Memulai hidup yang baru. Bullshit. Itu adalah sebuah kalimat omong kosong. Kamu adalah orang yang sama, lalu bagaimana caranya memulai hidup yang baru? Menutup lembaran lama dan membuka lembaran baru. Siapa yang memberi izin untuk membuka lembaran baru?
Jervaro keluar dari lift. Di depan gedung perusahaannya tampak wartawan berkerumun. Pria itu menghembuskan napas pelan, di belakangnya Danny mengikuti. Selama satu minggu terakhir perusahaannya terus diserbu oleh wartawan yang haus akan informasi. Hal ini disebabkan oleh rumor yang tersebar disertai sebuah foto yang kejelasannya masih dipertanyakan. Salah satu artis di bawah naungan perusahaan yang Jervaro pimpin tengah terlibat skandal.
Langkah Jervaro masih sama--tegap dan gagah. Kaca mata hitam bertengger di atas hidung mancungnya. Begitu ia datang, para wartawan langsung menyerbu. Berbagai pertanyaan langsung dilemparkan. Puluhan pertanyaan itu tenggelam nyaris tanpa jawaban. Antara tak jelas pertanyaannya apa karena tertimpa pertanyaan lain atau karena Jervaro sama sekali tak menaruh perhatian pada pertanyaan-pertanyaan itu. Security memaksa wartawan itu memberi jalan untuk Jervaro lewat menuju mobilnya. Wartawan-wartawan itu masih menyerbu meski pintu mobil Jervaro sudah tertutup.
"Jalan.."
Danny mengangguk kemudian menekan pedal gas. Mobil hitam itu melaju meninggalkan gedung menjulang milik Vernon Group.
Jervaro tengah makan siang saat matanya menangkap kehadiran sosok yang sudah satu minggu ini tak ia lihat wajahnya. Di salah satu sisi restoran terlihat Cristal menghampiri meja seseorang. Ia bicara pada orang itu sebentar kemudian terlihat Cristal duduk. Cristal mengenakkan baju terusan warna hitam berlengan panjang. Rambutnya ia gerai. Obrolan itu jelas bukan obrolan yang romantis karena Jervaro hampir tak melihat ada senyum di wajah Cristal meski hanya sebuah senyum kecil.
Pria itu menghela napas pelan, kemudian kembali fokus pada makanannya. Tapi sesaat saja, nafsu makannya sudah hilang. Jervaro menghubungi Danny kemudian ia meninggalkan restoran tanpa Cristal ketahui.
"Terima kasih banyak," ucap Cristal beberapa kali.
"Tidak masalah."
Cristal kemudian pamit dengan hati yang sedikit lega. Cristal menarik napas dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Wanita itu melanjutkan langkah kakinya. Tapi baru beberapa langkah saja tiba-tiba hujan turun. Cristal yang sadar dengan cepat langsung berlari sekuat tenaga menuju halte yang berada beberapa meter di depannya. Ia menutup kepalanya dengan tas. Meski sudah berlari kencang tapi nyatanya baju Cristal masih sedikit basah.
Tak jauh dari halte, Jervaro memperhatikan setiap gerak-gerik Cristal dari dalam mobilnya. Awalnya Jervaro ingin pergi, tapi ia batalkan niat itu entah karena apa. Alhasil dia malah menunggu Cristal di dalam mobilnya. Ya, Jervaro memang menunggu Cristal di sana meski tak melakukan apapun. Bahkan setelah melihat wanita itu kehujanan, Jervaro masih diam membisu di dalam mobil.
"Kita jemput Nona Cristal, Tuan?" Danny memberanikan diri bertanya. Danny juga melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Cristal berlari di bawah derasnya hujan hanya dengan tas sebagai pelindung kepala. Kini hujan turun semakin deras dan belum ada tanda hujan akan berhenti. Dua kali bus lewat dan Cristal tak naik bus itu.
"Nggak," jawab Jervaro dingin.
Danny pun hanya bisa terdiam, tak lagi bertanya atau berkata.
Jervaro merogoh ponsel dari dalam kantong jasnya. Ia membuka layar dan bersiap berselancar di sana. Tapi lagi-lagi gerak jarinya terhenti. Kembali Jervaro arahkan pandangan ke wanita di seberang sana yang kini tengah memeluk dirinya sendiri karena mungkin dia kedinginan. Angin sepertinya berhembus dengan cukup kencang. Mata Jervaro menyipit saat melihat Cristal menempelkan ponselnya ke telinga.
Diam-diam Danny melirik sang bos melewati kaca. Danny benar-benar tak bisa menebak isi kepala sang bos. Selama seminggu ini benar-benar tak ada pergerakan apapun dari Jervaro. Padahal seingat Danny sang bos sudah menikah seminggu yang lalu. Tapi Jervaro terlihat benar-benar tak peduli pada istrinya itu. Hampir tak ada yang berubah dari kegiatan Jervaro. Ia bahkan masih makan dengan tenang seperti biasa. Danny sudah cukup lama bekerja dengan Jervaro dan paham bagaimana sifat sang bos. Tapi kadang Danny masih dibuat tak bisa berkata-kata.
Dering ponsel Jervaro memecah keheningan. Kembali Danny melirik melewati kaca. Jervaro menatap layar ponselnya sesaat sebelum menjawab panggilan yang masuk.
"Jalan," perintah Jervaro akhirnya. Danny bisa apa? Danny memang masih punya hati nurani sebagai manusia terlebih lagi Cristal adalah istri bosnya. Tapi jika Jervaro saja tak peduli lalu Danny harus bagaimana? Lagipula itu bukan urusannya, kan?
Mobil hitam itu berlalu, menjauh dan meninggalkan Cristal dalam dinginnya hembusan angin.
...
Cristal baru selesai mandi dan memakai baju. Ia mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer. Suara hair dryer menjadi satu-satunya suara yang memenuhi ruangan sampai dering ponsel terdengar dari arah kamar. Cristal meninggalkan kamar mandi.
"Halo Ma," Cristal menghempaskan pantatnya di pinggiran kasur.
"Kamu udah pulang ke Indonesia kenapa nggak ngasih tau Mama?"
Cristal menghela napas pelan. Cristal tak tahu sudah sebanyak apa dosanya pada sang Mama. Ia terus saja menciptakan kebohongan-kebohongan pada sang Mama.
"Mama udah makan?" Cristal alihkan obrolan.
"Cris," Agisti menghela napas berat. "Besok Mama ke apartemen. Banyak yang mau Mama bahas sama kamu. Kamu jangan bikin Mama khawatir." Kini suara Agisti berubah lirih. Terdengar jelas bagaimana khawatirnya ia.
"Hm," jawab Cristal pelan dengan gumaman. Cristal tak pernah mau mendebat sang Mama, terutama saat di telfon. Mengiyakan saja akan lebih baik karena itu akan lebih cepat selesai.
Benda pipih itu diletakkan di atas meja. Cristal kemudian merebahkan dirinya di kasur. Hari ini ia begitu lelah. Sudah 2 perusahaan yang Cristal datangi tapi lamarannya ditolak. Tadi adalah perusahaan ketiga tempat Cristal memasukkan lamaran dan hasilnya masih belum jelas. Cristal harus memutar otak untuk memikirkan kehidupannya ke depan. Cristal sudah putuskan untuk tak menerima lagi pemberian orang tuanya dalam bentuk apapun itu. Cristal bahkan sudah memikirkan untuk keluar dari apartemen ini.
Cristal memutar badannya menghadap ke kiri. Cristal tak bisa mengharapkan siapapun selain dirinya. Cristal tak mau merepotkan Mama dan Papanya.
Dering ponsel kembali menggema memecah keheningan. Cristal meraih benda pipih itu dan melihat nama Jervaro terpampang di layar. Di antara 4 kontak di dalam ponselnya, Cristal tak menyangka nama Jervaro yang akan muncul. Sebelum menjawab panggilan, Cristal lebih dulu menarik napas panjang. Ia sudah bersiap kalau-kalau Jervaro mencaci makinya.
"Buka pintunya," ucap suara itu dingin hanya sepersekian detik setelah Cristal menjawab panggilan.
"Hah?"
Tutt.. tutt.. Cristal mematung karena bingung. Dengan kening mengerut ia turun dari kasur kemudian keluar dari kamar. Cristal masih diam di depan pintu apartemennya, ragu untuk membuka pintu. Begitu pintu terbuka, sosok Jervaro menjulang berdiri di sana.
Benar-benar Jervaro dan Cristal cukup terkejut dengan kehadiran tak terduga ini.
"K-Kak.."
Jervaro langsung masuk meski belum dipersilahkan pemilik apartemen. Saat Jervaro lewat Cristal bisa mencium aroma alkohol. Ia mengernyit karena aroma itu menusuk hidungnya. Cristal bergegas mengikuti langkah Jervaro.
Langkah Cristal terhenti saat Jervaro menghentikan langkahnya. Keduanya saling tatap tanpa kata. Cristal bingung karena Jervaro tiba-tiba datang. Sedangkan Jervaro entah apa yang dia pikirkan.
Tiba-tiba tangan Jervaro terulur, menarik lengan Cristal. Dalam gerak lambat satu tangan lainnya terulur ke wajah Cristal, lalu dalam sekejap mata, bibir keduanya sudah menyatu. Semua terjadi begitu cepat dan Cristal sama sekali tak sempat berpikir. Jervaro datang tiba-tiba ke apartemennya saja sudah membuat Cristal terkejut dan bingung. Kini Jervaro tiba-tiba menciumnya--ralat--melumat bibirnya.
Cristal berusaha menarik tangannya dan mendorong Jervaro, tapi gagal. Kalah kuat. Cengkraman Jervaro di pergelangan tangan Cristal malah semakin erat. Akhirnya Cristal hanya bisa pasrah.
Beberapa menit bergerilya di bibir Cristal, Jervaro akhirnya menarik diri. Tapi hanya beberapa detik kemudian pria itu jatuh ke dalam pelukan Cristal--tak sadarkan diri.
"Eh. Kak. Kak.." Cristal menggoyang lengan Jervaro. Respon yang Cristal dapatkan hanya berupa gumaman pelan.
"Dia tidur?" tanya Cristal pada dirinya sendiri. Butuh usaha bagi Cristal untuk membawa Jervaro ke kasurnya dan membaringkan pria itu di sana tanpa cidera. Cristal menghembuskan napas. Ia ngos-ngosan sendiri mengingat jarak ruang tamu ke kamar lumayan jauh. Tapi begitu Jervaro sudah terbaring di kasur, barulah Cristal sadar.
"Kenapa aku bawa ke sini?" tanyanya lagi pada diri sendiri. Cristal pandangi badan besar yang sudah tak sadar itu. Cristal akhirnya putuskan untuk mengambil ponsel Jervaro dan menghubungi Danny. Tapi niat itu kandas begitu saja saat Cristal melihat permintaan password di layar ponsel Jervaro. Lagi-lagi ia menghela napas. Tentu saja ponselnya di password. Cristal akhirnya mengembalikan ponsel itu ke kantong jas Jervaro setelah ia berusaha keras melepaskan jas itu dari badan Jervaro. Tak lupa Cristal juga melepaskan sepatu pria itu.
Jervaro bergerak pelan, mungkin mencari posisi yang nyaman. Cristal kemudian mematikan lampu lalu meninggalkan kamarnya.
...
Pagi menjelang.
Pria berbadan besar itu menggeliat. Hal pertama yang ia lakukan adalah memijit batang hidung di antara kedua matanya. Kepalanya berdenyut. Hal kedua yang ia sadari adalah ia tidak tidur di tempat tidurnya sendiri. Kedua mata Jervaro terbuka. Dengan mata tajamnya ia menyisir seluruh ruangan, menebak di mana ia berada saat ini.
Hanya butuh waktu kurang dari dua menit untuk Jervaro tahu. Beberapa kali datang membuat Jervaro hafal tata letak barang-barang di kamar ini. Jervaro tak langsung bangkit meski sudah tahu di mana ia berada. Kepalanya pusing. Beberapa menit kemudian akhirnya ia bangkit, mencari di mana ponselnya berada. Jervaro akhirnya temukan benda pintar itu di dalam kantong jasnya di atas meja.
Ada 2 panggilan tak terjawab dari Danny dan 2 panggilan tak terjawab dari Maminya. Jervaro mengingat dengan cepat apa yang terjadi tadi malam. Ia menghadiri pesta tadi malam dan sebagai formalitas Jervaro menenggak alkohol di pesta itu. Tapi pertanyaannya adalah kenapa ia bisa ada di apartemen Cristal?
"Halo, Mi.." Jervaro menempelkan ponsel ke telinga. Ia mengedarkan pandangan sembari mendengarkan Maminya bicara. Jervaro tak menemukan keberadaan Cristal. Tak ada suara juga dari kamar mandi. Itu artinya Cristal tak ada di sana. Jervaro melihat jam di atas meja nakas. Jam 8 lewat.
"Hmm.." Jervaro selesai dengan telfonnya. Ia letakkan kembali ponsel itu di atas meja kemudian ia keluar dari kamar setelah mencuci wajahnya. Wangi makanan langsung menyusup ke hidungnya saat Jervaro keluar dari kamar. Suara berisik dari kitchen membawa langkah Jervaro ke sana.
Cristal tengah berkutat dengan peralatan memasak--memunggungi Jervaro. Sepertinya Cristal tak sadar akan kehadiran Jervaro.
Dering ponsel membuat Cristal terperanjat. Ia balik badan secara spontan sebagai bentuk refleks. Jervaro menjawab panggilan itu--tak peduli kini Cristal menatapnya dengan kedua bola mata membulat karena terkejut.
"Nggak usah," jawab Jervaro. Pria itu terlihat kesal. Keningnya mengerut dan tatapan matanya bertambah tajam. Rasanya Cristal tak pernah melihat Jervaro tersenyum. Jika tak berwajah dingin maka yang bisa Cristal lihat di wajah Jervaro adalah ekspresi marah. Kening mengerut dan tatapan tajam dipenuhi kobar api.
Cristal memilih mengabaikan dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Hm," jawab Jervaro menyudahi telfonnya. Tapi hanya beberapa detik setelah panggilan itu selesai, ponsel Jervaro kembali berdering.
Jervaro sepertinya sangat sibuk sekali.
"Halo Dwinna..."
Gerakan Cristal terhenti. Jervaro kemudian menjauh, terdengar dari suaranya yang perlahan mengecil. Cristal menoleh ke belakang dan Jervaro sudah hilang dari pandangan. Tak lama kemudian terdengar suara pintu ditutup. Jervaro berlalu melewati ruang tamu sudah memakai jasnya. Cristal tak menyapa atau bertanya. Jervaro datang tanpa mengatakan apapun maka pria itu juga bisa pergi tanpa mengatakan apapun.
Di depan pintu langkah Jervaro terhenti. Pandangannya tertuju pada rak sepatu Cristal. Ada beberapa pasang sepatu dan sendal di sana. Jervaro membuka pintu kemudian hilang sepenuhnya.
Cristal menyantap sarapannya seperti biasa seolah tak terjadi apa-apa. Selesai sarapan ia mencuci piring. Begitu semua pekerjaan di rumah selesai, Cristal meninggalkan apartemen. Cristal berdoa di dalam hati, semoga hari ini berjalan sedikit lebih manusiawi.
***