One More Touch

983 Words
        Aga berjalan menaiki anak tangga, kemudian melangkah melewati lorong-lorong hingga tiba di depan sebuah pintu. Ia berdiri di sana, menghabiskan waktu beberapa saat untuk menimbang. Kemudian ia putuskan untuk masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu, karena Aga yakin ia tak akan salah ruangan.  Dia sudah memastikan hal tersebut kepada beberapa orang yang ia temui sejak dari keluar mobilnya tadi.         Sepertinya sang pemilik ruangan tidak menyadari kedatangannya. Hal tersebut justru menguntungkan Aga, karena ia bisa memperhatikan wajah serius Rhea saat membaca buku. Berbeda jauh dengan penampilan satu minggu yang lalu, kali ini Aga mendapati Rhea sedang mengenakan kemeja polos berwarna putih. Matanya dibingkai oleh sebuah kacamata baca. Rhea menggulung rambutnya sehingga Aga bisa melihat dengan jelas leher indah perempuan tersebut.         Damn!         Aga menelan salivanya, perempuan itu benar-benar seksi dengan cara yang tidak masuk akal.         “Hm.” Aga berdehem, mencoba untuk mengambil perhatian Rhea dari bahan bacaannya. Dan seperti melihat hantu, mata wanita itu terbelalak kaget menatap ke arahnya.         “Selamat pagi, Profesor,” sapa Aga dengan senyum smirk andalannya.         “Apa yang sedang kamu lakukan di sini?” tanya Rhea dengan nada marah, tapi Aga bisa menangkap kegugupan dalam suara indah Rhea.         “Seperti yang kamu lihat, aku ke sini untuk menemuimu,” ujar Aga menanggalkan segala panggilan formalnya. Ia berjalan ke arah Rhea dan Aga bisa melihat wanita itu menatapnya panik.         “Ada keperluan apa kamu menemui saya?” tanya Rhea.         Aga mengangkat bahunya acuh, ia terus berjalan dan melewati meja Rhea. Kemudian Aga berdiri di samping tubuh Rhea yang kaku. Wanita itu tidak bisa bergerak ketika Aga membawa tangannya menyentuh anak rambut Rhea yang keluar dari ikatannya.         “Bagaimana kalau kukatakan, aku merindukanmu?” bisik Aga di telinga Rhea.         Secara spontan kepala Rhea menoleh ke arahnya, menjadikan wajah mereka berada dalam jarak yang sangat dekat. Mengambil kesempatan tersebut, Aga langsung mengambil kaca mata Rhea, melingkarkan tangannya ke punggung Rhea, menariknya dan langsung melumat bibir Rhea lembut. Bisa ia rasakan tubuh perempuan itu membeku sesaat sebelum akhirnya kembali meronta seperti saat pertama Aga menciumnya.         Mereka bergulat beberapa saat, tapi Aga tidak mau menyerah dari perlawanan Rhea. Ia menahan tangan wanita itu dengan satu tangannya di atas meja, sementara tangannya yang menarik punggung Rhea agar semakin merapat dengan tubuhnya.         Entah berapa lama waktu terlewati, Rhea ahkhirnya melemas dalam rangkulan Aga. Ciuman selanjutnya tidak lagi dibayangi oleh keraguan. Lidah Aga langsung menyeruak masuk dan menjelajahi seluruh kemanisan mulut Rhea.         Dia menggoda lidah Rhea agar membalas belaiannya. Usahanya tidak sia-sia, Rhea mulai membalas ciuman Aga dan mulai menjelajah bersamanya. Kedua tangan Rhea merayap naik dan bergantung ke baju Aga.         Aga dapat merasakan napas Rhea mulai tidak teratur, oleh karena ia melepaskan bibir Rhea dan membiarkan wanita tersebut meraup oksigen dengan rakus. Ketika Rhea masih mengatur pernapasannya, Aga mengangkat tubuh Rhea ke atas meja. Menjadikan posisinya sendiri berada di antara kedua kaki Rhea yang dibalut oleh celana panjang berwarna cokelat milo.         “Hen-tikan!” pinta Rhea gemetar.         Aga tersenyum senang, melihat bibir Rhea yang bengkak karena ulahnya juga wajah merah dan mata sayu wanita itu membuat Aga kembali menyurukkan kepala ke leher Rhea. Aga mengecup leher Rhea dan bermain di sana. Dan hal tersebut berhasil membuat desahan lolos dari mulut Rhea.         Keduanya terkejut beberapa saat, Rhea tidak pernah menyangka kalau ia bisa mengeluarkan suara seperti itu. Namun ketika Aga kembali melanjutkan aksinya, Rhea tidak bisa mencegah tarikan napasnya yang semakin cepat.         Aga bermain-main di lehernya, lalu mulai naik menuju pangkal telinganya. Hembusan napas dan isapan bibir Aga di sana membuat Rhea menggelinjang geli dan tanpa sadar membusungkan dadanya kepada Aga. Ia juga mendongak, memberikan akses lebih kepada Aga untuk menjelajahi lehernya.         Kepalanya sudah tidak bisa lagi berpikir ketika tangan Aga bergerak membuka kacing teratas kemejanya. Lalu pria itu memainkan kancing kedua sebelum membukanya. Rhea menggeleng pelan, lekukan payudaranya sudah mulai terlihat karena Aga kembali membuka kancing ketiga.         “Hen-tikan!” pinta Rhe lagi setengah mengerang.         Aga berhenti menyentuh kancing kemeja Rhea, tetapi ia kembali mengecup leher Rhea. Kemudian bergerak turun ke tulang selangka Rhea, ia menggoda di ceruk indah tersebut. Dan perempuan mungil tersebut tidak lagi melawan. Rhea justru memejamkan mata, membuat Aga semakin berani. Mulut Aga bergerak ke bagian depan leher Rhea, ia menghisap lembut di sana. Lalu meninggalkan jejak basah juga kemerahan.         Napas Rhea tercekat saat merasakan Aga menyesap lehernya, tapi kepalanya sudah pening luar biasa. Dan ia hanya bisa pasrah membiarkan dirinya hanyut oleh sensasi asing yang dibangkitkan oleh Aga secara perlahan. Jantungnya masih berdegup tak beraturan, ia juga gugup dan ketakutan, tapi sesuatu di dalam dirinya seolah ingin merasakan lebih.         Tubuh Aga semakin mendekat, bahkan tanpa sadar kaki pria itu sudah berada tepat di antara kedua paha Rhea dan menekan pusat dirinya. Menyadari ada sesuatu yang menekan di bagian terintim dirinya, membuat Rhea semakin terengah.         Sedangkan Aga semakin liar memainkan bibirnya di leher Rhea. Seolah kelaparan ia menyesap sampai ke batas belahan gunung kembar milik Rhea. Tangan pria itu bahkan tak tinggal diam, ia meremas Rhea sehingga perempuan itu menjerit kaget.         Aga menjauhkan kepalanya, ia melihat penampilan Rhea yang semakin menggairahkan. Namun sepertinya ia harus menghentikan perbuatannya sekarang juga. Karena ia yakin, kalau tadi Rhea tidak menjerit maka Aga tidak tahu kapan ia harus berhenti.         “Kamu sangat cantik,” puji Aga.         Rhea menatapnya bingung tapi ia benar-benar tidak bisa memproses apapun di otak cerdasnya.         “Aku harus berhenti sekarang,” ujar Aga. “Tapi aku akan kembali lagi.” Aga merapikan pakaiannya dan langsung melangkah keluar, meninggalkan Rhea yang terduduk lemas di atas lantai.         Sial.         Rhea mengutuk kebodohannya sendiri.         Dengan tangan yang masih gemetar, Rhea berusaha memasang kembali kancing kemejanya yang terbuka. Namun sepertinya kali ini efek sentuhan pria itu benar-benar melumpuhkan, karena setelah beberapa kali percobaan, Rhea tidak berhasil memasang kancingnya dengan benar. Yang ada justru tangannya yang tidak berhenti gemetar.         Rhea menyandarkan punggungnya ke meja, ia tidak berusaha untuk bangkit berdiri. Karena jauh di dalam kepalanya ia tahu bahwa kakinya sudah kehilangan tenaga setelah apa yang dilakukan Aga terhadapnya.         *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD