Pagi Hari

1030 Words
"Ra ....." Sebuah sentakan terasa di lenganku, membuat tidurku yang begitu lelap terusik dengan sangat menyebalkan, aku ingin segera membuka mata untuk memarahi siapapun yang sudah mengusik tidur nyenyakku ini, sayangnya saat aku hendak bergerak, kepalaku terasa terhantam ribuan ton batu tepat di keningku hingga tanpa sadar aku mengerang kesakitan, alih-alih membuka mata, yang ada aku justru menenggelamkan diri semakin dalam di dalam selimut yang terasa lembut dan hangat ini, menyembunyikan punggungku yang telanjang dari dinginnya terpaan pendingin ruangan. Haaah, punggungku yang telanjang? Menyadari keganjilan ini membuat kesadaran yang sempat terbang menghilang bersama dengan alkohol dan juga obat perangsang sialan tersebut kini menghantamku dengan sangat menyakitkan hingga aku bisa menepis rasa pening dan mual yang melanda dan bangun seketika. Di saat aku mendapati pemandangan dalam room di Club' Ares ini pandanganku berubah menjadi nanar, pakaian kerja yang semalam aku kenakan kini tergeletak mengenaskan di atas kursi seberangku sana, terlihat jelas jika pakaian tersebut asal di ambil dan di letakkan begitu saja. Bukan pakaian tersebut yang mengiris hatiku, namun sosok tegap yang aku nobatkan sebagai salah satu orang yang paling aku benci di dunia yang tengah menatapku dengan pandangan tajamlah yang membuatku merasa duniaku runtuh dalam sekejap. Air mataku menggenang di pelupuk mataku menyadari akan semua hal yang sudah terjadi semalam. Mungkin aku memang tidak pernah menjalin hubungan dengan seorang pria, namun rasa nyeri di bagian intim dan juga kissmark yang terlihat jelas di dadaku sudah lebih menjelaskan di bandingkan apapun, sungguh ingatan akan apa yang terjadi semalam menghantam dan menamparku dengan sangat menyakitkan. Aku ingin menangis keras meratapi kehormatan yang telah hilang, namun rasa malu menguasaiku hingga air mata tersebut kembali aku telan dalam-dalam mengingat jika semua yang terjadi juga karena ulahku sendiri. Aku yang meminta pertolongan, namun pertolongan tersebut pada akhirnya membawa petaka untukku. Tidak pernah bahkan dalam mimpi sekalipun aku akan membayangkan akan mengalami hal seburuk ini, semua salahku sendiri, alkohol terkutuk, dan juga obat perangsang sialan, aku ingin menyalahkan seseorang atas semua hal buruk ini namun kembali lagi, yang paling salah adalah diriku sendiri. Air mata hanya akan semakin mempermalukan diriku sendiri yang sudah kotor. Entah kekuatan darimana, tangis yang sudah ada di ujung lidahku bisa aku telan bulat-bulat, walau seluruh dadaku bergemuruh dengan perasaan sesak yang sangat menyakitkan. Yang bisa aku lakukan untuk melampiaskan kesedihanku saat kehilangan satu-satunya hal berharga yang aku miliki hanyalah mencengkeram kuat-kuat selimut yang membungkus tubuh polosku. Ya, hanya itu yang bisa aku lakukan untuk memastikan jika aku memiliki keberanian untuk menghadapi dunia yang pasti tidak akan sama lagi untukku. Demi Tuhan, apa yang terjadi semalam adalah mimpi buruk yang menjadi kenyataan. "Kamu ingat yang terjadi semalam?!" Suara tegas dari seorang yang ada di seberangku membuatku mengalihkan pandangan mataku yang kosong kepadanya. Melihat bagaimana wajah kaku Sabda membuatku mengulas senyum sinis, bisa di pastikan jika calon adik iparku yang masih mengenakan pakaiannya semalam tersebut pasti akan menyalahkanku terhadap semua hal yang sudah terjadi dan menyeretnya. Walau kepalaku rasanya nyaris pecah bayangan tentang apa yang terjadi semalam berputar dengan jelas di memoriku. Hela nafas panjang aku ambil sebelum akhirnya aku menjawab tanya dari pria yang tampak sangat tidak bersahabat tersebut. Sabda tidak pernah tahu bagaimana sulitnya aku tersenyum saat berbicara dengannya di kala hatiku sudah hancur berantakan. Di matanya aku adalah sampah, dan apapun yang aku katakan tidak akan berarti untuknya. Sudah kepalang basah membuatku tercebur sekalian. "Aku ingat, Da. Terimakasih sudah bantuin aku lepas dari siksaan obat sialan yang bikin aku hampir mati semalam." Ya, aku sangat berterimakasih karena Sabda menolongku walau pada akhirnya pertolongan yang aku minta membuatku kehilangan kehormatanku. "Jangan khawatir, tidak akan ada yang terjadi padaku, dan kita anggap tidak pernah terjadi apapun semalam. Kamu sepakat, Da?" Semua kesalahanku dan aku cukup sadar diri untuk mengakuinya, andaikan aku tidak keras kepala mungkin semua kemalangan tersebut terjadi. Apalagi Sabda adalah seorang yang berada di list paling mustahil untuk aku tahan agar tetap di sisiku. Dia pacar Raya, dan itu adalah hal yang paling aku benci di dunia ini. Namun sayangnya Sabda sama sekali tidak berpikiran sama, mendengar apa yang aku katakan raut wajahnya yang kaku semakin tegang saat dia melangkah lebar menghampiriku, tanpa aku sangka cengkeraman kuat aku dapatkan di daguku dan menciumku dengan kasar hingga bibirku yang terasa sobek karena ulahnya semalam kini terasa nyeri karena ulah brutalnya yang seolah ingin menghancurkan bibirku tidak peduli seberapa keras aku menggeliat dan memberontak memukulinya dadanya agar pria yang aku benci ini melepaskan ciumannya yang begitu mendominasiku, aku pikir aku sudah gila namun nyatanya Sabda lebih gila dari yang pernah aku pikirkan. Sampai akhirnya saat aku merasakan nyaris kehilangan nafas, baru pria gila ini melepaskan ciumannya, selama ini aku selalu menginginkan seorang yang menyentuhku kali pertama dan menciumku adalah pria yang aku cintai, namun Sabda benar-benar menghancurkanku yang sudah remuk menjadi butiran yang terbang terbawa angin, katakan apa yang terjadi semalam adalah kesalahanku, namun haruskah sekarang dia melecehkanku seperti ini. Sungguh, jika tidak berada di bawah semua alkohol dan obat sialan itu tidak mungkin aku akan berpikiran untuk main gila apalagi dengannya. "Sara, lihat aku?!" Cengkeraman di daguku terasa sangat menyakitkan, di tambah dengan hentakan Sabda membuat air mata yang susah payah aku tahan meluncur bebas, aku benar-benar merasa kotor dengan segala dosa yang membalutku. "Setelah semua yang terjadi ternyata egomu sama sekali tidak berkurang. Di sini yang aku pikirkan adalah kemungkinan kamu yang bisa saja hamil anakku karena kita berhubungan tanpa pengaman, aku tidak peduli denganmu namun aku peduli jika sampai ada benihku yang tumbuh di dalam rahimmu." Tidak mau mendengar segala kemungkinan yang menghancurkan masa depan yang sudah aku rancang sebaik mungkin aku menepis dengan keras tangan kekar tersebut, Sabda pikir aku tidak memikirkannya, aku memikirkannya namun aku tidak mau semua hal buruk tersebut terjadi dan merusak segalanya. Tidak, hal itu tidak boleh terjadi. Sebab itulah, dengan penuh tekad aku membalas tatapan mengintimidasi seorang yang sangat tidak aku sukai ini. "Jika ada sesuatu yang terjadi padaku kamu tidak perlu memikirkan apapun, semua yang terjadi semalam adalah kesalahanku dan aku akan menanggung semuanya sendiri tanpa melibatkanmu. Percayalah, aku masih punya hati untuk tidak merebut kekasih adik tiriku sendiri sekalipun aku sangat membencinya." " ............" "Jadi, mari kita lupakan tentang malam panas yang kita lalui semalam dan anggap tidak pernah terjadi apapun."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD