tanya Jervaro frontal.
Cristal memberanikan diri menatap lawan bicaranya. "Nggak."
"Terus kenapa bisa ditangkap dengan tuduhan makai narkoba?"
"Nggak tau," jawab Cristal masih tenang. Nyatanya Cristal memang tidak tahu. Cristal sedang bersiap untuk menemui Jervaro. Tiba-tiba polisi datang ke apartemennya. Siapa sangka tetangga di unit sebelah sedang pesta narkoba. Harusnya hal itu tak ada hubungannya dengan Cristal. Tapi polisi memaksa menggeledah apartemennya dengan alasan salah satu tersangka dari unit sebelah menyebut nama Cristal. Karena memang tidak bersalah jelas Cristal tidak takut untuk diperiksa. Tapi sialnya polisi malah menemukan obat terlarang itu di bawah sofa Cristal.
"Nggak tau?" Jervaro tertawa sumbang. "Nggak tau tapi kamu diseret polisi ke sini."
Cristal memilih diam. Tak ada gunanya ia menjelaskan pada Jervaro karena sepertinya Jervaro memang tak ingin percaya.
"Apa rencana kamu sekarang?"
"Menunggu hasilnya keluar."
"Terus?"
"Hasilnya pasti negatif."
"Lalu?"
Kening Cristal mengerut. Lalu tentu saja dia akan bebas.
"Kamu pikir alasan kamu ditahan di sini karena apa?" Jervaro menjeda. "Hasilnya udah keluar dan kamu mau tahu apa hasilnya?" Jervaro melempar sebuah surat ke atas meja. Cristal mengerutkan keningnya kemudian mengambil kertas berlipat itu. Ia membukanya dan betapa terkejutnya Cristal saat melihat tulisan yang ada di sana.
POSITIF.
Cristal mengulang membaca tulisan yang ada di sana berkali-kali. Tidak berubah. Memang positif. Tangan Cristal bergetar.
"I-ini.." Cristal menatap Jervaro. "Ini nggak mungkin. Aku.. aku nggak pernah pakai narkoba," ujar Cristal menegaskan.
Satu alis Jervaro terangkat. "Siapa yang tau?"
Suara sarkas Jervaro seperti menghantam ulu hati Cristal. Rasanya menyakitkan sekali. Cristal tak pernah meminta agar Jervaro percaya padanya. Tapi Cristal bersungguh-sungguh saat mengatakan kalau dia tak pernah memakai narkoba. Kali ini Cristal berharap Jervaro percaya padanya.
"Leon Bagaskara seorang pebisnis obat-obatan terlarang, apa jaminan kalau cucunya berbeda?" tanya Jervaro dengan suara dingin dan tajam.
Bahu Cristal jatuh dramatis. Bukan remuk lagi, tapi hatinya hancur berkeping-keping. Harusnya Cristal tak pernah berharap Jervaro percaya padanya.
"Penggeledahan pertama polisi menemukan dua gram ganja di apartemen kamu. Penggeledahan kedua polisi menemukan 5 butir ekstasi," Jervaro menjeda. "Di dalam kamar kamu."
Telinga Cristal berdengung. Rasanya ia tak ingin percaya.
Jervaro menggeser posisi ke depan. "Apa pembelaan kamu?"
Tubuh Cristal lemas. Rasanya tenaganya hilang seketika. Otak Cristal berputar dengan cepat. Ia mencoba mengingat. Sejak pagi Cristal tak keluar dari apartemen. Di apartemen pun hanya ada dirinya dan Nova. Jika menyingkirkan Nova sebagai tersangka, maka itu artinya obat itu sudah ada di alam apartemen Cristal sejak pagi. Atau bahkan obat itu sudah di apartemen Cristal sejak beberapa hari sebelumnya.
Cristal memijit keningnya. Dia tak bisa memikirkan apapun sekarang.
"Sepertinya nggak ada yang bisa kamu jelaskan." Jervaro bangkit dari duduknya kemudian meninggalkan Cristal yang terdiam beku.
...
"Bagaimana Tuan?" tanya Danny.
Jervaro menoleh ke belakang. Kantor polisi terlihat semakin ramai saat hari beranjak semakin malam.
"Dia bahkan nggak punya pembelaan apapun. Nggak ada jaminan kalau dia memang nggak melakukannya."
Danny terlihat agak terkejut. "Maksud Tuan?" tanya Danny hati-hati.
"Biarkan dia dapat hukuman atas perbuatan dia."
Danny benar-benar dibuat bungkam oleh sang bos. Danny segera masuk ke dalam mobil mengikuti sang bos yang sudah lebih dulu masuk. Danny segera menyalakan mobilnya dan melaju meninggalkan kantor polisi.
...
Tak ada jaminan. Cristal kemungkinan besar benar-benar akan mendekam di penjara. Tak hanya sebagai pemakai, Cristal bahkan juga dicurigai sebagai pengedar. Benar-benar defenisi sudah jatuh tertimpa tangga. Nova sudah memohon pada Cristal agar diberi izin memberitahu kedua orang tuanya. Tapi Cristal menolak. Cristal bersikeras tak mau orang tuanya tahu.
"Tapi Nona--"
"Saya baik-baik aja. Hasilnya belum sepenuhnya valid. Masih ada kemungkinan saya bebas."
"Tapi Nona, kemungkinannya kecil."
Kepala Cristal sakit. Tapi Cristal benar-benar tak mau masalah ini sampai ke telinga orang tuanya. Keadaan kakeknya sudah cukup membuat Mamanya pusing. Bagaimana kondisi Mamanya nanti jika tahu Cristal masuk penjara karena narkoba. Cristal tak berani membayangkannya.
"Bagaimana kalau Nyonya menelfon? Atau bagaimana kalau Nyonya ke apartemen?"
Cristal menarik napas dalam. Ia pandangi sang asisten dengan ekspresi serius.
"Kalau saya beneran nggak bebas, kamu kasih tau Mama kalau saya ke London selama beberapa bulan."
Nova menatap sang bos dengan ekspresi tak percaya. Bagaimana bisa Cristal mengatakan semua itu dengan ekspresi biasa? Bagaimana bisa Cristal berucap dengan begitu tenang?
"Nona--"
"Saya akan minta izin untuk keluar selama satu hari. Kalau dikasih kamu temani saya ketemu Mama dan Papa. Saya akan pamit sama mereka."
Nova masih belum bisa menerima perintah sang bos.
"Kita minta bantuan Tuan Jervaro. Pasti Tuan Jerva--"
Kepala Cristal berdenyut hebat. "Udah, Nova. Kita nggak bisa mengharapkan siapapun. Dan saya nggak mau mengharapkan bantuan siapapun terutama Kak Jervaro." Nova mungkin tak tahu detail bagaimana hubungan Cristal dengan Jervaro dan keluarga besar pria itu. Cristal tak dendam saat Aneska melayangkan tamparan ke wajahnya. Tapi Cristal tak lupa pada hari itu. Ingatan Aneska menamparnya hidup seperti kenangan baru di dalam kepala Cristal setiap harinya. Kejadian itu mengingatkan Cristal untuk tak mendekat pada keluarga Gomez maupun Vernon.
"Ini terakhir saya dengar kamu menyebut nama dia."
"Tapi Nona--"
"Nova!"
Nova terdiam.
Cristal menghela napas. Cristal memang harus siap dengan kemungkinan terburuk. Setelah berunding Cristal memaksa Nova pulang. Setelahnya Cristal kembali ke dalam penjara.
...
Tak ada jaminan dan bukti-bukti cukup kuat. Terakhir Cristal dipaksa mengakui kesalahan yang sebenarnya tak dilakukannya. Sialnya adalah hasil pemeriksaan menunjukkan kalau Cristal positif memakai. Sembari menunggu kasus dibawa ke pengadilan, Cristal harus ikhlas mendekam di penjara. Siang ini ia dipindahkan ke penjara inti bersama beberapa tahanan lainnya.
Berita masuknya Cristal ke penjara akhirnya sampai ke telinga Jalen. Tapi ia tak memberitahu siapapun termasuk Sela. Siang ini Jalen datang menemui Jervaro di kantor sepupunya itu.
"Cristal masuk penjara dan lo nggak ngasih tau gue?"
Jervaro yang sedang fokus pada layar komputer menoleh sebentar. "Duduk, J.."
Jalen menghembuskan napas perlahan. "Apa rencana lo sebenarnya, Ro?"
"Nggak ada."
"Dan lo biarin Cristal mendekam di penjara?"
Jervaro menoleh. "Dia masuk penjara nggak ada urusannya sama gue," ucap pria itu enteng.
Jalen menatap sepupunya itu. "Dan lo percaya?"
Jervaro akhirnya menghentikan pekerjaannya. Ia balas tatapan sang sepupu. Ia mengeluarkan ponselnya kemudian menunjukkan hasil tes lab Cristal.
"Nggak cuma positif, tapi dua jenis narkotika ditemukan di apartemen dia. Apa jaminannya kalau dia beneran nggak makai?"
Jervaro mengambil ponselnya kemudian mencari sesuatu di sana. Beberapa detik kemudian ia tunjukkan kembali benda pipih itu pada Jalen.
"Itu rekaman dia lagi ngasih obat ke salah satu staf dapur waktu acaranya Austin, malam di mana makanan gue dikasih obat peransang."
Kening Jalen mengerut. "Maksud lo Cristal yang jebak lo?"
"Gue nggak mau nuduh tapi buktinya ada."
Jalen menarik napas dalam. Jalen pun tak menyukai Cristal. Tapi jelas bukan begini konsepnya.
"Kakeknya pengedar dan pebisnis barang haram. Nggak ada jaminan cucunya bersih," ujar Jervaro tajam. "Jangan bilang kalau gue nggak boleh nyamain mereka. Buktinya ada dan gue cuma bicara berdasarkan bukti."
"Jadi lo bener-bener akan biarin Cristal mendekam di penjara?"
Jervaro mengendikkan bahu. "Dia aja nggak minta bantuan gue. Terus ngapain gue nolongin dia."
"Aro!"
"Dia keluar dari penjara pun gue bakal nikahin dia kalau itu yang lo khawatirin. Tapi untuk hal satu ini gue nggak mau ikut campur. Dia berbuat dan dia harus bertanggung jawab."
Jalen tahu bagaimana kerasnya Jervaro ketika pria itu dalam mode keras kepala. Melawan Jervaro tak akan ada gunanya.
"Gimana kalau Cristal hamil?"
Kali ini Jalen berhasil mengenai ulu hati Jervaro. Pria itu tertegun.
"Lo tetap bakal biarin dia mendekam di penjara?"
Jervaro tak memikirkan sampai ke sana. Kini hal itu benar-benar mengganggunya.
...
Penjara jelas bukan tempat yang ramah. Apalagi bagi seorang Cristal yang selama ini selalu hidup dalam kemewahan. Tapi bukan itu intinya. Cristal terlalu lemah untuk melawan kerasnya hidup di dalam penjara. Cristal hanyalah seorang anak bawang sementara narapidana lainnya adalah kriminal yang sesungguhnya.
"GESER b*****t!" Kaki Cristal ditendang salah satu tahanan. Cristal yang baru hendak memejamkan matanya terpaksa membuka kembali matanya. Dengan kondisi kaki sakit dan jantung berdebar kencang, Cristal menggeser posisinya. Masalahnya ia sudah berada di sudut dan punggungnya sudah membentur dinding. Ke mana lagi Cristal akan menggeser posisinya?
"BUDEG?!" Si wanita berbadan besar kembali membentak.
"Maaf, Kak. Saya--"
"Minta dikasih pelajaran emang!" Rambut Cristal ditarik dan sebuah tamparan melayang ke wajahnya. Cristal masih terlalu baru untuk hal seganas itu. Ia tak sempat berpikir tapi rambut sudah kembali ditarik dan tamparan kedua melayang ke wajahnya. Dari segi badan saja Cristal sudah kalah, apalagi dari segi pengalaman.
Cristal merasa pusing luar biasa dan rasa sakit langsung menyapanya. Dengan tangan bergetar ia menyentuh sudut bibirnya dan dasar segar menghiasi jari Cristal.
"MAKANYA DENGER KALAU SENIOR NGOMONG! AWAS! KALAU MASIH NGEYEL GUE HAJAR LAGI LO!" tubuh Cristal didorong ke samping hingga membentur tembok.
Wanita tadi segera berbaring, mengambil seluruh tempat yang tersisa. Cristal menggeser tubuhnya ke sudut satunya, di ujung kaki si wanita berbadan besar. Seluruh tubuh Cristal bergetar hebat. Bagaimana cara Cristal bertahan di tempat semacam ini? Bulir bening mengalir dari pelupuk matanya.
Cristal memeluk tubuhnya sendiri, mengusir ketakutan yang menyelimuti. Cristal bahkan tak berani sekedar untuk memejamkan matanya.
Ini benar-benar mimpi buruk. Ini benar-benar tempat yang sangat dingin.
***