Stok kesabaran sudah habis.

1028 Words
Di tengah derasnya hujan. Sebuah mobil hitam berada. Depan sebuah apartemen yang tak begitu mewah. Hari ini, hari yang membuat dia merasa sangat kesal. Sudah beberapa hari orang tuanya tidak pernah berhenti memaksa dirinya. Bahkan, sampai telinganya panas. Atau, kepalanya ingin keluar dari tempatnya juga. Mereka terus memaksanya menikah. Hujan yang tidak berdurasi terlalu lama. Hanya sekitar 10 menit. Di tengah terikanya matahari yang masih menyengat. Ternyata hujan yang memberikan harapan palasu. Tidak hanya laki-laki yang memberikan harapan palsu. Hujan, pun sama! Hujan, sampaikan pada siapa nanti jodohku. Biarkan dia menemuiku sekarang. Arga, menghela napasnya. Mengamati sekitarnya "Ini... Apartemen yang di belikan untukku?" Bola mata hitam pekat itu tak hentinya berkeliling melihat apartemen yang tidak begitu mewah di depannya. Hujan deras siang hari ini, semakin membuat suasana hatinya sangat buruk. Arga, menyebar di kursi mobilnya. Memejamkan matanya sejenak. Sudah terlalu capek terus perkajaan terus menumpuk di kantornya. Hari ini, Dia sedikit bisa bernapas lega. Arga menghela napasnya. "Hah.... Apa aku harus masuk ke dalam? Gumam Arga. Terlihat jelas dari raut wajahnya. Dia kecewa dengan pilihan mamanya. Gimana bisa dia memilih apartemen ini? Dari sekian banyak apartemen mewah disini. Semua tidak ada yang tahu. Mungkin, saatnya aku masuk ke dalam. Arga mengambil payung di kursi belakang. Tangan kanan menegang pintu mobil, bersiap untuk melangkah. Brak... Brak... Brakk.. Ketukan pintu sangat keras. Dengan sangat menggebu. Membaut Arga membuka matanya lebar. Tubuh yang baru saja ingin bersandar sebentar. Harus tertunda, hanya gara-gara sosok wanita yang entah dari mana dia datang. Arga menyipitkan pandangan matanya, melihat lurus ke depan mencoba memperjelas pandangan matanya. Ternyata benar, seorang Wanita cantik berkulit putih, dengan rambut lurus. Terurai panjang sepunggung. Berusaha memintanya untuk membuka pintu. Arga terdiam, mencoba berpikir sebentar. Klik... Entah dewi atau dewa apa yang merasuki otak seorang Arga yang tidak pernah perduki dengan keadaan orang lain. Tiba-tiba membuka pintunya begitu saja. Seolah membiarkan wanita itu masuk ke dalam mobilnya yang di tanggalnya keramat. Tidak pernah sama sekali wanita masuk ke dalam mobilnya. Detik berikutnya. Brak... Wnaita ith menutup keras mobilnya. Suara pintu tertutup mengejutkan Arga. Dia harus mengurungkan niatnya untuk melangkahkan kakinya keluar. Arga menoleh sekilas, kedua matanya terbuka lebar, menoleh melihat sosok wanita yang tiba-tiba naik di kursi belakang mobilnya. Dengan baju dan rambut sedikit basah, dan berantakan. Arga memincingkan salah satu matanya. Sosok wanita aneh, dengan baju seragam lengkap. Rok pendek selutut, baju ketat, kancing kerah sedikit terbuka. "Tolong jalankan mobilnya, om!" pinta Raisya. Tanpa menatap ke arah laki-aki di depannya sedikitpun. Dia sibuk dengan membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan. Arga tersenyum picik, terkejut dengan apa yang di perintahkan bocah ini. Anak sekarang? Semuanya tidak ada yang jelas! Arga menggelengkan kepalanya. Pasti anak ini sekarnag bolos sekolah. Pikir Arga melihat jam analog mobilnya. Yang masih menunjukan pukul 11 siang. Dan, jam segini anak sekolah belum ada yang pulang. "Apa anak jaman sekarang seperti ini." geram Arga. "Turun!" tegasnya dingin. "Memangnya kenapa? Ini itu memang trend saat ini." ucap seorang nyata di depannya. Tanpa menatap ke arahnya. "Aku tidak mau, turun! Sudahlah, aku bilang jalankan sekarang mobilnya. Tolong jangan banyak bicara lagi." Arga berdecak sinis. Darahnya bergerak cepat naik ke atas kepalanya, amarahnya memuncak saat mendengar ocehan gadis kecil yang sama sekali belum dia ketahui. Rambut yang berantakan menghalangi matanya melihat siapa tadi kecil yang berani berbicara banyak dengannya. Gadis ini tidak memiliki sopan santun, etikanya, nol besar! Gimana cara sekolah dan orang tua mendidiknya. "Adek! Lebih baik, turun sekarang." Arga menahan emosinya. Dia masih sedikit waras. Dan tidak berpikir untuk mengasari seorang gadis kecil masih SMA ini. "Adek?" pincing wanita itu berani. "Eh.. Om, seakan kapan aku jadi adik kamu? Dari nenek moyang, atau dari orok?" tanyanya dengan nada sedikit meledek. Ke dua matanya masih fokus mengamati skeitanya. Waniita itu menepuk bahu Arga. "Om! Cepat jalankan mobilnya." perintahnya dengan suara berteriak. Arga sudah kehilangan kesabarannya. batas kesabaran yang dimiliki sosok Arga sudah sampai di ujung batasnya. Dia tidak bisa menoleransi lagi kelakuan gadis tidak punya etika di belakangnya ini. Dan, ini kejadian ke dua kalinya. Sorang gadis kecil berani menentangnya. Setelah kejadian di restauran. Sekarang, kejadian di sini. Dia harus menyediakan kantong kesabaran sebanyak mungkin. Jika berhadapan dengan gadis yang sama. Entah apa semua gadis kecil punya perilaku sama seperti dia? Singguh membingungkan, kelakuan anak sekarang. Wanita itu sedikit ke depan. Menepuk bahu Arga berkali-kali tanpa rasa takut. Dengan ke dua matanya menyorot ke belakang. Mengamati sekutarnya. "Eh... Om.. Kunci mobilnya. Nanti kalau ada orang mencariku. Bilang saja aku tidak ada." "Wait? Apa yang kamu katakan? Cepat keluar!" pekik Arga. Wanita itu menggerakkan kepalanya. Menatap ke arah Arga. Ke dua matanya membulat sempurna saat melihat sosok laki-laki yang ada di mobil itu. Senyum semringai terukir di bibir wanita itu. Meski di balas dengan pelatotan tajam oleh Arga. "Hehehe... Maaf! Sepertinya aku salah tempat." Menarik tubuhnya perlahan sedikit ke belakang. "Bentar!" Arga mencengkeram erat pergelangan tangan wanita itu. "Bukanya...." "Eh... Bukan! Anda salah orang." Raisya memalingkan wajahnya. Menutupi dengan telapak tangan kirinya. "Tidak! Aku tidak mungkin salah." Sialan! Kenapa aku jadi àpes begini? Aku bertemu dengan laki-laki yang salah. "Kenapa kamu pakai baju sekolah? Siapa sebenarnya kamu?" Ke dua mata Raysa berkeliling. "Sialan! Beneran, dia mengejarku." gerutu Raysa. Siapa yang dimaksud olehnya? Arga membingungkan matanya bingung. Raysa menarik tangannya kasar, dari cengkeraman Arga. "Tidak perlu tahu siapa aku. Dan, om.. diam saja. dulu." Raysa, bersembunyi di bawah kursi mobil. "Eh... kamu bolos sekolah?" "Sssttt... Diamlah! Kenapa om banyak bicara sekali." Arga menggelar napasnya frustasi. "Jangan panggil aku, om!" "Iya.. Iya.. Om!" Mata Raysa masih berkeliling menatap sekitarnya. Dia semakin mendekat? "Sejak kapan aku menikah dengan tante kamu." "Ssstttt..." Raysa menyembunyikan wajahnya sedikit tertunduk ke bawah. *** "Dimana dia? Bukanya tadi dia lari kesini? Kenapa cepat banget larinya. "Sepertinya aku harus cari di apartemennya." seorang laki-laki di luar, terlihat kebingungan mencari seseorang. Sosok laki-laki dengan pakan rapi. Menggunakan payung berjalan, di tengah derasnya hujan. "Ehh.. Benar! Kamu bolos sekolah." "Udah! Diamlah!" pekik Raisya. Ke dua mata menguntip di balik kaca mobil. Melihat langkah kaki laki-aki itu sudah menjauh dari mobilnya. Raysa menghela napasnya lega. Mangusap dadànya berkali-kali. "Akhirnya lega juga." ucap Raisya menarik tubuhnya duduk di belakang kursi mobil Arga. "Om.. Antar aku pulang!" pinta Raisya dengan santainya. Meras legas, Raysa menyandarkan punggungnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD