Chapter 3 : Sah!

630 Words
Ikhlas Ikhlas Dalam hati Asiyah terus mengucapkan kata itu berulang kali, mencoba untuk ikhlas dengan kejadian hari ini. Walaupun dalam hati masih ada rasa resah, ia menyerahkan keresahannya pada Allah. Ia yakin bahwa apa yang ditakdirkan untuknya merupakan yang terbaik. Sah Sah Nafasnya terasa sesak, seperti ada sesuatu yang menghimpit dadanya. Asiyah terus berusaha mengambil rakus-rakus oksigen di sekitarnya. Ia berharap keadaan hatinya membaik, namun rasanya hanya sia-sia tetap saja rasa sesak itu selalu bermunculan ketika semilir doa menari-nari di telinganya dari tamu yang datang pada akad nya hari ini. Sungguh saat lamaran itu, Asiyah benar-benar tak menyangka jika ia di jodohkan, sesuai dengan wasiat abinya yang tidak tahu kapan di buat. Lidahnya kelu, otaknya terasa terhenti saat dia harus memilih, menolak atau menyetujui, sungguh saat itu ia bingung. Kenapa ia harus di nikahkan dengan laki-laki yang tidak di kenalnya. Apa bisa dirinya mencintai lelaki itu? “Alhamdulillah, selamat kalian sudah sah menjadi suami istri,” tutur penghulu itu membuat hatinya kembali teriris. Asiyah tahu tidak ada namanya pasangan sempurna di dunia ini, yang ada hanyalah pasangan yang begitu luas hatinya menerima ketidaksempurnaan pasangannya dan saling melengkapi untuk mencapai kesempurnaan. Asiyah akan mencoba menerima laki-laki itu, tapi apakah laki-laki di sampingnya ini bisa menerimanya?  Bahkan di saat mereka bertemu pertama kali lelaki itu selalu menatapnya tajam seolah membencinya. Lelaki yang berpribadi dingin dan tidak tersentuh oleh siapapun. Apa bisa Asiyah meluluhkan hati suaminya? “Hei Nak, jangan melamun, silahkan di cium tangan suamimu,” kata penghulu itu lagi dengan senyuman. Asiyah hanya tersenyum tipis tak dipungkiri dirinya juga gugup duduk di samping lelaki itu, apalagi harus berhadapan. Asiyah pun memperhatikan Adam yang perlahan mengulurkan tangan kanannya. Asiyah mulai mengerti bahwa Adam memintanya untuk mencium tangannya, walaupun tatapan itu sama saat mereka pertama kali bertemu, tidak ada senyuman sedikit pun. Asiyah mulai mengangkat tangan kanannya untuk menyentuh tangan Adam yang sudah menggantung, tetapi Asiyah malah mengepalkan tangannya membuat Adam menatapnya bingung. Sabilla yang melihat itu merasa jijik.  “Ck sok alim,” Samar-samar Asiyah mendengar ucapan itu, dalam hati ia mengaminkan, karena selama ini dirinya tidak pernah bergaul dengan laki-laki bahkan bersentuhan dengan yang bukan mahrom.  Asiyah sangat menjaga dirinya, mencoba menjadi wanita yang baik. Inilah sifat bidadari, pandai memelihara kehormatan diri, menutup aurat dari pandangan lelaki yang bukan mahrom. Sebagaimana firman Allah QS. An-Nur:31 Allah SWT berfirman: ‘Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara k*********a, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.’ (QS. An-Nur 24: Ayat 31) ‘Ditikamnya kepala seseorang dengan pasak dari besi. Sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahromnya.’ (HR. Thabrani). Asiyah malah menggaruk dagunya tak gatal dan mencoba untuk berani menyentuh tangan Adam yang sudah beberapa menit menggantung. Sekilas Asiyah melihat ekspresi Adam yang terlihat marah menatapnya membuat Asiyah tiba-tiba menciut. Tangan Asiyah bergetar ketika sudah berhasil menyentuh tangan itu, ada rasa hangat dan nyaman di hatinya, lalu dengan perlahan Asiyah mencium tangan itu dengan lembut. Rasa hangat dan nyaman itu tidak berlangsung lama, karena Adam langsung menarik kembali tangan dari genggamannya. Hati Asiyah sedikit ngilu melihat suaminya yang saat ini seperti menghapus jejak sentuhannya tadi. Apa Adam jijik padanya? Asiyah menunduk sedih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD