BAB 59

1252 Words
Lengan bajuku sudah aku gulung setinggi sikut, aku mengambil pisau di box yang sudah kubawa dari rumah sedangkan Bian tengah memindahkan buah melon dan semangka dari penyimpanan yang dibawa Adrian dan Gita. Kami berkerja bersama untuk menyiapakan makanan yang enak, apalagi kami semua merasa lelah. Aku mengambil buah melon dan aku kupas perlahan, membelahnya menjadi dua terlebih dahulu agar lebih mudah untuk dibersihkan. Setelah aku membersihkan melon aku menatap Bian dan memintanya untuk memasukan air ke dalam mangkuk agar bisa aku gunakan untuk mencuci buah. "Ada yang mau dibantu?" tanya Adrian yang tiba-tiba datang, aku memanggil Bian ternyata Adrian menyusul datang tidak lama setelah itu. "Em ..., Kayaknya gak ada. Bantuin Gita aja biar cepet kelar," ujarku tetap fokus menyelesaikan apa yang sedang aku kerjakan. Adrian menarapku kesal dan tanpa bantahan Adrian pergi lagi, kulihat kali ini ia membawa bungkusan sampah mungkin akan dibuang olehnya. Aku senang melihat Adrian yang berkerja keras, melihatnya melakukan sesuatu membuatku yakin jika Adrian cukup hebat untuk bekerja. Aku dan Adrian juga berada di hubungan yang saling mendukung, apapun yang Adrian kerjakan selalu aku dukung jika itu baik baginya dan begitu pula dengan Adrian yang selalu mendukungku dengan apapun yang aku kerjakan. "Lun ini kayaknya cukup buat wadahnya," ucap Bian yang kembali membawa wadah untuk es buah berserta mangkuk yang berisi air. Setelah Bian meletakkannya aku langsung mencuci buah yang sudah aku kupas kulitnya tadi, lalu memotongnya menjadi bagian yang lebih kecil. "Boleh tuh kamu masukin sirup sama es batunya," ucapku meminta bantuan dengan Bian. Aku memasukkan buah melon yang telah aku potong ke dalam wadah sepert berukuran sedang yang di bawa oleh Bian tadi, kalu melanjutkan memotong semangka dan memasukannya juga. Bian mengaduk es buah yang kami buat, sesekali memintaku mencicipinya. Aku mengacungkan jempolku saat merasakan rasa yang pas, enak tidak terlalu manis namun memiliki rasa dan segar karena ada buah di dalamnya. "Oke nih, ya udah panggil mereka deh biar bisa minum bareng," ucapku pada Bian setelah aku selesai memotong semua buah - buahan. Bian berjalan memanggil Adrian dan Gita, aku mengambil gelas kertas lalu kuletakkan di dekat es buah yang sudah kubuat. Aku membiarkan Gita dan Adrian mengambil lebih lebih dulu, mereka terlihat sangat kelelahan. "Apa nih?" tanya Gita saat mendekat, ia melihat ke dalam wadah es yang tadi aku dan Bian buat. "Es buah," jawabku singkat. "Gak ada makanan ya?" tanya Gita sambil mengambil es buah, ia awalnya terlihat enggan namun akhirnya tetap saja mengambil bahkan ini sudah sendokan keduanya. "Gak sempet masak, udah mepet." "Gak sempet atau gak bisa," balas Gita yang seakan mengejekku namun kudiamkan, aku tidak ingin ribut karena menyauti Gita. Semakin hari memang Gita semakin membuat ricuh, aku merasa Gita terkadang sengaja membuat kericuhan untuk mencari perhatian. Padahal, aku terkadang sudah berusaha untuk tidak terlalu meladeninya. Kulihat ia menyerahkan cangkir pertama yang ia ambil tadi ia serahkan pada Adrian, lalu mengambil cangkir kedua yang ternyata untuknya sendiri. Padahal Adrian sudah menolak namun Gita terlihat memaksa Adrian untuk menerima, mungkin karena merasa tidak enak Adrian akhirnya menerima cangkir itu. Selama waktu istirahat aku hanya diam, aku tidak ingin energiku habis dengan sia - sia. Tubuhku juga akan terasa cepat lelah jika aku membuang - buang energiku untuk hal yang tidak penting. Aku terdiam, saat Bian ikut mengambilkan es buah untukku. Langsung saja kuterima, tanpa banyak bicara dan meminumnya. *** Setelah kami semua selesai mendirikan tenda dan beristirahat, panitia mengumpulkan kami untuk memberikan arahan tentang kegiatan yang akan kami lakukan. Di bawah pohon kami duduk sambil mendengarkan panitia yang membuka acara, seridaknya kami tidak perlu panas - panasan dan hanya mendengarkan dari bawah pohon. "Baiklah, karena perkemahan ini adalah untuk pengakraban. Sore ini kita akan masak bersama dengan tim yang sudah dibagi, nantinya masakan semua tim akan di sajikan bersama sehingga bisa saling berbagi. Jadi, kami harap kalian bisa memasak dengan porsi yang cukup untuk tujuh pasangan disini." Aku mendengarkan setiap arahan, memutar otak harus memasak apa. Karena untuk dimakan bersama, harusnya makanan yang enak dan mengenyangkan. Apalagi ini akan mempengaruhi penilaian, jadi aku harus memikirkannya dengan baik. Menang atau kalah memang urusan terakhir, tapi tetap saja dalam melakukan sesuatu tetap membutuhkan usaha. Sekecil apupun itu tetap saja akan membutuhkan usaha, sehingga menurutku tidak ada hal yang dilakukan itu sia - sia. "Untuk bahan sudah kami bebaskan, namun peralatan dan jenisnya sudah kami bagi sebelum perkemahan kemarin. Kita akan mulai masak setelah ini bubar dan batas waktu masak adalah 2 jam. Jadi, selesai magrib kita akan makan malam bersama." Setelah pengarahan selesai, kami kembali ke tenda kami masing-masing untuk mulai menyiapkan makan malam. Tubuhku terasa lelah karena kegiatan yang berjalan cukup panjang, aku bahkan masih memikirkan apa yang harus aku masak. "Lun, kita mau masak apa nih?" tanya Adrian tiba - tiba, entah dari mana ia datang. "Kalian beli apa?" tanya Bian menatap Gita datar. "Beli telur sama kentang," ucap Adrian menjawab dengan cepat. "Kita mau buat telur balado sambal kentang," ucap Gita tiba-tiba memotong, Gita bahkan terlihat percaya diri dengan masakannya. "Kayaknya jangan pedes deh, soalnya anak lain ada yang masak balado-baladoan sama sambel." "Kan beda, ini pake telor. Lagian, mau digimanain? Di dadar? Biasa banget," protes Gita, aku menarik napasku dalam. "Ini penilaian kelompok atau pasangan?" bisikku pada Bian. "Pasangan, tapi sepuluh persen dari penilaian kelompok," balas Bian juga sedikit berbisik, aku menggelengkan kepalaku merasa pusing dengan kerja sama kelompokku. "Gak bisa egois," batinku mencoba untuk membuat diriku sabar. "Gimana kalo kentangnya disambel kering, terus telurnya disemur?" ucap Gita tersenyum lebar, aku heran sudah berapa kali ia mengganti pilihannya. Aku memberi saran, namun Gita terus saja menolak ucapanku. "Okelah terserah," ucapku pasrah, aku sudah melakukan sebisaku tapi Gita seakan tidak memperdulikannya. Aku menyerah karena berdebat hanya akan menghabiskan waktu saja. Lebih baik memulai dengan segera daripada kehabisan waktu dan tidak bisa masak dengan maksimal. Lagi pula, melihat Gita yang terlihat seakan terus memancing kerinutan hanya terus membuang emosiku. Tanganku memilah beberapa bahan masakan yang nantinya akan aku gunakan untuk memasak, Bian juga membantuku dengan memeriksa dan mengambil beberapa kebutuhan. Bian cukup bisa diqndalkan, terkadang bahkan tanpa aku minta atau aku beri tahu Bian sudah melakukan tugasnya terlebih dahulu. Jujur saja, setelah beberapa kali berkerja sama demgan Bian aku cukup ouas dengan hasil dari kinerja kami. Kami hampir tidak pernah berdebat dan menyelesaikan permasalahan yang ada denhan berdiskusi, itu cara kami menyelesaikan tugas kami bersama. Aku memasukkan ke dalam keranjang beberapa sayuran dan bahan masakan yang sudah aku pilih dan aku sisihkan, sehingga aku tidak perlu lagi membongkar bahan - bahan lain yang nantinya malah akan menghabiskan waktu untuk menyusunnya kembali. "Bian ayok," ucapku berjalan duluan menuju tempat memasak yang sedikit berjarak dengan tempat masak Gita. Kulihat, Adrian terus saja menatap kesal ke arah Bian. Namun, mungkin Bian tidak menyadarinya. Tapi apa yang bisa kulakukan, Bian disini adalah partner-ku, sedangkan Adrian adalah partner Gita jadi tidak mungkin untuk bertukar. "Bian, kita masak cumi pedas manis saus tiram." "Biar aku yang bersihin Cuminya, udangnya mau sekalian dibersihin gak?" "Oke kalau gitu, kamu yang bersiin. Aku nyiapin bumbunya," ujarku. Aku dan Bian.mengambil alih tugas yang berbeda, Bian sibuk dengan seafood sedangkan aku tengah mengupas bumbu dapur untuk memasak. "Luna, kamu beneran gak apa-apa?" tanya Bian tiba-tiba. Aku tertawa kecil, "gak apa-apa, udah biasa. Dulu sering gini kalo kecapean," ucapku menenangkan. Aku bahkan lupa jika tadi aku mimisan, karena teringat mungkin saat pulang dari sini nanti aku berniat untuk segera mengecek lagi. Aku tidak ingin terlambat mengetahuinya seperti kemarin. "Gentian aku mau nanya," ucapku, entah sejak kapan pembicaraan kami berubah menjadi saling tanya. "Kenapa sekarang aku-kamu, enggak lo-gue lagi?" tanyaku membuat Bian terdiam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD