Syaikh Tolhah Cirebon

1501 Words
Syekh Tolhah Kali Sapu Cirebon. Penyebar Thoriqah Qadiriyah Naqsanbandiyah di Jawa Barat Syekh Tolhah bin Tolabuddin dari Desa Kali Sapu, Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat adalah tokoh utama pengembangan TQN di wilayah Cirebon dan sebagian Jawa Barat sebelah Timur. Ulama sufi yang lahir tahun 1825 di daerah Trusmi ini adalah murid Syekh Ahmad Khatib Sambas, seperti halnya Syekh Abdul Karim dari Banten dan Syekh Kholil dari Madura. Kiai Tolabuddin adalah ayah Syekh Tolhah, putra Kiai Sayiddin, cucu Kiai Radfuddin adalah pemimpin pesantren Rancang. Pesantren ini berada di Desa Tengah Tani di tepi jalan utama Cirebon – Bandung, tidak jauh dari Desa Trusmi, Kecamatan Cirebon Barat, Kabupaten Cirebon. Jarak dari Kota Cirebon kurang lebih 3,5 km. Sebelum dipimpin Kiai Tolabuddin, Pesantren Rancang dipimpin Kiai Muji (terkenal dengan sebutan Kiai Buyut Muji) tokoh Tarekat Sattariyah di Cirebon, demikian pula Kiai Tolabuddin. Setelah menjalani masa belajar yang panjang dimulai dari pesantren ayahnya, Syekh Tolhah meneruskan ke Pesantren Babakan Ciwaringin. Setelah itu ia melanjutkan ke Lirboyo di Ponorogo, lalu ke Gresik, Jawa Timur dan akhirnya kembali ke Pesantren Rancang. Syekh Tolhah pergi menunaikan ibadah haji, lalu melanjutkan belajar berbagai ilmu agama di Mekah kepada Syekh Ahmad Khatib Sambas. Sebelum kembali ke tanah air, ia ditetapkan sebagai Khalifah TQN untuk wilayah Cirebon dan sekitarnya, dalam usia 51 tahun. Dua tahun kemudian Syekh Ahmad Khatib Sambas wafat di Mekah pada tahun 1878. Seusai diangkat sebagai khalifah TQN pada tahun 1876, Syekh Tolhah sempat mengajar di Pesantren Rancang, membantu ayahnya yang semakin tua. Karena situasi yang kurang menguntungkan untuk dakwah TQN (Pemerintah Kolonial Belanda melakukan pengawasan ketat terhadap pergerakan penganut TQN), Syekh Tolhah meminta izin dari ayahnya untuk membuka pesantren di tempat lain yang lebih aman dari incaran aparat keamanan Belanda. Saat itu Belanda mulai mengetahui identitas Syekh Tolhah, seorang ulama TQN yang baru kembali dari Mekah. Pemerintah Kolonial Belanda di Cirebon ternyata sudah memiliki daftar tokoh-tokoh tarekat yang pulang dari Mekah. Data itu dikirim oleh Konsul perdagangan Belanda di Jeddah kepada Gubernur Jendral di Batavia (Jakarta), lalu diteruskan kepada para residen sebagai kepala wilayah. Setelah melakukan survey, tempat yang dipandang tepat untuk mendirikan pesantren agar terhindar dari incaran aparat kolonial Belanda adalah Begong. Begong yang letaknya di tepi Sungai Kalisapu ini masuk wilayah Desa Kalisapu, Cirebon Utara. Jarak ke pantai laut sekitar 1 kilometer, sedangkan ke Makam Sunan Gunung Jati 2 kilometer. Di sebelah timur terbentang rawa payau, hutan bakau, serta pohon Rumbia dan jenis kayu lainnya yang pada masa itu masih cukup lebat. Dari arah Cirebon, jalan raya utama Cirebon – Indramayu km 8, setelah melewati Kompleks Sunan Gunung Jati untuk sampai ke Begong harus menggunakan sampan. Jalan darat merupakan jalan setapak, yang sulit dilalui terlebih saat musim hujan. Sedangkan jarak dari Kantor Polisi Kolonial Belanda di Kota Cirebon ke Begong kurang lebih 9 Km. Di tempat yang situasi dan kondisi seperti itulah Pesantren TQN pertama didirikan pada tahun 1879 oleh Syekh Tolhah, seorang kiai yang menjadi khalifah dan mursyid TQN untuk wilayah Cirebon. Pada tahun 1888 di Cilegon Banten, terjadi pemberontakan melawan Belanda yang dipimpin oleh murid-murid Syekh Abdul Karim, Khalifah TQN di Banten. Akibatnya aparat keamanan kolonial Belanda di Cirebon mengamati secara ketat sikap dan prilaku Syekh Tolhah yang juga Khalifah TQN di Cirebon dan seperguruan dengan Syekh Abdul Karim. Pemerintah Belanda lalu menangkap Syekh Tolhah, atas dasar laporan ulama-ulama anti TQN bahwa Syekh Tolhah dalam setiap khutbah Jumat sering mengutarakan ujaran kebencian kepada Ratu Belanda. Setelah menjalani pemeriksaan di Cirebon, Syekh Tolhah dibawa ke Jakarta untuk diperiksa oleh Staff Gubernur Jendral Belanda. Berdasarkan hasil pemeriksaan di Batavia (Jakarta) Syekh Tolhah dinyatakan tidak melakukan pelanggaran besar dan boleh kembali ke Kalisapu. Namun aparat keamanan Belanda menjadi lebih intensif mengawasi sikap dan prilaku Syekh Tolhah. Pesantren terus berkembang. Semakin banyak pelajar dan kiai dari berbagai daerah di luar Cirebon yang ingin berguru kepada Syekh Tolhah. Di lain sisi, situasi dan kondisi saat itu tidak menggembirakan karena pengawasan pihak Belanda. Syekh Tolhah untuk sementara memindahkan aktivitas pengajaran TQN ke Trusmi. Di Kalisapu tetap diadakan kegiatan pengajaran TQN, hanya frekuensinya saja yang dikurangi. Syekh Tolhah lebih sering menghabiskan waktunya di Trusmi, sesekali di Kalisapu. Di Trusmi tantangan dan gangguan terhadap pengembangan TQN ternyata lebih besar dibandingkan di Kalisapu. Gangguan terbesar bukan dari Belanda, melainkan dari bangsa sendiri. Pada tahun 1897 Syekh Tolhah diajukan ke sidang Pengadilan Agama di Cirebon, didakwa oleh Kepala Desa Trusmi telah meresahkan masyarakat karena merebut hak pemerintah desa dalam mengelola benda dan bangunan kuno peninggalan Pangeran Trusmi (putra pertama Sunan Gunung Jati) dan peninggalan Pangeran Cakrabuana/Ki Kuwu Cirebon (Uwa Sunan Gunung Jati). Keputusan pengadilan agama Cirebon menyatakan Syekh Tolhah berhak penuh atas benda dan bangunan kuno, karena Syekh Tolhah dinyatakan mempunyai hak yang kuat sebagai keturunan yang sah dari Pangeran Trusmi. Upaya Kades Trusmi yang ingin melihat Syekh Tolhah keluar dari Trusmi dan mempermalukannya dengan mengajukan perkara ke Pengadilan Agama di Cirebon tidak berhasil. Hikmah dari gagalnya upaya kades tersebut menyebabkan banyak tokoh-tokoh masyarakat semakin bersimpati kepada Syekh Tolhah. Banyak warga yang berkunjung dan meminta penjelasan tentang ajaran TQN. Selain itu mulai banyak yang mengetahui bahwa Syekh Tolhah masih keturunan Pangeran Trusmi, putra Sunan Gunung Jati yang makamnya tidak pernah sepi dikunjungi peziarah. Hikmah lainnya, hubungan Syekh Tolhah dengan Sultan Atmaja, Sultan Kasepuhan X menjadi lebih akrab. Bahkan ia diangkat menjadi penasihat pribadi Sultan Atmaja. Pada tahun 1890, Bupati Kuningan meminta Syekh Tolhah mengajarkan TQN kepada pejabat-pejabat kabupaten. Pada masa itu Bupati Kuningan adalah satu-satunya bupati yang berani dan terbuka menjadi murid suatu tarekat. Sejak pesantren didirikan pertama kali di Begong hingga pindah ke Trusmi banyak santri, kiai dan pejabat yang berguru kepada Syekh Tolhah. Dari sekian muridnya ada seorang yang sangat menonjol, ia adalah Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang kemudian hari dikenal sebagai Abah Sepuh atau Ajengan Godebag. Pesantren pertama TQN itu konstruksi bangunannya terbuat dari bambu dan kayu pantai, beratap daun Rumbia bercampur alang-alang. Desainnya berupa bangunan panggung yang cukup tinggi untuk menghindari limpasan air Sungai Kalisapu pada setiap musim hujan serta binatang buas. Syekh Tolhah beserta istri, putera-puteranya serta para santrinya tinggal di sana. Pada waktu yang sulit diketahui secara pasti tahunnya, Syekh Tolhah berangkat lagi ke Mekah dan tinggal di sana beberapa waktu lamanya. Saat ditinggalkan Syekh Tolhah, Begong dilanda banjir cukup besar. Keluarga dan santri-santri mengungsi ke kampung dekat Balai Desa Kalisapu, di pinggir jalan raya utama Cirebon, Indramayu Km 8. Sejak pesantren didirikan pertama kali di Begong hingga pindah ke Trusmi, banyak santri, kiai dan pejabat yang berguru kepada Syekh Tolhah. Dari sekian muridnya ada seorang yang sangat menonjol, ia adalah Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang kemudian hari dikenal sebagai Abah Sepuh atau Ajengan Godebag. Abah Sepuh adalah santri yang paling lama belajar kepada Syekh Tolhah, bahkan sudah menjadi keluarganya. Semula Syekh Tolhah sudah menunjuk calon penggantinya yaitu putra sulungnya, Kiai Malawi apabila saatnya tiba beliau kembali ke rahmatullah. Namun Kiai Malawi meminta izin untuk pergi ke Mekah dan tinggal di sana untuk menambah ilmu agama beberapa tahun lamanya. Setelah kembali dari Mekah Kiai Malawi memohon untuk tidak menjadi khalifah TQN menggantikan Syekh Tolhah yang juga ayahnya. Kiai Malawi masuk dalam daftar kiai yang dicari pemerintah Belanda, sehingga dapat mengganggu perkembangan TQN. Kiai Malawi diketahui Belanda ikut terlibat dalam pemberontakan di Kedongdong yang terjadi sekitar tahun 1890. Pemberontakan Kedondong di Kabupaten Cirebon yang disponsori para kiai ini sama besarnya dengan pemberontakan Cilegon di Banten dan banyak kerugian diderita pihak Belanda. Berdasarkan situasi dan kondisi seperti itu, Syekh Tolhah menetapkan penggantinya kepada murid yang memenuhi segala persyaratan untuk menjadi Khalifah/Mursyid TQN, yaitu Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad dari Tasikmalaya. Pengukuhan pelimpahan kemursyidan dilaksanakan di rumah Syekh Tolhah di Trusmi sekitar tahun 1900. Meskipun telah resmi menjadi calon pengganti Syekh Tolhah sebagai khalifah TQN, pengajaran TQN dan talqin dzikir di Trusmi dan Kalisapu sewaktu-waktu masih diberikan oleh Syekh Tolhah sendiri dibantu oleh Syekh Mubarok. Syekh Mubarok untuk beberapa tahun berada di Trusmi dan Kalisapu membantu Syekh Tolhah. Makam Syekh Tolhah di Cirebon. Karena situasi yang memburuk bagi perkembangan TQN di Cirebon, Abah Sepuh diperintahkan segera membuka pesantren di Tasikmalaya untuk mengembangkan TQN di wilayah Jawa Barat sebelah timur dan pusatnya ditetapkan di Tasikmalaya. Dengan hijrahnya pusat pengembangan ke Tasikmalaya, maka aktivitas di Cirebon dikurangi sesuai dengan keadaan yang terus berubah. Syekh Tolhah masih terus memonitor perkembangan yang terjadi di Tasikmalaya. Bahkan sekitar tahun 1908 pernah berkunjung ke Pesantren Suryalaya yang dibangun pada tahun 1905 oleh Syekh Abdullah Mubarok atas prakarsa Syekh Tolhah. Pada tahun 1935 Syekh Tolhah kembali ke rahmatullah dalam usia yang sangat lanjut. Beliau dimakamkan di Kompleks Pemakaman Gunung Jati karena Syekh Tolhah masih keturunan Sunan Gunung Jari dari jalur Pangeran Trusmi. Upacara pemakamannya berdasarkan ukuran pada masa itu termasuk upacara yang cukup besar. Sultan kasepuhan dan beberapa pejabat pemerintah dan bangsawan keraton turut hadir. Dengan wafatnya Syekh Tolhah bin Tolabuddin maka ke Khalifahan TQN di Cirebon berakhir. Khalifah TQN berikutnya berkedudukan di Suryalaya (Godebag) Tasikmalaya. Syekh Tolhah adalah khalifah TQN generasi pertama di Jawa Barat. Pada tahun 1979 masjid ini diperbaiki oleh Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (qs) dan diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat H. Aang Kunaefi.(****) Aji Setiawan
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD