BAB 33

1243 Words
Siang ini, aku ditemani oleh tante Erly karena ayah harus berkerja dan baru bisa kembali nanti sore. Sedangkan Adrian yang sudah semalaman menemaniku sudah lebih dulu pulang, itupun karena sedikit dipaksa oleh tante Erly. Padahal, Adrian masih ingin tetap tinggal. Aku juga menyetujui ucapan tanter Erly, karena tidak tidak baik jika dia ada di sini apalagi semalaman ia sudah menjagaku.Siang ini, aku ditemani oleh tante Erly karena ayah harus berkerja dan baru bisa kembali nanti sore. Sedangkan Adrian yang sudah semalaman menemaniku sudah lebih dulu pulang, itupun karena sedikit dipaksa oleh tante Erly. Meski begitu, Adrian tetap menuruti ucapan tante Erly dan pulang ke rumah. Pekerjaan tante Erly sebenarnya cukup banyak, hingga ia bawa ke sini membuatku merasa tidak enak terus saja merepotkannya. Sudah kuminta sebenarnya agar tante Erly kembali ke kantor, namun ia tetap memilih untuk bekerja di sini sambil menemaniku. "Beli di manan Tante?" tanyaku menunjuk irisan buah mangga yang ada di atas meja, aku mengambil lagi buah mangga yang sudah terpotong itu karena memang rasanya sangat manis tidak ada rasa asam sama sekali, baunya juga sangat harum. Buah yang tadi dikupas oleh tante Erly kami makan bersama, aku membantunya sedikit memeriksa tugasnya. Dulu, saat aku tinggal dengan tante Erly terkadang aku membantunya memeriksa pekerjaanya jadi aku cukup banyak mengerti mengenai bidang ini. Tante Erly menatap ke arahku yang memang menurutnya bukannya ingin segera berhenti tapi tetap saja meneruskan pekerjaan ini, padahal sebenarnya aku memang suka. "Udahan Lun, capek nanti. Ayo istirahat dulu," ucap tante Erly mengingatkanku untuk beristirahat karena aku juga yang memang bersikeras untuk membantu tante Erly. Aku tersenyum kecil, "gak apa-apa Tante, gini doang gak capek," ucapku meyakinkan tante Erly. Aku merasa tidak enak hati memang, aku ingin berusaha sebaik mungkin untuk membantu tante Erly, apalagi rasanya aku masih belum bisa membalas budi untuk setiap bantuan yang tante Erly berikan kepadaku. Pernah, suatu hari saat aku pertama kali mendapatkan hasil dari royaltiku aku dengan bersemangat berniat memberikannya kepada tante Erly namun dengan tegas ia menolak dan meminta untuk aku memakainya sendiri untuk melengkapi kebutuhanku. "Iya gak cape, tapi buat stress." Tawa kecil keluar dari bibir tante Erly, aku juga jadi ikut tertawa bersamanya. Aku tertawa, saat terpikir jika benar juga perkataan tante Erly. Memeriksa desain interior rumah memang tidak melelahkan, tapi cukup membuat stress karena memikirkan apakah sesuai dengan keinginan pelanggan. "Adrian semalam di sini, kamu yakin gak ada hubungan apa-apa sama dia?" tanya tante Erly, aku jelas mengerti tante Erly pasti cukup curiga jika hanya teman mengapa Adrian sering pergi bersama kami untuk waktu yang sudah cukup lama. "Loh, gak ada apa - apa. Emang dasaran dia di suruh pulang malah gak mau," ucapku masih dengan tawa kecil. "Beneran tuh, bukannya kamu yang gak mau dia pulang?" ucap tante Erly yang sengaja menjahiliku. Aku dengan cepat membantah, "bukan gitu Tante," sautku cepat. "Terus sebenarnya kenapa?" tanya Tante Erly, aku tahu sekali jika tante Erly terlihat sangat penasaran "Sebenarnya," ucapku ragu. Daripada karena ragu, aku lebih susah menceritakannya kepada tante Erly karena aku merasa malu. Bukan karena hubunganku dengan Adrian, tetapi aku malu untuk menceritakan masalah percintaanku kepada tante Erly yang sebenarnya bukan orang lain lagi untukku. "Sebenarnya kalian pacaran 'kan?" potong tante Erly membuatku tersipu, aku mengangguk membenarkan. "Iya Tante, baru kemarin," ucapku akhirnya jujur, aku menatap hati - hati tante Erly tapi ternyata ia tersenyum dengan lebar setelah mendengar itu. Tidak ada pilihan lain, tante Erly terlihat sudah sangat mencurigai hubungan kami. Aku yakin tante Erly tidak akan berhenti bertanya hingga jawaban yang aku beri memuaskan rasa penasarannya. "Kemarin?" tanya tante Erly terlihat bingung sesaat, namun setelah beberapa detik ia akhirnya sadar dengan apa maksudku. Aku tersipu malu, "iya, kemarin." Tante Erly yang seakan mengerti jika aku sedang merasa canggung dan malu langsung mendekat dan meraih tanganku. "Tante setuju kok kalo sama Adrian," ucap tante Erly melirikku sekilas dengan senyuman penuh arti. Aku membalas pelukan dari tante Erly, syukurlah setidaknya saat ini aku lunya tante Erly yang bisa aku ceritakan tentang aoa yang membuatku senang tidak hanya saat aku mendapatkan masalah saja. "Terima kasih, Tante." "Iya, sama-sama. Tante tahu kok kalo Adrian anak yang baik, jadi Tante bisa percaya kalo kamu sama dia." Aku berterima kasih karena dukungan yang selalu tante Erly berikan setiap aku mengambil sebuah keputusan. Meski begitu, dengan bantuan tante Erly, Adrian menuruti ucapannya dan pulang ke rumah. Padahal, sejak pagi susah sekali untuk aku meminta Adrian pulang dan beristirahat, ada saja alasan yang ia punya. "Oh iya, Tante jadi ingat," ucap tante Erly tiba - tiba, aku menatapnya dengan pandangan penuh tanya. "Ingat? Memangnya Tante ngelupain sesuatu?" tanyaku yang menatapnya kebingungan. "Ingat gak saat kamu di pukul, Adrian langsung panik banget apalagi kamu sampe mimisan." Aku terdiam mengingat kejadian waktu itu, sebenarnya tidak hanya Adrian tapi om Juna juga terlihat sangat panik. Hidupku benar-benar berubah saat Adrian datang, aku bahkan bertemu dengan ayah lagi. "Luna juga kaget banget," ucapku menggelengkan kepala enggan meningat kejadian saat itu. Aku sendiri tidak ingat dab sadar dengan jelas tentang kejadian itu, karena rasanya semua berlalu dengan cepat. Saat sadarpun yang pertama kali aku ingat adalah saat terbangun dan aku sudah berada di rumah sakit. "Kamu sadar gak kalo Adrian datang, semua berjalan dengan baik." Aku terdiam selama beberapa saat, benar apa yang dikatakan oleh tante Erly jika sejak Adrian pindah ke sekolah dan duduk di sebelahku aku merasa semua menjadi berubah. Bukan perubahan yang mengerikan, tapi perubahan yang lebih baik. "Luna setuju sama Tante, karena Luna juga sempet mikir kayak gitu. Luna sampe mikir, apa Adrian bener-bener dikirim oleh Tuhan untuk Luna. Karena saat itu Luna ragu banget, apalagi susah bagi Luna untuk percaya sama orang. Tetapi, Adrian datang menawarkan mengajak Luna berteman." Ingatanku kembali lagi ke masa-masa awal bertemu dengan Adrian, perlakuan dan segala tentang Adrian adalah salah satu hal terbaik yang diberi Tuhan untuk Luna. "Tante juga bersyukur ada laki - laki lain yang bisa menjaga kanu, terlebih itu adalah Adrian." Aku tersenyum kecil, "terima kasih Tante." Saat aku dan tante Erly sedang asik mengobrol sambil menyelesaikan pekerjan tante Erly yang hampir selessi, aku mendengar suara pintu yang terbuka. Pandangan mata aku dan tante Erly segara mengarah ke pintu yang terdorong dari luar. "Assalammualaikum." Pandangan mataku yang mengarah ke pintu menatap dari sana sosok Ayah masuk membawa sebuah bungkusan yang aku tidak tahu apa isinya bersama dengan om Juna yang juga terlihat membawa sesuatu. "Apa itu, Yah?" tanyaku tepat setelah ayah duduk di sofa dekat om Juna yang sudah lebih dulu duduk "Ayah bawain kamu sate, sama jus jambu kesukaan kamu." "Beneran, Yah?" tanyaku dengan mata yang berbinar. Sudah lama sekali aku ingin memakan sate, bahkan tidak akan bosan untukku jika tiap hari memakan sate. "Ayah, makasih. Luna udah lama banget gak makan sate," ucapku senang menerima bungkusan itu. "Sini biar Tante pindahin," ucap tante Erly yang tersenyum melihat antusiasku. Aku memberi bungkusan itu pada tante Erly yang langsung dibukanya bungkusan itu dan dipindahkan ke piring. Kami makan malam bersama, seperti biasa diiringi dengan lelucon yang dilontarkan oleh om Juna dan ayah bergantian. "Ayah sama Om kok bisa datengnya barengan?" tanyaku lenasaran. Om Juna tertawa kecil, "namanya juga kebetulan, siapa yang tau bakal sama - sama ketemu di tempat beli sate." Aku tertawa kecil, "jangan - jangan," ucapku terpotong. Om Juna juga seakan menunggu lanjutan dari ucapanku, "jangan - jangan apa Lun?" tanya om Juna setelah beberapa saat aku belum melanjutkan ucapanku. "Jangan - jangan jodoh," ucapku yang tertawa disusul dengan tawa kecil dari tante Erly, juga tatapan horor dari ayah dan om Juna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD