7-Ingin Memiliki Lebih Banyak

1354 Words
  "Buka baju, lu!" perintah Gio sewaktu mereka sudah berdua di dalam kamar. Gio membawa Valerie ke sebuah villa di daerah puncak.   Sialan! Maki Val. Ia mati kutu, nggak bisa mengelak lagi. Sekarang ia benar-benar jadi pelacurnya Gio. Bedanya Valerie nggak di bayar sama sekali.   "Lu budeg! Buka baju, lu!" Gio memandangi Val yang masih berdiri mematung dengan seragam sekolah.   "Harus langsung gitu, ya? Nggak bisa lebih lembut gitu, apa?" rungut Val sambil membuka kancing bajunya dengan gemetar. Ia takut, tapi terlalu gengsi buat mengakui perasaannya itu.   "Udah bagus nggak gue sobek baju, lu!"   "Se-semua?" Suara Val bergetar. Dia merasa terhina sekali.   "Eh-he ...." Gio tak sanggup berkata ketika melihat Val yang perlahan membuka kancing seragamnya dan menanggalkannya.   Gio sudah melihat banyak tubuh perempuan telanjang. Dari yang grade A sampai grade D. Dan Valerie bukan perempuan dengan tubuh istimewa, tapi pengaruh gadis itu padanya begitu besar. Gio mengatur napas sebaik-baiknya. Merasakan sesak yang membuat celananya menggembung.   “Shiit! Gue nggak tahan,” batin Gio.   Didekatinya tubuh Valerie dengan sekali Langkah lalu diraupnya bibir gadis itu. Dikecupnya bibir atas dan bawah bergantian dan Gio pun memasukkan lidahnya.   Val yang tidak paham hal-hal seperti ini hanya diam. Bingung dan tidak tahu harus apa. Masih ada kemarahan di hatinya dan perasaan terhina yang membuatnya ingin menendang selangkangann Gio. Tapi ditahannya karena terbayang wajah Mama dan keluarganya. Lagi pula, rasanya tidak terlalu buruk. Gio tampan meski ciumannya terlalu menggebu.   Gio merebahkan Val di kasur. Menghimpitnya dan mulai merayapi tubuhnya. Melihat Val yang tak bereaksi dan hanya diam mematung, Gio kesal. Seperti meniduri gedebog pisang saja.   “Kenapa diam?” tanyanya kesal.   Val bingung. Memang dia harus apa? Salto bolak balik? Atau jogged chicken dance?   “Gu-gue nggak tahu ….”   “Nggak tahu mau ngapain? Lu beneran baru pertama kali?” tanya Gio sambal merenggangkan jarak mereka. Val mengangguk. Gio memaki pelan.   “Ciuman juga belum pernah?” tanyanya lagi. Val menggeleng.   Gio mendengkus. Dia nggak percaya masih ada gadis seperti Val di era sekarang. Gio sering meniduri anak SMA makanya dia paham kalau anak SMA sekarang sudah banyak yang jebol.   “Umur lu berapa, sih? Masa selama berapa tahun … 17 tahun? Lu nggak pernah pacaran?”   Val mulai risih dengan pertanyaan-pertanyaan Gio. Didorongnya tubuh lelaki itu, tapi Gio tidak mau bergerak. Dia asyik mengamati wajah Val yang terlihat imut. Bibirnya yang memerah sangat lucu kalau sudah manyun. Bola matanya besar dengan alis lebat dan bulu mata lentik yang sempurna. Tatapannya sering meredup, membuat Val terlihat sangat seksi. Hidung Val mungil. Tidak terlalu mancung seperti hidungnya tapi jauh dari pesek. Dan yang membuat wajah itu semakin menggairahhkan untuk dilihat, ada tahi lalat di atas bibirnya yang membuat Gio ingin mencium terus dan terus.   “Lu cantik. Sangat cantik. Kenapa nggak pacaran? Nggak mungkin nggak ada lelaki yang suka sama lu, kan?”   Val enggan menjawab. Dia juga nggak tahu kenapa enggan pacaran. Rasanya semua anak lelaki di sekolahnya kelihatan kekanakan dan tidak dewasa. Val tidak suka kalau mereka sudah ngumpul dan ngomongin game. Game dan game. Sejauh ini memang belum ada lelaki seumurannya yang membuatnya terpikat. Meski diakui, ada banyak lelaki yang mengiriminya surcin – surat cinta – atau bahkan menembaknya terang-terangan. Sayang semua harus Val tolak karena dia memang … tidak minat.   “Bukan urusan lu.”   Gio terkekeh. Dia berguling ke sisi Valerie dan berbaring menatap plafon. Tidak disangka mengenal Val lebih menarik dari yang dia bayangkan. Tiba-tiba terlintas pikiran menyenangkan di kepala Gio. Dan dia tertarik untuk mencobanya.   “Gue punya usul. Anggap hari ini gue sedang baik. Gue nggak akan nidurin lu hari ini.”   Val menoleh. Semoga telinganya tidak salah dengar. Hari ini balon milik papanya tidak jadi digunakan?   “Kenapa?”   Gio menoleh. Terkekeh. “Apa lu berharap gue bakal nyentuh lu sekarang? Lu mulai merasa keenakan sama elusan gue?”   Dih, najis! Batin Val.   “Nggak usah malu. Gue juga nggak malu, kok mengakui perasaan gue. Gue suka ama elu, Val. Lu menarik dan unik. Mulai sekarang, kita pacaran, oke? Jangan membantah!” Gio bangkit dari kasur dan merapikan pakaiannya. “Pake baju lu lagi. Gue anter pulang.”   Tu-tunggu. Jadi mulai sekarang dia punya pacar? Dan dia itu Gio? Rasanya Val melihat langit bakalan runtuh di kepalanya.   =*=   “Cukup! Turunkan gue di sini saja,” pinta Val. Masih lima rumah lagi menuju tempatnya.   “Rumah lu yang mana?” tanya Gio celingukan. Dia ingat jalan ini. Rumah tempat mereka memperkosa Val sudah terlewati.   “Nggak perlu tahu.” Val bersiap turun, tapi tangan Gio mencegahnya.   “Gue pacar elu mulai hari ini. Ingat? Jadi gue akan membuat lu merasakan sensasi nikmatnya punya pacar. Termasuk diantar ke rumah. Cepat tunjukkan di mana rumah lu sebenarnya.”   Val mengerang, dia belum siap memperkenalkan Gio pada keluarganya. Mungkin malah tidak akan pernah memperkenalkan lelaki itu pada keluarganya.   “Pikirin lagi, ini udah jam berapa? Lu butuh alasan yang tepat kenapa pulang sampai malam. Hape lu lobet, kan?”   Sial! Gio benar, Val tadi belum sempat menghubungi Mama untuk memberi tahunya kalau dia pulang telat. Mereka pasti khawatir dan ponsel Val kehabisan daya. Dasar ponsel uzur, dipakai sebentar saja sudah langsung habis daya!   “Iya, iya! Bawel! Maju lagi lima rumah. Cat kuning lemon itu rumah gue.” Val menyerah. Berdasarkan pengalamannya, Gio bukan lelaki yang gampang menyerah. Dia bakal terus memaksa sampai keinginannya terpenuhi.   “Stop! Sudah. Gue turun di sini. Lu, nggak usah turun!” Val melirik galak ke arah Gio.   Namun yang Namanya Gio, semakin dia dilarang malah semakin nekat. Bukannya tetap diam di mobil, dia malah mengekor Val.   Belum juga Val tiba di depan pintu rumah, Mama sudah membuka pintunya dan membelalak memandangi anak perempuannya. Pandangan yang awalnya cemas dan lega, perlahan berubah menjadi amarah. Sepertinya Val bisa melihat ada asap keluar dari kepala Mama.   “Valerie Adam! Kenapa kamu baru pulang jam segini dan HP-mu mati? Mau jadi anak nggak beres, ya kamu?” Mama menghambur ke arah Val dan sepertinya akan melakukan sesuatu yang menyakitkan pada gadis itu.   Melihat Mama yang sudah dirasuki amarah, Val mundur ke belakang dan tubuhnya menabrak Gio. Val menoleh. TIdak menyangka lelaki ini belum pergi meninggalkannya. Pandangan mereka bertemu, Gio mengedipkan sebelah matanya. Dan adegan selanjutnya membuat Val ingin muntah darah.   “Selamat malam, Tante. Maaf saya membawa Val jalan sampai lupa waktu. Tadinya mau membelikan Val ponsel yang bagus supaya nggak lobet terus, tapi dia menolak. Mungkin nanti Tante bisa bujuk dia untuk menerima pemberian saya.”   Val memutar bola matanya. Tidak menyangka lelaki berengsek ini bertingkah manis. Membelikan ponsel apa? Val mau muntah. Bukan membelikan ponsel kali, tapi menyentuh tubuh Val seolah tubuh dia layar ponsel yang harus di touch-touch.   “Ada apa, Ma?” Suara Papa terdengar. Lelaki bijak itu menyusul Mama keluar karena mendengar keributan. Memang, suara Mama sebelas dua belas sama toa masjid.   “Ini, Pa. Val dianter cowok ganteng. Anak siapa ya bisa ganteng gini? Ngidam apa orang tuanya pas hamil dia?” Kata-kata Mama semakin membuat Val jengah.   Yang jelas bukan ngidam kue balok kayak Mama waktu mengandung Val. Lagi pula kenapa Mama jadi terpesona sama Gio? Bukannya seharusnya Mama marah, ya? Laki-laki aneh di belakang Val memang tak terduga. Kenapa semua tentang Gio terlihat indah di mata orang-orang?   “Oh, ya ampun. Pak Gio. Ada apa mengantar anak saya? Apa anak saya menyusahkan Bapak?”   Gio menatap aneh pada Papa. Val jadi makin nggak enak. Keluarganya emang unik tapi ini bukan saat yang tepat untuk menunjukkan keunikan masing-masing.   “Ah, Bapak pasti nggak kenal saya. Saya ini karyawan Bapak di bagian pemasaran.”   Gio mengangguk paham. Val membuka mulut. Dunia kenapa begitu sempit? Ada, ya kebetulan semacam ini? Kirain cuma ada di n****+ karangan Celopurs saja.   “Oh, maaf, saya nggak familiar sama wajah Bapak. Tapi mulai hari ini akan saya ingat karena Bapak ini orang tuanya Valerie.” Gio mengulurkan tangan mengajak salaman. Papa terkejut, untuk apa ngajak salaman? Puasa saja belum masa mau lebaran duluan?   “Pak Adam. Saya Gio, mulai hari ini saya pacaran sama anak Bapak, Valerie. Mohon bimbingannya.”   Skripsi kali, ah pake dibimbing! Val memutar bola matanya lagi untuk ke sekian kali. [] ================ ©elopurs – 2021  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD