Bermesraan dengan Jason

2067 Words
Jason duduk tegap di sofa sembari memerhatikan Alice yang masih terlelap. Dia baru saja tiba di kediaman Herbert jam tiga dini hari, kemudian menerima kabar dari Elmer jika wanita kecilnya berulah kembali. Bahkan saat Jason ke kamar, suhu tubuh Alice tinggi sekali. Wanita itu demam akibat kebanyakan menegak alkohol dan terbentur hingga tenggelam. Jason ingin marah sebab Elmer tak becus menjaga Alice, tapi kembali sadar jika istrinya ini memanglah banyak tingkah dan keras kepala. Jangankan Elmer, dia saja lumayan pusing menghadapi Alice dengan seribu akal kancilnya. Entah apa yang Alice inginkan, dia sangat menguras emosi semua orang yang ada di kediaman Herbert. Urusan Jason banyak dan menguras pikiran, lalu datanglah Alice dalam kehidupannya. Bukannya menjadi penawar lelah, malah semakin mempersulit hidup Jason. Memang sejatinya tidak ada Singa yang menikahi kancil. “Ngapain kamu di situ, Jason?” Alice memicing saat menyadari Jason tengah menatapnya. Pria dengan rahang kokoh dan mata setajam belati itu sedang merokok, menciptakan asap dan aroma khas nikotin ke mana-mana. “Sebaiknya kamu berhenti membuat keributan, Alice. Sudah berapa kali saya peringatkan untuk menjadi wanita penurut dan tidak banyak ulah?” Melihat raut marah Jason, nyali Alice langsung menciut. Kepalanya masih sakit, tidak mungkin mereka berdebat pagi buta begini. Alice takut diseret lalu dilempar dari lantai paling atas kediaman Herbert. Bisa mati sia-sia hidupnya, padahal Alice belum menjemput kebahagiaan sebenarnya. “A-ah, kepalaku pusing, Jason. Biasanya Daddy memelukku untuk meredam amarahnya.” Hei, tunggu dulu. Apa artinya Alice meminta dipeluk? Ck, dia salah bicara, maksudnya tidak seperti itu. Alice hanya berusaha mencari alasan agar Jason tidak marah dan melupakan kenekatannya kemarin sore. “Saya sedang bicara serius sama kamu, jangan membuat ulah lagi. Urusan saya banyak, tidak hanya kamu saja. Sejak awal saya sudah peringatkan, kamu cukup menjadi istri yang baik, tidak banyak membantah, maka hidup kamu dan ayahmu itu aman ditangan saya. Bagian mana yang belum kamu mengerti, Alice Dominic?” Dalam hati, Alice menyumpahi Jason dengan seenak mulutnya, “Sok paling berkuasa, s****n. Mati aja kamu pria tua dan nyebelin!” “Mimpi apa semalam aku bisa nikah sama pria kayak kamu? Ganteng sih, tapi persis malaikat maut!” gumam Alice hampir tak terdengar. “Apa yang barusan kamu katakan?” Alice kembali mengangkat kepala, bertabrakan tatapannya dengan Jason yang sedang menelisik. Dia menggeleng cepat, tidak ingin masalahnya semakin panjang. “Kamu jangan marah mulu dong. Oke, aku minta maaf. Aku ‘kan khilaf mabuk, soalnya banyak pikiran. Aku pusing mikirin nasib apes ini, mau keluar dari kenyataan tapi nggak bisa.” “Ngomong apa bocah ini, saya tidak paham!” Alice mengusap dadanyaa dikatai bocah. “Kamu jangan bikin saya emosi terus. Itu saja pinta saya.” “Ya, maaf. Lagian aku mabuk itu sudah biasa, Daddy juga sering liatnya.” Ck, itu adalah sebuah kebohongan. Alice tidak pernah mabuk di hadapan Tuan Dominic, bisa habis dia kena pukul. Biasanya kalau minum, Alice menginap di unit Violet. Dia habiskan malamnya untuk menjadi orang gilaa. Menari dan meracau sesuka hati. Jason beranjak dari sofa, dia berdiri tegap pada dinding kaca yang langsung menghadap ke halaman, Jason tampak memastikan keadaan sekitar di pagi yang cerah kali ini. “Jason, hari ini aku mau kuliah dan jalan-jalan sama Violet. Boleh ‘kan?” Alice terpaksa izin dan menunjukkan ekspresi sepolos mungkin agar Jason luluh. Dia tidak bisa terkurung di kediaman ini seharian penuh—malah makin stress. Jason menegak sisa alkohol dalam gelasnya, menaruh kembali ke meja bundar. “Saya izinkan.” Senyum Alice langsung melebar sempurna, tidak sabar ingin bersiap dan melenggang dari kediaman yang penuh mistis ini. “Oke, aku bakalan bersiap setelah ini. Makasih banyak ya. Semoga hari kamu selalu menyenangkan.” “Maksudnya saya izinkan asal kamu mau memberikan hak saya dulu.” Gerakan Alice menyingkap selimut langsung terhenti, senyum langsung memudar dari bibirnya. “Kamu gilaa? Cukup sekali aja!” “Saya tidak cukup sekali.” “Sinting! Badanku bisa remuk kalau terus-terusan digempur sama kamu. Kamu tahu itu menyakitiku, ‘kan? Aku nggak mau lagi, nanti bisa-bisa aku masuk UGD.” “Kamu pikir saya ingin main bunuh-bunuhan sampai masuk UGD? Kita hanya bercintaa, tidak ada yang seserius itu.” “Enggak, pokoknya nggak mau lagi. Kamu selingkuh aja sana, aku izinin.” Jason menatap keheranan pada wanita kancil itu, baru kali ini dia mendengar seorang istri malah menyuruh suaminya berselingkuh. Apa Alice sudah hilang akal? “Kalau gitu kamu tidak saya izinkan keluar rumah. Saya akan hubungi dosen kamu dan meminta izin libur sampai seminggu ke depan.” “Wei, aku nggak mau!” Alice melompat dari kasur, memohon pada Jason agar pria itu tidak melaksanakan ucapannya. “Aku nggak betah ada di rumah mulu, nanti tersebar berita kalau istri kamu ini gilaa. Memangnya kamu mau?” “Tidak ada orang gilaa akibat keseringan di rumah, saya belum pernah dengar.” “Ada, aku.” “Kamu gilaa?” “Belum, Jason, tapi akan.” Jason tersenyum miring, kemudian dengan sekali gerakan, dia merengkuh pinggang Alice. “Pilihan kamu cuman ada dua, bermain dengan saya atau saya kurung di kamar ini selama seminggu.” Alice memukul dadaa Jason, ingin melepaskan diri tapi tidak bisa. “Aku bisa stress lama-lama jadi istri kamu, aku nggak tahan. Ini beneran deh, mending kita cerai aja, Jason. Kamu juga nggak bahagia punya istri kayak aku, ‘kan?” Tubuh Alice terangkat, lalu terhempas ke ranjang. “Jangan banyak bicara, saya tidak menerima alasan apa pun.” “Enggak!” Alice berusaha menendang Jason, tapi tidak dihiraukan. “Oh iya, aku lagi halangan, Jason. Minggu depan aja, ya?” Wajah Alice tegang sekali, apalagi Jason sudah mulai melepaskan kemeja putihnya dengan tatapan buas seolah tidak sabar ingin menerkam Alice hidup-hidup. “A-aku belum gosok gigi, masih bau jingong!” Alice menahan Jason yang akan meraih bibirnya. “Aku serius, Jason. Kamu sendiri tadi lihat kalau aku baru bangun.” Tidak mendengarkan lebih banyak, Jason langsung membungkam Alice. Wanita itu menutup matanya rapat, merasa jika seluruh sendinya melemah akibat lumatan dan sentuhan kurang ajar Jason pada dadanyaa. “Aku hampir kehabisan napas!” decak Alice menatap Jason setelah pangutannya selesai. Pria itu ganas sekali, dia tidak memberi kesempatan Alice untuk mengumpulkan akal sehat. Bisa-bisa permainan Jason membuat dadaa Alice seolah ingin meledak. Hei, padahal ini hanya ciuman! “Amatir!” cibir Jason karena tidak mendapat balasan atas perlakuannya tadi. Alice ini tidak lihai, membuatnya kadang gemas sendiri. “Amatir itu apa?” Jason menaikkan bahu, kembali mengecupi seluruh permukaan wajah Alice. Tidak disangka dia akan menikahi gadis polos tapi terlihat begitu membinasakan ini. “Apa kamu belum pernah bercumbuu sebelumnya?” “Kamu pikir aku gadis panggilann?!” Matanya memutar malas, berusaha mendorong Jason agar menjauh dari atas tubuhnya. Mau tidak mau, Jason tertawa mendengar sahutan Alice. Ya Tuhan, gadis itu beringas juga. “Aku ada kuliah pagi, Jas—“ Alice kembali memejam, pasrah. Kedua tangannya dipenjara oleh Jason, tidak bisa bergerak dan berontak. Sembari saling memangut, pria itu melancarkan aksinya melepaskan one set tidur Alice. Untung tidak secara kasar seperti waktu itu, kali ini lebih berperasaan. Alice memegangi dadanyaa, napas dihela tidak beraturan sekaligus gugup luar biasa. Dia mengamati Jason yang mulai melepaskan seluruh pakaiannya. Tidak malu tampil polos, mengotori penglihatan Alice. “Pakai selimut ya, Jason? Aku malu.” Jason mengabaikan, sedetik kemudian selimutnya dibuang ke lantai. “Ck, ganas banget om-om!” “Jangan kasar-kasar, awas aja kamu ya!” Alice menahan dadaa Jason lagi, wajahnya tidak bisa menutupi rasa takut yang berlebihan. “Rileks, saya tidak menodongkan pistol atau bermain dengan belati yang akan melukai kamu. Jangan berlebihan, kontrol wajah tegang kamu itu!” “Gimana kalau besok aja, Jason.” “Besak-besok, alasan!” Jason tahu jika Alice ini banyak tipu muslihatnya. Terbukti saat pakaiannya dilucuti, Alice tidak halangan. Untung Jason lebih pintar daripada wanita kancil itu. Alice menutup wajahnya, tidak ada cara lain selain pasrah dan berusaha menikmati permainan gilaa ini. Sungguh, dia akan memukul wajah Jason jika pria itu menyakitinya lagi. “Tatap saya. Apa sudah nyaman?” Mendengar suara lembut dengan nada rendah milik Jason, Alice tersihir dalam pesonanya. Pria itu bisa lembut juga, eh? Tatapan mereka bertemu, menciptakan rasa yang sulit dijelaskan. Dari bawah, Alice melihat bagaimana wajah tampan itu menguasai tubuhnya, menebarkan banyak kecupan yang membuat hati Alice meremang. “Sampai kapan kamu akan menjawab, Alice? Kamu menyiksa saya.” Alice memegangi lengan atas Jason yang berotot, menghela beberapa saat sembari merasakan penyatuan mereka. “Gerakan aja.” *** “Alice, mana pakaian saya?” Wanita itu terkesiap, lalu membalik tubuhnya dan melihat jika pria tegap dengan badan berotot itu berdiri di depan pintu ruang pakaian. Jason belum berpakaian, masih menggunakan handuk selutut yang dililitkan pada pinggang. Roti hambar di perut Jason mencuri perhatian Alice sejak tadi, keras dan menambah ketampanan? “A-ah, ini aku lagi pilihin dasi. Kamu sabar dulu ih, aku bingung.” Setelah bercintaa, Jason kembali mengajak Alice mandi bersama. Meski tidak banyak bicara, Alice memahami satu hal, Jason tidak sekejam yang dia bayangkan saat mereka bergumul. Pria itu menjelma menjadi sosok yang berbeda. Lebih lemah lembut dan seperti penuh kasih sayang. “Apa yang kamu bingungin?” “Dasi ini cocok nggak sama setelan kamu? Aku suka yang ini, Jason. Menurutku bagus, mewah kelihatannya.” “Setelan kerja saya hitam, cocok aja pakai dasi apa pun. Jangan banyak mikir, nanti saya telat. Ini sudah kesiangan sebenarnya, saya tidak pernah berangkat jam segini.” Alice mencebikkan bibir. “Siapa suruh kamu mengajakku bercintaa dulu? Mana nggak cukup sekali, aku capek, sampai sakit pinggangku meladeni permainan kamu!” Jason tidak menanggapi Alice, berpakaian dengan tenang. “Pasangkan dasi saya. Tidak ada lagi alasan tidak bisa melakukannya, belajar!” “Kamu manja banget!” “Percuma saja punya istri tapi tidak bisa ngapa-ngapain. Cepat, Alice, kita belum sarapan.” Alice menghentakkan kaki, kemudian mencoba memasangkan dasi pria itu dengan instingnya. “Nggak serapi punya kamu biasanya.” “Nanti saya rapikan di mobil.” “Kalau gitu ngapain minta pasangin aku? Buang-buang waktu aja.” “Cepat berpakaian, sarapan bersama.” “Kamu duluan aja, aku bisa makan di unit Violet.” “Cepat, Alice! Atau mau saya seret?” Alice berdecak, meninju angin saking kesalnya. “Kamu ngancem aku mulu, Jason. Aku bosen dengernya. Awas aja kalau kasar-kasar omongan kamu, nggak bakal kamu kasih jatah lagi. Sana tidur sama Elmer!” Jason tidak mendengarkan, melangkah lebih dulu ke ruang makan. Karena sebenarnya takut berurusan dengan Jacon, akhirnya Alice cepat-cepat mengenakan pakaian tanpa merapikan rambut dan mengoles mekap pada wajahnya. Wanita itu tampak seksi dengan rok setengah paha berwarna putih, dipadukan dengan blouse biru langit. Meski tidak terlalu tinggi, Alice tidak pernah gagal kalau berpakaian. “Jangan komen penampilanku, aku bakal memakai apa aja yang aku suka.” Alice menaikkan bahu, mengambil tempat yang sudah disiapkan oleh Bibi Pety. “Kedipkan mata kamu Elmer. Sana tunggu saya di mobil saja.” Jason tidak menoleh pada Elmer, tapi dia tahu pria itu sedang menatap Alice sejak tadi. “Kamu ini kalau mau tebar pesona, jangan sama pekerja saya juga!” Alice tersenyum jengah. “Jadi aku boleh tebar pesona ke orang luar ya? Ya sudah, nanti aku coba godain bokap kamu. Siapa tahu nanti aku jadi ibu tiri kamu, ‘kan?” Jason tersedak, langsung mengambil airnya dan menegak hingga kosong gelas itu. Ingin rasanya Jason mengumpat di depan wajah Alice, dasar wanita tidak waras! “Rasanya pengin saya banting kamu!” Jason mengakhiri sarapannya, berlalu begitu saja dengan mata menggelap. Alice tertawa puas, waktunya sarapan dengan tenang tanpa keberadaan Jason. “Ya Tuhan, Nona Alice. Lain kali jangan begitu, Nona, nanti Tuan Jason beneran marah.” Bibi Pety meringis mendengar celetukan Alice barusan, menurutnya itu sangat melampaui batas. Ada-ada saja yang Alice pikirkan hingga terbesit niat seperti tadi. “Memangnya tadi dia marahnya main-main?” Alice mengulas senyum. “Jason aja terlalu sensi, kayak p****t bayi. Orang aku cuman bercanda kok. Lagian aneh, kok aku bisa nikah sama dia. Padahal aku sama Jason itu kayak langit dan bumi, susah bersatu. Pemikiran kami beda, jalan hidup kami juga bertolak belakang. Aku nggak tahu gimana rencana Tuhan, yang pasti bersama Jason ini hampir buat aku gilaa.” “Nona Alice hanya perlu menurut, Tuan Jason pasti menyayangi Nona.” “Tapi aku nggak suka Jason.” Bibi Pety menggaruk pelipisnya keheranan. Tidak suka Jason, tapi beberapa tanda kepemilikan tercetak jelas di leher Alice. “Anak jaman sekarang,” batin wanita paruh baya tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD