Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma shali’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad
===
Acara CookFun semakin disukai oleh masyarakat, terutama kaum remaja puteri dan ibu-ibu. Apalagi ibu-ibu yang menyandang status mahmud abas, mama muda anak baru satu. Semua itu karena kharisma dan pesona Ghali yang menyihir kaum hawa. Selain karena penampilannya yang tampan, sikap Ghali yang ramah, murah senyum serta rendah hati dan tidak sombong membuat siapa pun akan suka dengannya.
Kini, tim acara Vino sedang merayakan keberhasilan acara CookFun dengan makan-makan di resto milik Ghali. Setelah sekian minggu tayang di televisi, akhirnya CookFun bisa meraih rating yang tinggi. Ini merupakan keberhasilan untuk Vino dan timnya. Ghali dan Kay sebagai tokoh utama dalam acara CookFun pun ikut serta dalam perayaan tersebut.
Semuanya menyantap hidangan yang telah disuguhkan Ghali dengan hati gembira.
“Pilihan lo buat ngajak Ghali gak salah, Kay. Emang gak salah gue minta lo gabung di project ini,” ucap Vino.
Kayshila tersenyum bangga mendapat pujian dari Vino. “Siapa dulu dong, Kayshila gitu lho!”
“Iya, iya gue akuin lo emang jenius!” tambah Vino.
“Ya begitulah.” Lalu Kayshila terkekeh geli.
Ghali juga ikut merasa senang jika acara masak yang dibintanginya bisa sukses dan disukai oleh masyarakat. Ia senang bisa membantu penonton terutama kaum ibu untuk memasak makanan yang simpel namun tetap bergizi dan tentu saja harus dibuat dengan bahan-bahan yang halal.
Awalnya, Ghali setuju untuk membintangi acara CookFun yang ditawarkan Kay adalah untuk ibadah dan mencari ridha Allah, bukan untuk mencari popularitas. Namun, siapa sangka acara itu justru membawa namanya kian melambung tinggi sebagai seorang chef. Ia bahkan masuk dalam infotainment, padahal ia merasa bukan selebritis. Kegiatan Ghali juga semakin padat. Kadang ia menerima wawancara dari majalah atau acara infotainment gossip. Ghali tak bisa menolak, tapi ia berusaha tetap tampil apa adanya tanpa dibuat-buat.
Ghali selalu menekankan pada para penontonnya untuk menggunakan bahan-bahan yang halal dan aman serta tidak berlebihan karena Islam mewajibkan umatnya hanya mengonsumsi makanan yang halal dan dalam porsi yang cukup. Itu semua dilakukan karena Allah tidak menyukai hambanya yang berlebihan baik dalam makan atau pun gaya hidup lainnya.
Lalu, Islam memerintahkan umatnya hanya boleh mengonsumsi makanan yang halal dan baik karena Islam agama yang suci, tidak ingin tubuh umatnya terkotori oleh makanan yang tidak baik. Jika setiap sendok makanan yang masuk ke tubuh kita itu halal dan baik dan diperoleh dengan cara yang halal pula, maka insya Allah hati dan akhlak pun akan ikut baik serta doa akan mudah diijabah oleh Allah SWT.
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “ Sesungguhnya Allah SWT itu baik (thayyib), tidak menerima kecuali yang baik (thayyib). Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah berfirman “Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih (QS. Al Mu’minun:51). Dan Allah berfirman, “Wahai orang-orang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang kami berikan kepadamu.” (QS. Al baqarah:172). Kemudian Rasulullah SAW menyebutkan seseorang yang lama bepergian, rambutnya kusut, berdebu dan menengadahkan kedua tangannya ke langit lantas berkata, “Wahai Rabbku, wahai Rabbku.” Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan ia dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul.” (HR. Muslim No.1015)
“Eh, Kay, lo ada tempat yang rekomen buat kita syuting outdoor gak?” tanya Vino usai menenggak minumannya.
“Hmm, tempat ya?” Kayla berpikir sambil mengelus dagunya.
“Ah! Gue ada, Vin! Gimana kalau syuting selanjutnya di Milks Heaven aja? Cafenya bagus, cozy, menu-menunya pun enak, gue pernah endorse produknya. Terus dia juga ada bagian rooftop-nya gitu. Kayaknya bisa tuh dijadiin tempat selanjutnya,” ucap Kayshila dengan semangat menggebu.
“Oh, ya? Boleh tuh, ntar gue minta alamatnya biar tim yang survey.”
“Oke, ntar gue bilangin sama yang punyanya juga deh. Gue kenal, kok. A’ Ghali juga udah tahu cafenya, iya kan, A’?”
“Eh, iya. Tahu kok.” Ghali sama sekali tak masalah mau syuting di mana pun. Asal tempatnya bersih dan nyaman, Ghali akan merasa senang.
“Baguslah kalau gitu. Mudah-mudahan yang punyanya ngizinin ya?”
“Aamiin.”
===
Salma melajukan motor milik Naufal ke peternakan kuda milik mamanya. Ia ingin melepas penat setelah seminggu berkutat mengelola cafe. Kini, saatnya ia berkencan dengan Armando, kuda kesayangannya. Ia memarkirkan motornya, melepas helm lalu berjalan cepat karena sudah menahan rindu bertemu Armando. Salma tampil cantik dengan kostum kasual. Anak bungsu Adam dan Hana itu menggunakan pashmina cokelat tua, blouse cokelat muda dan kulot jeans biru dan dilengkapi dengan tas selempangnya.
“Eh, ada Neng Salma,” sapa Pak Ari. Orang kepercayaan Adam dan Hana yang mengurus peternakan kuda.
“Assalamu’alaikum, Pak Ari. Apa kabar, Pak?”
“Wa’alaikumussalam. Alhamdulillah sehat, Neng. Neng Salma mau ketemu Armando ya?” tebak Pak Ari.
“Iya, Pak.”
“Hayu atuh, bapak anterin ke kandangnya.”
“Oke, Pak. Oh iya, ini ada sarapan sedikit buat bapak sama yang lain di sini,” ucap Salma sambil memberikan goodie bag berwarna biru berisi roti sandwich.
“Ya ampun, pakai repot segala. Hatur nuhun ya, Neng.”
“Iya, Pak. Sama –sama.”
Salma bersama Pak Ari berjalan menuju kandang kuda. Tak lupa Salma menyapa pegawainya saat mereka berpapasan. Ada yang sedang memberi makan kuda, memberi obat dan juga ada yang memandikan kuda. Saat tiba di kandang Armando, kuda itu langsung menyambut kehadiran Salma seakan sudah lama menunggunya. Salma pun langsung memeluk kepala Armando dengan sayang. Setelah puas melepas rindu, Salma menuntun kuda jantan cokelat itu ke luar dari kandangnya menuju area pacuan kuda.
Ia naik ke atas punggung kuda dibantu oleh Pak Ari, selanjutnya Salma yakin bisa mengendalikan Armando sendiri. Toh selama bertahun menunggangi kuda, Salma tidak pernah mengalami kejadian yang buruk. Jadi, Salma cukup yakin dan percaya diri.
“Beneran gak mau ditemenin, Neng?”
“Iya, gak apa-apa, Pak. Insya Allah aman. Bapak sarapan aja dulu sama yang lain. Nanti kalau butuh sesuatu yang lain saya calling ya, Pak.”
“Okelah kalau begitu. Tadi juga ada bapak-bapak sama Aa’-Aa’ yang lagi di pacuan.”
“Oh, iya, Pak.”
Salma memegang tali kekang kudanya lalu mengarahkannya agar berjalan pelan. Salma mengelus-elus rambut yang ada di leher belakang kudanya sebagai bentuk kasih sayang. Armando menikmati waktu bersama sang empunya. Salma tak memacu kudanya untuk berlari cepat. Ia hanya ingin bersantai saja, jadi cukuplah Armando berjalan cepat.
Salma menemukan tiga orang lelaki dengan kudanya ditemani dengan pegawainya. Salma mengarahkan kudanya untuk menyapa mereka. Bagaimana pun, sebagai anak pemilik tempat berkuda ini, Salma harus ramah pada pengunjung. Saat Salma sudah dekat, ia terkejut mendapati jika salah satu diantara ketiga lelaki itu adalah Ghali. Ia tak menyangka Ghali akan berkunjung ke pacuan kuda milik mamanya ini. Ghali juga terkejut ketika mendapati Salma sedang berkuda seorang diri.
Ya, Ghali, Faraz dan Revan memang sedang berkuda bersama. Mereka ditemani oleh pegawai yang bernama Mang Dedi. Mang Dedi yang memandu mereka itu menyapa Salma lebih dulu.
“Eh, ada Neng Salma.”
“Assalamu’alaikum, semuanya,” sapa Salma dengan sopan sambil tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
“Wa’alaikumussalam.”
“Nah, ini teh namanya Neng Salma, Bapak-Bapak, anak yang punya tempat ini.”
Ghali sedikit terkejut jika peternakan dan pacuan kuda ini adalah milik keluarga Naufal dan Salma. Ya, memang ia dan Naufal hanya berteman baik dalam hal pekerjaan. Ghali tidak mengetahui dengan detail tentang kehidupan pribadi Naufal dan keluarganya.
“Oh, begitu. Kelihatannya kamu udah mahir berkuda, ya?” tanya Faraz.
“Eh, iya alhamdulillah sedikit bisa, Om.”
“Ya atuh si Neng Salma mah udah mahir, Pak Faraz. Jangan ditanyain lagi, dari kecil mainannya sama kuda ini nih,” ucap Mang Dedi sambil mengelus Armando.
“Bisa aja deh, Mang.”
“Keren juga kamu, cewek-cewek mau belajar kuda,” ucap Revan kagum.
“Ya, suka aja sih, Om. Berkuda juga salah satu olahraga yang disunnahkan rasul selain memanah dan berenang. Jadi, saya pikir gak ada salahnya belajar berkuda meski saya perempuan.”
Ghali hanya menampilkan ekspresi datarnya sedangkan Faraz dan Revan lanjut mengobrol dengan Salma. Tak lama, ada kuda hitam dengan penunggang laki-laki menghampiri Salma.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam. Papa?” tanya Salma sedikit terkejut. Ia tak menyangka jika Adam, papanya itu menyusulnya ke sini.
“Kamu, udah dibilang tungguin papa biar bareng ke sininya, eh malah duluan. Nanti kalau kamu jatuh dari kuda gimana?” gerutu Adam yang kesal pada putrinya.
“Ya ampun, papa lebay deh. Aku gak apa-apa kan nih, lihat.”
Salma mengenalkan Adam pada Revan, Faraz dan Ghali.
“Papa, ayo kita tanding, siapa yang bakalan menang lebih dulu. Semuanya Salma dan papa permisi dulu ya.”
Adam dan Salma pergi meninggalkan mereka berempat.
===
Ghali mendadak jadi seleb. Kadang beberapa wartawan menunggunya di resto untuk wawancara acara infotainment atau mengisi rubrik di majalah tertentu. Semua Ghali lakukan dengan senang hati dan ia sama sekali tidak sombong, riya atau takabur dengan ketenaran yang dimilikinya saat ini. Justru, ia malah khawatir jika ketenarannya ini bisa menjauhkannya dari Allah. Naudzubillah, Ghali tak mau itu terjadi.
“Mas Ghali, kapan ada rencana nikah? Udah ada calonnya belum? Atau calonnya Mbak Kayshila ya?” tanya wartawan.
“Ya sebagai lelaki yang normal tentu saya ada keinginan dan rencana untuk menikah. Mohon dianya saja agar semuanya lancar.”
“Calonnya siapa, Mas?”
“Ada, nanti kalian juga tahu, kok.”
Tak puas dengan jawaban Ghali yang main rahasia. Wartawan itu mengulik melalui Mario dan Giandra, sayang kedua sahabat Ghali itu pun bungkam mengenai rencana pernikahan Ghali. Sikap Ghali yang tertutup tidak membuat wartawan yang haus akan berita itu menyerah begitu saja. Mereka mencoba mengulik info melalui Kayshila. Kay, yang sedang ada di hotel milik kakaknya itu pun terkejut dengan kedatangan wartawan yang menanyakan info tentang dirinya.
“Mbak Kay, kan dekat nih ya sama Chef Ghali, tahu dong Chef Ghali mau nikah? Calonnya siapa ya, Mbak? Mbak Kay atau bukan?” cerocos wartawan tanpa henti.
Awan mendung langsung menyelimuti wajah Kayshila. Ia sama sekali tidak tahu tentang rencana pernikahan Ghali. Lagipula, lelaki itu tak pernah bercerita apa pun tentang kehidupannya.
“Maaf saya gak tahu kalau soal itu. Kalian bisa tanyakan langsung sendiri sama Chef Ghali ya, permisi.”
Wartawan mendengus kesal karena bertanya pada Kayshila pun sama sekali tidak mendapat jawaban yang memuaskan.
===
Meski emosi Kayshila sedang tidak stabil karena gosip Ghali yang akan menikah, ia tetap profesional dalam memandu acara masak. Saat syuting telah selesai, Kay menghampiri Ghali dan bicara empat mata dengan lelaki yang sudah disukainya sejak lama itu untuk mendapatkan klarifikasi.
“Aa’, Kay mau nanya sesuatu.”
“Nanya apa, Kay?”
“Emang gosip yang beredar kalau Aa’ mau nikah itu bener ya?” tanya Kayshila dengan harap-harap cemas.
Ghali sedikit tertegun dengan pertanyaan Kayshila. Meski mereka dekat sebagai rekan kerja, Ghali tidak menceritakan tentang kehidupan pribadinya pada Kay, termasuk soal rencana pernikahannya dengan Shayna. Ghali rasa, ia dan Kay tidak sedekat itu secara emosional untuk saling berbagi cerita. Selama ini, Ghali memposisikan dirinya sebagai kakak bagi Kay, sama seperti David.
“Insya Allah, iya, Kay. Saya ada rencana menikah. Mohon doanya ya biar semuanya lancar sampai hari-H,” ucap Ghali sambil tersenyum. Sebenarnya, ia enggan memberi tahu karena masih satu bulan setengah lagi. Tapi, mengelak dari pertanyaan Kay sepertinya bukan tindakan yang bagus pula. Apalagi Kayshila dengan karakter dan rasa kepo yang tinggi pasti akan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan yang dia mau.
Bagi Kay, waktu terasa berhenti bergerak kala Ghali menjawab iya atas pertanyaannya. Tubuhnya membeku dan mendadak pikirannya menjadi kosong. Ia tak tahu harus berbuat apa. Harapannya untuk bisa bersanding dengan chef tampan di pelaminan, pupus sudah.
“Ap – apa, A’? Aa’ mau nikah? Sama siapa?” tanya Kayshila.
“Ada, nanti juga kamu tahu kok.”
“Kenapa, A’? Kenapa?”
Ghali merasa sedikit aneh dengan pertanyaan Kay. “Kenapa apa, Kay?”
“Kenapa? Kenapa kamu gak lihat aku, A’? Apa sikapku selama ini gak jelas menunjukkan kalau aku suka dan cinta sama kamu?” Kay menggenggam lengan Ghali yang saat itu menggunakan kemeja lengan panjang.
Ghali termenung di hadapan Kay. Sungguh, ia tidak tahu harus berbuat apa dengan gadis di depannya.
“Maaf, Kay. Kamu tahu sendiri selama ini saya hanya menganggap kamu sebagai adik, tidak lebih. Saya mohon maaf.”
“Apa karena aku gak shalihah? Aku gak pakai jilbab dan nutup aurat kayak perempuan idaman Aa’, ya? Aku mau kok berubah demi Aa’, asal Aa’ mau nikah sama aku. Aku mau berubah.” Kayshila berusaha membujuk Ghali. Ia rela melakukan apa pun demi Ghali.
“Kay, jangan begini. Kalau kamu mau berubah, berubahlah demi Allah, bukan demi saya. kamu gadis yang baik, Kay. Saya yakin nanti kamu juga akan berjodoh dengan lelaki yang baik.”
“Tapi lelaki baik yang aku ingin buat jadi jodohku itu kamu, Aa’ Ghali, bukan lelaki yang lain.” Kayshila menundukkan kepalanya menangis tersedu. Untung saja mereka berada agak jauh dari kerumunan orang banyak.
Ghali hanya bisa menatap iba pada Kayshila. Tak mungkin ia memeluk gadis itu karena mereka bukan mahram.
“Apa gak ada kesempatan lagi buat aku, Aa’?
“Maaf, Kay. Saya mohon maaf tidak bisa membalas perasaan kamu, kita memang bukan jodoh. Sekali lagi saya mohon maaf. Kita masih bisa berhubungan sebagai adik kakak dan rekan kerja ya, Kay?”
Kay menatap Ghali dengan linangan air mata. Patah hati yang ia rasakan begitu perih dan menyayat hati. Tadinya, Kay harap dengan seringnya mereka bertemu sebagai rekan kerja akan menimbulkan benih-benih cinta di hati Ghali untuknya. Namun, Kay salah. Kay hanya menarik perhatian Ghali tanpa menarik perhatian Sang Pemilik Hati. Kay lupa berdoa pada Dzat yanng Maha Membolakbalikkan hati.
“Semoga Aa’ bahagia ya,” ucap Kay lemah sambil menyunggingkan senyum yang sangat tipis. Setelah itu ia berbalik melangkah meninggalkan Ghali.