Menjijikkan

1553 Words
9 "Apa anda, bisa keluar dari kamarku?" tanya Arga, berjalan semakin mendekat. Raisya yang terlihat sangat gugup. Dia, mencoba melangkah ke belakang. Hingga ke dua kakinya benar-benar tak bisa bergerak. Menyentuh pinggiran king size milik laki-laki angkuh di depannya ini. Apa yang harus aku lakukan? Jemari tangan Raisya meremas ujung rok miliknya. Membentuk sebuah gumpalan. Bibir tipis bagian bawah gemetar melihat wajah tampan Arga semakin mendekat.. Mendekat. Dan semakin dekat padanya. Hingga ke dua mata mereka saling berhadapan. Arga sedikit menundukkan tubuhnya, jemari tangan kirinya menyilakan helaian rambut tipis di pelipisnya. Ke belakang telinganya. "Kamu mencariku!" suara lirih itu seperti memberikan getaran yang berbeda di tubuhnya. Mesùm? Iya.. Dia laki-laki mesùm? Astaga apa yang harus aku lakukan? Hembusan napas mereka saling beradu. Ke dua mata saling menatap tajam. Raisya mengigit bibir bawahnya yang tak henti terus gemetar. Arga menarik dua sudut bibirnya. Senyum tipis terukir di bibirnya. Tapi tidak ada yang tahu, jika laki-laki itu ternyata bisa tersenyum juga. Pertama kali tersenyum, terlihat sedikit kaku dan aneh. Membuat wanita di depannya merasa geli melihatnya. Seperti senyuman orang psikopat wanita. Sungguh menggelikan? Pikir Raisya. "Sekarang, apa yang kamu inginkan. Jika kamu tidak mau jawab. Aku akan buat kamu bertekuk lutut di sini." Arga mendekatkan wajahnya. Raisya mengerutkan hidungnya. Menutup hidung mungilnya rapat-rapat. "Emm... Apa anda, juga bisa sedikit lebih jauh dariku." Raiysa, mencoba mendorong pelan tubuh Arga. "Mulut kamu bau!" lanjutnya mengejek. Arga membulatkan matanya sempurna. Dia membalikkan badannya. Mencoba memastikan bau napasnya. Sialan! "Kamu membohongiku?" tajamnya. "Tidak? Atau, Iya?" Tawanya meledak satu ruangan. "Tuan! Lebih baik, anda sekarang segera pakai baju. Apa anda suka menunjukan tubuh anda di depan anak kecil. Om-om. m***m!" gerutu Raiysa. Mengangkat ke dua bahunya, geli. Merasa sangat kesal, Arga menepis tangan Raisya, tubuh mungil gadis kecil itu tertarik masuk ke dalam delapan tubuhnya. Dia merasakan detak jantung laki-laki di depannya. Telapak tangannya semakin berkeringat, merasakan bentuk otot dadà Arga. Berkali-kali Raisya mencoba menelan ludahnya susah payah, antara dia ingin melihatnya. Tetapi, di sisi lain dia merasa sangat malu dan takut. Wajah putih Raisya berubah jadi kepiting rebus dalam hitungan detik. Dia mencoba menunduk, acuh tak acuh. Arga mengerutkan keningnya. Seolah dia sedang berpikir sesuatu hal. Melihat wajahnya yang begitu menakutkan dan angkuh. Raisya mencoba terus melangkah sedikit menjauh. Kesekian kalinya dia mencoba. Berkali-kali juga tangan kekar laki-laki itu menarik tubuhnya. Semakin membuat tubuhnya menyandar di d**a bidangnya. Ini ujian harap sabar! Jaga mata! Raisya, jaga mata kamu! Otaknya tak hentinya terus berbicara. "Jangan pernah pergi dariku. Jika kamu cari kesempatan untuk mengikutiku. Atau ada satu hal yang kamu mau?" Arga mendorong tubuh Raisya terjatuh tepat di atas king size miliknya. Ke dua tangan Raisya tak sengaja menghalangi tubuh Arga yang hampir berbaring di atasnya. Tangan itu mulai menyentuh dàdanya. Terasa jelas d**a bidang laki-laki di depannya. Begitu mengagumkan. Jika harus memilih, Raisya juga mau memilih laki-laki dengan tubuh bagus seperti dia. Pasti sering olahraga? Pikirnya. Apa ini? Apa aku menyentuh dadànya? Raisya meraba dadà bidang Arga. Laki-aki itu memincingkan matanya. Merasa aneh dengan wanita kecil yang beraninya bersikap seperti wanita dewasa. Dia henar-benar sedang menantangnya. Atau sedang meragukan kelakuannya? Arga tak habis pikir dengan pikiran remaja sekarang? Apa memang semua suka dengan laki-laki tua? Atau hanya untuk menikmati hartaku. Seperti apa yang ada di film? Atau cerita orang-orang. Merasa tidak bisa di teruskan lagi. Arga, menajamkan matanya. Ia mencengkeram ke dua tangan Raisya sangat erat. Wanita yang semula diam, dia mulai meringis kesakitan. Mencoba menarik tangannya dari cengkeraman Arga. Tetapi tetap saja, cengkeraman itu masih saja menyakitkan. Mungkin akan menimbulkan bekas lebam nantinya? Tangannya sangat kuat? Dasar laki-laki gak punya hati. Arga semakin mempererat cengkeramannya. "Argg... Maaf! Maaf! Lepaskan!" geram Raisya, tetap bersikukuh melepaskan tangannya. Arga mendekatkan wajahnya, dan berbisik pelan. "Kamu yang memulai, jadi kamu yang harus terima akibatnya. Jika kamu berani berbuat lebih padaku. Maka aku akan membalas kamu jauh lebih menyakitkan! Gadis.. Kecil!" suara itu sedikit menggetarkan hati Raisya. Bukan getaran cinta. Tapi getaran takut. Apalagi suaranya seperti seorang psiko wanita remaja seperti dia. Dahi Arga mengkerut, membentuk lipatan-lipatan kecil di tengah, ia memperhatikan gadis itu dari atas sampai bawah. Arga tersenyum tipis. "Jika kamu ingin berniat mendekatiku. Hanya ingin hartaku. Aku tidak sudi. Dan, aku tidak suka dengan wanita kecil sepertinya." suara itu masih terdengar di telinganya. Hembusan napas kasar Arga terlintas di ujung telinganya. Gadis itu menatap Arga tanpa beban. "Tidak!" jawabnya datar. "Tidak pernah adaa niatan seperti itu. Jangan sok percaya diri, om. Lebih baik minggirlah!" perintahnya dengan nada suara meninggi. Seolah rasa takut dalam otak Raisya tiba-tiba hilang. Arga berusaha tetap tenang. Menghela napasnya berkali-kali Dan, mencoba untuk tetap menatap ke arah Raisya. Tatapan itu berubah jadi sebuah kekesalan yang amat dalam. Raisya memalingkan wajahnya acuh. Dia kembali mengeluarkan senyum piciknya. Tepat di hadapan Arga, yang masih tepat di atasnya. "Om, salah orang!" Arga menghela berat. Ia mulai menatap kembali gadis itu sangat lekat. Melipat ke dua tangannya di atas dadànya. Sembari bergumam pelan. "Tidak udah basa-basi. Dari kamu di restauran. Kamu sebenarnya sudah mencoba mendekatiku, kan." pikir Arga. "Dan, bocah kecil. Apa kamu suka dengan saya? Tapi, maaf. Kamu bukan tipe saya." Gadis itu tidak menjawab perkataan Arga. Dia hanya memberi tatapan dingin. Dan seringai sinis. Dia berhasil membuat Arga kesal setengah mati. Tapi tetap saja Arga hanya bisa nenahan kekesalannya. Dan, untuk pertama kalinya. Arga bertemu dengan wanita aneh, dan seberani dia. Membuat kekacauan dalam hidupnya. Wajah aneh, dan sedikit kekanakan. "Om.. Kenapa wajah anda di tekuk seperti itu?" Raisya tertawa. "Hehe.. Emm.. Om. Sepertinya anda berpikiran salah tentang saya. Saya tidak berniat sama sekali mendekati om-om tua. Dan, maaf sekali. Om juga bukan selera saya juga." Bukanya sekalian bisa menahan kesabaran. Kesekian kalinya dan tidak bisa di hitung lagi. Arga terus menahan kekesalannya. Kepalanya terasa mendidih harus berhadapan dengan wanita ini. Entah dia keluar dari ruang mana? Apa dia alien? Atau sejenisnya? Benar-benar menguras kesabaran dalam hatinya. Tak bisa menahan kekesalan lagi Arga menarik ke dua tangan Raisya menempel tepat di king size. Mengunci ke dua tangan dan kakinya. "Jika memang kamu wanita seperti itu. Sekarang, apa kamu aku temani aku. Biasanya wanita yang suka jadi simpananan adalah orang yang sering melayani simpanannya." Arga mendekatkan tubuhnya, mengigit manja ujung telinga Raisya. Raisya pun memilih diam. seribu bahasa. Hatinya gemetar. Dia merasa tak ingin melawannya lagi. Meski sekarang hidupnya terancam oleh Arga. Dia merasakan getaran ingin memeluknya. Tapi, entah dari mana pikiran kotor itu. Tidak! Tidak! Sasak pikiran ini kenapa jadi pikiran kotor begini. "Apa kamu menemani saya tidur?" Ke dua mata Raisya membulat sempurna. Menelan ludahnya perlahan. Seakan tak bisa masuk dalam tenggorokannya sangat sempurna. "Om.. Eh.. Salah, Mas boss. Jangan tidur dengan gadis muda. Tidak baik!" Raiysa mencoba melepaskan dirinya. Berkali-kali. Meski tetap saja gagal. Dia mencoba mengeluarkan semua kekuatannya. Mencoba mengangkat sedikit tubuhnya. Membalikkan badannya, hingga terbalik, bukanya selamat. Raisya terjatuh tepat di atas tubuh Arga. Bibir mungil berwarna pink alami terlihat senada itu mulai terjatuh tepat di atas bibir Arga. Ke dua mata mereka mengerjap tak percaya. Menatap sangat dalam, dan sedikit lama. Arga menyorot tajam ke dua mata Raisya. "Apa yang kamu lakukan?" Arga mendorong tubuh Raiysa menjauh darinya. Wajahnya memerah, rahangnya mulai menegang. Saat dia mengingat apa tang sudah di lakukan wanita tadi. Rasa kesal dan malu pastinya ada dalam pikirannya. Karena dia membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya? Itu yang membuat Arga merasa sahabat malu, kesal, dan bingung. Raisya mengibaskan tangannya di bahu kanan dan kiri bergantian. Dia bangkit dari duduknya. Menghela napasnya, dan mulai berkacak pinggang melotot padanya. "Hey.. Kamu.. Apa yang kamu laku tadi juga salah kamu sendiri. Terus, kamu mau nyalahin aku begitu saja. Harusnya, om.. Eh.. Salah. Mas, Boss. Harusnya anda intropeksi dirinya. Jadi jangan pernah iri hati. Hehe.. Canda iri hati." ejek Raisya, membalikkan badannya. Arga kesekian kalinya harus mencoba untuk tetap sabar. Entah sampai rambutnya berubah putih juga, sepertinya wanita di depannya ini masih sana keras kepala. Tidak bisa di jelaskan lagi dia, itu punya muka berapa? "Hai.... Mas boss. Apa ada yang aneh?" tanya Raisya mengerutkan keningnya. Memincingkan salah satu alisnya. Menatap aneh wajah Arga. "Pergi!" pekik Arga sedikit judes. Raisya membalikkan badannya. "Oke.. Oke.. Tuan, Boss.. Aku pergi! Eh.. Tapi bentar, apa tuan boss yakin?" Arga mencoba berdiri dari king size miliknya. Menghela napasnya berat. Ke dua mata masih menyorot tajam mata Raisya. Raisya tak mau kalah. Dia menatap Arga dingin. Melipat ke dua tangannya di atas dadanya. Dia bergumam pelan, dengan kening berkerut. Ke dua nata mengamati dai ujung kepala sampai ujung kaki Arga. Seketika dengan cepat Raiysa menutup ke dua matanya. "Aaaaaa.... Mesùm!" teriaknya menggema keseluruh penjuru ruangan. Arga menunduk, ke dua matanya hampir saja keluar dari kerangkanya saat melihat handuk putihnya lepas. Dia segera membenarkan. Dan, lalu mendorong tubuh Raisya keluar dari kamarnya. "Pergi! Gadis perusuh!" Arga menutup pintunya. "Heh... Gadis perusuh. Aku datang itu menyambut baik kamu. Tapi tamu di berlakukan kasar. Dasar om-om aneh. Nyebelin, jutek, kurang ajar, Mesùm." ejek berderet Raisya. "Dasar, menjijikkan. Beraninya juga menggoda gadis kecil dengan hal begitu." Raisya mengangkat ke dua pundaknya geli. Membayangkan tadi. Bagi gadis polos seperti dia tidak tahu akan hal itu. Melihatnya dibuatnya gemetar. Arga di dalam apartemennya, meski mendengar apa yang di katakan Raisya. Dia hanya diam tidak membalas hinaannya. Bagi dia yang penting tidak melihat wajahnya lagi. Bisa, muntah lama-lama harus berhadapan dengannya Kepalanya sudah hampir meledak di buatnya. Gimana bisa berkali-kali bertemu gadis luar biasa, aneh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD