Part 06: Dosen Kurang Ajar

1120 Words
"Emm ... Pak," Sam yang sedang menyetir mobil di sebelahnya itu hanya melirik sekilas, "hm." Dea merengut mendengar sahutan itu, bilang apa kek gitu, ini malah cuma ham hem ham hem aja. "Soal di kampus tadi.." Sam masih berkutik dengan mobilnya, nampak tidak terlalu menyahuti ucapan Dea. "Yang tadi saya beneran nggak sengaja kok, Pak. Bapak jangan marah ya." "..." Tidak merasa mendapat sahutan dari sebelahnya, Dea pun masih terus nyerocos sendiri, "jangan bikin saya ngulang semester ini lagi dong, Pak. Nanti saya dimarahin Bapak saya." Mendadak Sam menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dea meneguk ludahnya susah payah, mau ngapain dosennya ini?! "Jangan bilang kamu melakukan semua ini cuma demi tidak mengulangi semester ini lagi." Tebaknya sambil mengangkat dompet yang Dea berikan tadi, Sam menatap gadis mungil itu dengan wajah dinginnya. Ya emang lah, Pak! "Ya nggaklah, Pak!" Bullshit sekali mulut Dea ini, "tadi waktu saya mau keluar kelas Teknik Informatika. Saya melihat dompet Bapak dan sepertinya isinya penting, jadi saya harus segera balikin. Mana ada saya cari muka sama Bapak." Wajah Sam langsung mengendur seketika mendengarnya, Dea menghela nafas lega. Selamat! Sam mengangguk sambil menyandarkan tubuhnya pada jendela mobil, menyerongkan badan menatap Dea yang berada di samping kirinya itu. "Ngomong-ngomong rumah kamu sebelah mana. Dari tadi kamu nggak bilang alamatnya." Lah iya ya! Terus dari tadi mereka jalan itu tujuannya ke mana coba? g****k banget deh dosennya itu! Batinya tanpa sadar kalau dirinya sendiri yang g****k. "Di Jalan Anggrek, blok A6. Nomor 7." Sam lalu menjalankan mobil itu kembali tanpa banyak bicara lagi. Mobil yang mereka tumpangi itu berhenti tepat di depan rumah besar. Bodyguard yang menjaga di depan gerbang langsung menatap mobil yang mereka tumpangi dengan waspada. Dea melengos kesal melihatnya, mereka beneran kayak penampakan deh malam-malam pakai item-item lagi! Dasar genderuwo. "Makasih ya Pak udah nganterin saya." Dea tersenyum tulus ke arah Sam. Sam hanya mengangguk sekali, matanya lalu menerawang ke arah rumah Dea itu sekilas, namun Sam tidak mengatakan apapun. Pemuda itu hanya menatap sekilas lalu pamit pergi setelah Dea keluar dari mobil nya itu. Bodyguard yang tadi menatap waspada itu langsung lega saat melihat yang keluar ternyata Nona rumahnya. "Wajah kalian jangan galak-galak dong! Temen aku jadi takut tuh mau ke sini!" Galak Dea sontak membuat kedua bodyguard itu langsung merasa bersalah mendengarnya. Dea masa bodoh, berjalan santai melintang memasuki rumah yang sudah mirip sangkar emas itu. "Tadi dianterin siapa?" Dea langsung disuguhi pertanyaan oleh Bapaknya yang ternyata berada di ruang tengah. "Dosen aku Pak." Jawab Dea dengan nada rendah, berjalan gontai ke arah Bapaknya itu. "Dosen? Kok bisa?" Jake kali ini menurunkan koran yang dibacanya, mengalihkan atensi sepenuhnya pada Putri semata wayangnya itu. Dea melenguh pelan, Bapaknya nggak paham apa kalau dirinya itu lagi capek banget. "Tadi Dea temuin dompetnya lalu dibalikin, terus dianterin pulang deh sama Pak Sam." Jake mengangguk percaya melihat ekspresi Putrinya itu. "Ya sudah kamu ganti baju sana, terus turun makan." Sepertinya di rumah ini Bapaknya ini lebih cerewet dari Ibunya. Dea hanya mengangguk lempeng lalu berjalan gontai menuju kamarnya yang berada di lantai 3 itu. Udah capek disuruh naik tangga pula! Lagian kenapa sih orang tuanya nggak mau bangun lift aja, biar dirinya nggak perlu capek-capek lagi kayak gini. *** Dea terbangun dari tidurnya karena merasa haus, ketika dirinya hendak beranjak untuk mengambil minuman Dea mendengar suara pintu yang berderit membuatnya kembali memejamkan mata reflek. Suara langkah kaki yang semakin dekat itu bisa Dea dengar dengan jelas. "Kamu kalau lagi tidur makin cantik, deh." Itu kan .... suara Kakak nya. Dea merasakan usapan lembut di rambutnya itu, "kayak Adik manis saat masih kecil dulu." Suaranya semakin merendah, membuat Dea harus lebih mempertajam indra pendengaranya. Kakaknya ngapain sih sebenarnya?! "Setelah kamu lulus SD kamu jadi enggak pernah ngobrol lagi sama kakak. Kakak ada salah ya sama kamu?" Ucapannya bagaikan duri yang langsung menghentak d**a Dea, tangan gadis itu yang berada di bawah selimut tanpa sadar sudah meremas sprei dengan kuat. Dea mohon ... jangan mulai! "Dulu kamu itu gadis yang ceria, anggun, dan rajin. Tapi kenapa sekarang kamu jadi seperti ini, Dek?" Satria terdengar hampir kehilangan suaranya, nadanya sangat serak dan dalam. "Kalau ada apa-apa kenapa kamu nggak pernah cerita sama Kakak, Kakak itu sebenarnya salah apa sih sama kamu?" Bisa Dea rasakan kasur sebelah kirinya berderit perlahan lalu sebuah kecupan hangat mendarat di dahinya. Dea semakin merapatkan matanya. Setelah itu bisa Dea rasakan Satria yang perlahan pergi dari kamarnya. Dea langsung mendudukkan tubuhnya cepat, air matanya merembes tak bisa ditahan. Tidak ada suara isakan ataupun kata-kata yang keluar dari bibirnya, mulutnya bungkam seribu bahasa. Namun air mata itu terus keluar dalam diam, perlahan bibirnya mengukir senyuman hampa. "Kakak nggak salah, tapi Dea benci Kakak." *** "Deandra!" Dea berhenti seketika, suara itu.... yang memanggilnya lengkap begini pasti cuma satu orang doang. "Kenapa, Pak?" "Ikut saya, kamu kan Asdos saya!" Perintahnya tak terelakkan. Dea langsung merengut, yah .... ma tude les. MALES! "Tapi saya ada matkul, gimana tuh Pak?" Dea berkedip polos. Sam nampak menyipit curiga, "sudah saya cek, kamu ada matkul nanti siang, jangan bohong sama saya!" Dea langsung mundur selangkah mendengar suara toa itu. "Tapi saya kan har-" "Sudah-sudah jangan banyak cincong! Cepat ikut saya!" Lalu tanpa alih-alih Sam langsung menggandeng tangan Dea untuk dia seret. Dea yang tidak siap pun terseok-seok mengikuti langkah besar Sam. Tuh orang gak sadar apa kalo kakinya panjang banget! Sam menghentikan langkahnya di gedung jurusan bahasa yang berada di paling pojok. Pemuda itu lalu membawa Dea yang hanya pasrah tertarik ke kanan-kiri itu ke lantai paling atas. Dea menatap malas sekitar, "Bapak ngapain ngajak saya kesini? Mau bunuh diri, Pak?" Tanpa rem Dea berbicara ngawur sendiri. Sam melotot mendengarnya, "kamu yha kalo ngomong jangan ngawur!" "Habisnya sih Bapak ngajak saya di atap gedung gini, kalo Bapak frustasi karna terlalu lama membujang yha jangan bunuh diri Pak, nanti di akhirat dosanya besar loh." Penjelasan yang sok religi dari Dea itu membuat Sam mendengus kasar. Sejak kapan mahasiswi ceramahin dosen nya?! "Bedakan antara single dan membujang!" Tegasnya. Dea melengos, "yaya serah Bapak." Ucapnya bodo amat. "Tapi BTW ini kita seriusan ngapain sih Pak? Saya gak mau yha ngelakuin aneh-aneh disini." Sambil mengamati sekitar yang memang sepi itu, lagian siapa yang mau capek-capek ke atap di siang bolong yang panas terik begini. Sam mengangkat sebelah alisnya ke arah Dea, "aneh-aneh gimana yang kamu maksud?" Sam lalu semakin merapat ke arah Dea membuat Dea melotot horor, dirinya merasa terpepet. "Ba-bapak mau nga ... pain?" Dea sudah terpentok, di belakang tembok, di depan Sam, di samping ada lengan Sam. Ini posisi ambigu sekali! "Kamu maunya saya ngapain?" Sam kali ini tersenyum aneh, ini pendeskriminasian mahasiswi namanya! "Bapak jangan macam-macam yha! Saya teriak loh!" Ancam Dea tanpa dipedulikan Sam. Sam semakin merapat. Merapat. Merapat. "Kamu kenapa merem gitu, Deandra?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD