Bab 13. Kembali

1552 Words
Rangga terus menemani Riana yang tengah tertidur pulas. Sepertinya memuntahkan cairan hitam kental tadi benar-benar menguras tenaganya. Lagipula Bi Narti tadi mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kenapa Riana mengeluarkan banyak cairan hitam karena Penyihir Hyunfi memasukkan racun ke dalam tubuh Riana terus membuat produksi cairan kental hitam di dalam tubuh Riana semakin banyak. Rangga semakin tidak tenang mengingat kondisi fisik Riana yang tak kunjung membaik, justru semakin memburuk. Penyakit Riana yang sudah diderita selama sepuluh tahun saja belum ditemukan obatnya. Selama ini Bi Narti hanya memberikan obat yang memperlambat kinerja penyakit di dalam tubuh istrinya. Terus terang, melihat istrinya sering kali terbaring tak sadarkan diri membuat hati Rangga teriris. Rasa bersalah terhadap istrinya juga kian bertambah. Jika saja dulu Rangga tidak ceroboh, pasti hal itu tidak akan terjadi. Rangga mengambil tangan Riana, menggenggam, mengelus perlahan dengan ibu jari. Usapan di tangan Riana sangat lembut dan tulus. Rangga menatap lamat-lamat wajah istrinya—terlihat lelah. Tak lupa Rangga juga membelai lembut pipi Riana, berharap istrinya cepat membuka mata. Pintu kamar terbuka. Bi Narti masuk ke dalam kamar membawa nampan berisi sepiring nasi beserta lauk dan segelas air putih. Dia meletakkan nampan itu di atas nakas di samping tempat tidur. “Apakah masih dibutuhkan waktu yang lama menunggunya bangun?” tanya Rangga lirih—tidak sabaran. Bi Narti menghela napas panjang, menatap prihatin wajah Riana. “Dia terlalu lelah, dan tubuhnya tidak fit. Butuh waktu lama menunggunya bangun.” Mendengar jawaban Bi Narti membuat Rangga tertunduk lesu. Terus terang bukan itu jawaban yang ingin Rangga dengarkan. “Lebih baik kau istirahat, Rangga. Mungkin besok pagi Riana turun.” Bi Narti hampir lupa. “Jangan lupa dimakan.” Matanya mengarah ke nampan. Bi Narti benar. Dia juga merasa lelah. Menunggu Riana bangun sampai besok pagi pun, bukan pilihan yang bijak. “Baiklah. Aku pergi.” Bi Narti keluar kamar, meninggalkan Rangga dan Riana yang sedang tidur. __00__ Farhan keluar dari kamar mandi. Di lehernya melingkar handuk. Dia sudah memakai satu set pakaian yang diberikan Bayu tadi. Bayu terlihat fokus dengan bukunya di meja belajar. Dengan lampu belajar menyala terang, pandangan matanya tidak teralihkan sedikit pun dari buku. Jika dilihat, tipe orang seperti Bayu sangat kutu buku sekali. Dilihat sekilas, Bayu dan Ryan terlihat serupa. Mereka berdua adalah tipe orang akademis yang selalu mengabiskan waktu untuk buku. Namun jika diperhatikan lebih teliti, cara belajar Bayu sedikit berbeda dari Ryan. Ryan masih bisa merespon gerakan atau pun situasi sekitar, sedangkan Bayu tidak. Dia serasa tenggelam dalam dunianya sendiri saat belajar. Hal itu bisa diketahui saat Farhan beberapa kali memanggil namanya. Bayu baru menoleh ketika Farhan menyentuh bahunya. Dia berniat menanyakan apakah Bayu memiliki sisir atau tidak? Bayu mengangguk. Dia beranjak dari kursi belajarnya, berjalan menuju lemari hias mini di kamarnnya, menarik laci, mengeluarkan sisir. Farhan menerima sisir itu kaku. Dia masih belum menyesuaikan diri dengan Bayu. “Kalau butuh sesuatu, katakan saja. Aku akan membantu,” Bayu berujar sambil tersenyum, berjalan kembali menuju meja belajarnya. Farhan membalas perkataan Bayu hanya dengan anggukan. Dia tidak tahu harus berbicara apa dengannya. Ini adalah kali pertamanya Farhan susah untuk berbaur atau pun berbicara dengan orang baru. Biasanya Farhan sangat mudah untuk berinteraksi dengan orang lain. Setelah menyisir rambur, Farhan keluar dari kamar Bayu menuju ruang tengah. Di sana ada Adi dan Ani. Mereka berdua tengah menunggu Ryan. “Bagaimana keadaannya?” tanya Bayu setibanya di ruang tengah. “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” Adi berkata tenang. Wajahnya terlihat sangat bersahabat. “Dia hanya kaget.” Ani menoleh. “Kamu sudah makan?” Bayu mengangguk sebagai jawaban. Dia bahkan melupakan kata lapar saat ini. Melihat Ryan tergeletak pingsan membuatnya khawatir. Tentu saja. Keselamatan Ryan adalah prioritas sekaligus tugasnya. “Kamu sudah berusaha. Penyihir Hyunfi tidak mudah dikalahkan.” Adi seolah bisa membaca pikiran Farhan. Perkataannya menjadi penyemangat untuk Farhan saat ini. “Sudah pukul 2 pagi, lebih baik kamu istirahat,” Ani menyarankan. Yang langsung terlintas di benak Farhan bukannya membenarkan perkataan Ani barusan. Pukul 2? Farhan menemukan perbedaan antara Ryan dan Bayu lagi. Selama 11 tahun bersahabat, Farhan tidak pernah melihat Ryan belajar hingga larut malam seperti ini. Sekalipun itu ujian kenaikan kelas, Ryan hanya belajar sampai pukul 11 malam saja. “Bagaimana keadaan Ryan, Bu?” Entah kapan Bayu keluar dari kamarnya. Suaranya membuat Farhan kaget. “Baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” “Kamu tidak tidur, Bayu?” Bayu menggeleng. “Belum ngantuk, Bu.” “Kalau kamu tidak tidur malam ini, besok kamu akan mengantuk sewaktu olimpiade” “Iya, Bu. Bayu tidur.” Bayu pergi beranjak ke kamarnya. Sifat yang satu ini ada juga di dalam diri Ryan. Mereka sama-sama patuh kepada kedua orang tuanya. “Kamu juga, sebaiknya istirahat,” Ani menyarankan kedua kali. “Biar kami yang menjaga Ryan sekarang.” Perkataan Adi terdengar lembut dan tegas membuat Farhan merasa bersalah kalau tidak segera tidur. Adi dan Ani benar. Dia juga butuh istirahat. __00__ Cahaya matahari pagi menimpa wajah Rangga. Perlahan matanya mulai terbuka karena kesilauan. Rangga duduk meregangkan otot-otot tubuhnya. Dia tidur di lantai beralaskan tikar. Bi Narti sudah menawarkan agar dia tidur di kamar milik menantunya saja, namun Rangga menolak dengan alasan ingin bersama istrinya. Rangga berdiri, melihat Riana. Dia masih belum membuka matanya. Dadanya naik turun—napasnya terlihat teratur. Wajah Riana juga sudah tidak terlihat lelah lagi seperti tadi malam. Meskipun belum bangun, setidaknya Rangga sudah melihat kemajuan pada istrinya. Rangga memegang tangan istrinya, mengelus lembut. Tak lama Riana bereaksi membalas elusan tangan Rangga, kemudian menggenggam tangan Rangga. Wajah Rangga langsung berseri melihat istrinya sudah bangun. “Bagaimana keadaanmu?” tanya Rangga lembut. Riana tersenyum, mengangguk. Rangga menganggap itu adalah jawaban atas pertanyaannya. “Tepat waktu,” ujar Bi Narti membuka pintu. “Sesuai perkiraanku.” Bi Narti masuk ke dalam. “Perkiraanmu tepat.” Rangga tersenyum lebar—senang karena istrinya sudah bangun. Bi Narti duduk di samping Riana, menyapanya lagi. Tindakan yang tepat menyambut orang yang semalaman tidak sadarkan diri. Dia mengambil pergelangan tangan Riana, memeriksa denyut nadinya. Selama beberapa detik Bi Narti berkonsentrasi. Dari wajahnya, sudah bisa dilihat bahwa sepertinya bukan kabar baik yang akan mereka dengar. Bi Narti melepaskan tangan Raina. Wajahnya lesu. “Apakah aku baik-baik saja?” tanya Riana penasaran. “Tidak ada kabar baik untuk hari ini.” “Maksudnya?” Rangga giliran bertanya. “Racun yang dimasukkan Hyunfi ke dalam tubuh Riana sudah terlanjur masuk melalui peredaran darah dan menyatu dengan penyakitnya,” Bi Narti berkata lemas. Dia sendiri tidak tega untuk memberitahukan apa yang berlaku. “Lalu?” Rangga bertanya—mendesak Bi Narti segera menyelesaikan kalimatnya. “Di Bumi tidak ada tanaman obat yang bisa menyembuhkan penyakit Riana sekarang.” Riana menunduk, menghela napas. “Jalan satu-satunya adalah membawa Riana kembali ke rumah kita. Grenta pasti bisa menyembuhkan penyakit Riana saat ini,” Bi Narti menatap Riana. “Kamu jangan khawatir, penyakit ini hanya memangkas jarak bertahan hidupmu saja, tapi masih bisa disembuhkan. Perpaduan antara racun dan penyakitmu menjadi semakin aktif, tapi tenang saja, Grenta akan menyembuhkannya.” Rangga tidak tahu haruskah dia senang atau bersedih atau memang harus merasakan kedua hal tersebut. Mari bahas dari sisi positifnya. Penyakit Riana masih bisa disembuhkan, selain itu mereka juga bisa kembali ke negeri Zalaraya setelah tujuh belas tahun lamanya tinggal di bumi, akhirnya mereka bisa melepas rindu. Sisi negatifnya, Rangga harus menambah rasa bersalahnya kepada Riana. Selain kejadian di masa lalu, dia juga menyesali kembali keputusannya menuruti permintaannya tadi malam untuk ikut bersamanya mencari Ryan dan Farhan. Rangga sempat melarang Riana untuk ikut, namun istrinya itu memaksakan diri dan berhasil membuat Rangga tidak bisa menolak permintaannya. Setelah mereka pergi ke negeri Zalaraya, mereka tidak akan bisa kembali lagi ke bumi. Limitasi diberlakukan sejak buku keramat negeri Zalaraya berada di tangan Raja Nevard. Otomatis, mereka tidak akan bisa membantu Ryan mempersiapkan diri untuk melawan Raja Nevard nantinya. “Kamu tidak usah mengkhawatirkan itu, Rangga,” Bi Narti berujar. Dia bisa mengetahui apa yang sedang Rangga khawatirkan. “Adi dan Ani cukup untuk mengurus itu, kamu cukup memastikan kondisi istrimu sehat kembali.” Bi Narti benar. Seharusnya yang menjadi prioritas Rangga sekarang adalah istrinya. Di tangan Adi, Rangga akan benar-benar menjadi sosok yang selama ini mereka harapkan dan mereka yakin itu. Tidak akan selamanya orang jahat menang. Apa pun ceritanya, bagaimana pun saktinya, orang baiklah yang akan tetap menang. Benar begitu bukan? Rangga mengangguk setuju. Dia menoleh. “Kita akan berangkat besok,” ujarnya meraih tangan Riana. “Lebih cepat lebih baik. Tapi saranku, kalian harus memberitahukan dulu kepada Ryan yang sebenarnya. Aku rasa waktunya sudah tiba dan dia juga sudah mulai dewasa.” Riana merasa itu benar adanya. Ryan berhak tahu siapa dirinya. “Tapi apakah tidak lebih baik merahasiakan hal itu terlebih dahulu sampai Ryan bisa menggunakan kekuatannya?” Riana yang menggeleng tidak setuju. “Justru jika Ryan tahu siapa dirinya yang sebenarnya, maka dia akan berlatih lebih giat lagi untuk merebut apa yang seharusnya menjadi miliknya.” “Istrimu benar, Rangga,” Bi Narti menambahi. Rangga mengusap lembut pucuk kepala Riana. “Kalau begitu hari ini kita ke rumah Adi, memberitahukan kepada Ryan yang sebenarnya.” Rangga menoleh. “Riana boleh berpegian, bukan?” Bi Narti mengangguk. “Tentu saja boleh. Aku juga sudah membuatkan ramuan untuk membuat daya tahan tubuhnya semakin kuat.” Riana tersenyum, berterima kasih. “Sama-sama, Riana.” Bi Narti membalas senyuman Riana. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD