Pertolongan Membawa Petaka

1098 Words
"Huuueeekkk..... Hueeekkkkkkk." Entah sudah keberapa kalinya aku memuntahkan isi perutku, rasa pahit, panas, dan asam bercampur menjadi satu dengan kepalaku yang berdenyut nyeri di ambang batas kesabaran yang begitu tipis. Rasanya begitu ringan dan menyenangkan namun saat akhirnya perut dan otakku ku tidak mampu menerimanya lagi, semua yang ada di perutku memberontak keluar. Sungguh satu pencapaian yang luar biasa aku bisa berjalan pergi dari table tempat yang lainnya masih melanjutkan pesta, fix, aku bersumpah tidak akan menyentuh alkohol lagi. Toleransiku dengan alkohol yang sangat rendah membuatku menderita sekarang ini. Bahkan setelah susah payah turun dari lantai dua club' malam sialan milik Ares melewati ratusan orang yang semakin larut semakin menggila, aku tidak bisa mencapai toilet lantai bawah hanya untuk mengeluarkan isi perutku, sungguh aku merutuk para manusia tidak tahu diri yang make out di toilet hingga aku kini tampak begitu menjijikkan sekarang ini. "Hangover? Pertama kali minum?" Di tengah rasa tersiksa perutku yang sangat melilit menggeliat ingin mengeluarkan seluruh isinya di pot tanaman luar koridor Club', aku merasakan seorang asing yang memijat tengkukku, membantuku mengeluarkan isi perutku agar tidak terlalu tersiksa. Terimakasih Tuhan, sungguh sekarang ini aku sangat membutuhkan bantuan macam ini, andaikan saja Rachel tidak menggila bersama dengan Randi di table mungkin aku akan memaksa dia untuk menemaniku sekarang yang begitu tersiksa. "Lebih baik keluar, daripada bikin sakit di dalam perut." Tanpa jijik sama sekali, si pemilik suara berat tersebut menemaniku mengeluarkan segala yang ada di dalam perutku, bahkan hingga rasanya mulutku begitu pahit dan asam karena cairan asam yang turut terkuras. Sampai akhirnya tidak ada lagi yang bisa di keluarkan dari dalam perutku tidak peduli seberapa keras perutku yang memberontak. Di tengah kesadaranku yang mulai menipis aku berbalik, mendongak ingin melihat siapa yang sudah menolongku ini, dan walau pandanganku mengabur dan sosok tersebut terlihat seperti sebuah bayangan yang tidak jelas, aku masih bisa melihat jika pria tersebut sosok eksekutif muda yang tampil rapi dalam kemeja abu-abu yang tergulung hingga siku, melihatku berusaha keras untuk fokus menatapnya, pria asing tersebut turut berlutut sembari mengulurkan sebuah botol minum untukku, hal yang langsung membuatku mengernyitkan dahiku heran. "Minum dulu, biar nggak mual. Aku sudah perhatiin kamu dari awal kamu main sama Ares. Tenang saja, aku member VIP di Club' Ares ini." Tanpa berpikir panjang merasakan pusing yang sangat mendera dan paksaan untuk muntah lagi aku buru-buru meraih botol yang sudah terbuka tersebut dan meminumnya dengan cepat, nyaris setengah botol aku habiskan hanya dalam waktu beberapa detik. Merasakan segarnya air mineral membasahi kerongkonganku yang terasa kering rasanya adalah satu nikmat yang tidak bisa di ukur, dengan tatapan penuh terimakasih aku menatap penolongku yang masih betah memperhatikanku lengkap dengan senyumannya yang semakin lama aku perhatikan semakin memperlihatkan kepuasan yang terasa ganjil dalam pandangan mataku. Aku tidak menemukan keganjilan tersebut sampai aku merasakan rasa panas tidak wajar di tubuhku yang masih terpengaruh alkohol yang terkutuk tersebut, rasa panas yang terasa begitu menyiksa hingga merembet ke titik sensitif di tubuhku yang berdenyut dengan sangat memalukan. Tanpa bisa aku cegah nafasku semakin memburu, sesuatu yang tidak pernah aku kenali bangkit di dalam tubuhku memberontak ingin melepaskan diri, sekuat tenaga aku menahan perasaan asing yang semakin menguat tidak terkendali, aku merasakan sentuhan di pipiku, sebuah usapan yang menyentuh ujung bibirku dengan jemari hangatnya, dengan pandangan sayu tanpa daya karena benar-benar kehilangan tenaga usai muntah dan kini serangan hebat di seluruh tubuhku aku menatap kembali pada sosok asing yang kini tersenyum penuh kepuasan kepadaku. Senyum licik yang akhirnya aku tahu maksudnya. "Kamu....." Aku ingin sekali mengumpatnya, namun rasa pusing dan panas yang sangat menggelisahkan ini membuatku tidak bisa berucap, seluruh tenagaku serasa benar-benar seperti terkuras habis. "Aku apa, Babe? Ayok aku bantuin!" Bahkan di saat pria asing tersebut setengah memaksaku untuk berdiri, aku sama sekali tidak memiliki tenaga untuk menolak, berulangkali aku menepisnya di tengah langkahku yang semakin sempoyongan dan deraan hasrat yang semakin besar namun aku kalah tenaga dengannya yang kini mendekapku dengan erat. "Please, jangan!" Mohonku dengan sangat di iringi dengan air mata yang mulai turun di pipiku, bahkan hanya untuk bersuara pun aku merasa tidak sanggup, obat perangsang bercampur dengan alkohol yang beberapa saat lalu aku tenggak adalah kombo mematikan yang bisa aku pastikan akan menghancurkan hidupku. "Relax, Babe! Di bandingkan teman-teman sialanmu itu, aku lebih pandai memanjakan wanita." Sungguh permohonan yang aku minta dari pria ini adalah hal yang sia-sia karena alih-alih melepaskan diriku seperti yang aku minta, gelak tawa justru terdengar darinya yang kini dengan lancang justru meremas pinggulku dengan keras sembari mencium segala sisi wajahku yang bisa di raihnya yang membuatku melenguh dengan sangat memalukan, otakku berusaha tetap waras namun tubuhku dengan lancangnya merespon setiap sentuhan yang di berikan dengan penuh damba seolah memang itu yang di inginkan. Jangan tanya bagaimana perasaanku sekarang, rasanya campur aduk tidak menentu, di satu sisi kewarasanku memperingatkanku akan penyesalan esok hari, namun rasa panas dan gelisah ini membuahkan pelampiasannya hingga aku merasa aku bisa mati dengan rasa tertahan ini. "Lo apain dia, b*****t!" Di tengah keputusasaan yang nyaris membuatku gila ini untuk mendapatkan pertolongan, pria gila yang sempat aku kira merupakan seorang penolongku ini mendadak tersungkur karena tendangan kuat yang menghantam punggungnya. Aku tidak tahu siapa yang sudah menolongku sekarang ini karena obat perangsang yang aku tenggak benar-benar menggila semakin tidak tertahankan, astaga, rasanya seluruh bagian sensitifku berdenyut meminta sebuah sentuhan untuk meredakannya, mataku terpejam kuat berharap hasrat tersebut sedikit mereka, yang aku dengarkan sekarang adalah umpatan bertubi-tubi di sela pukulan dan erangan kesakitan, sampai akhirnya suasana terasa sunyi tanpa ada pergerakan lagi menyisakan langkah kaki yang bergegas menghampiriku. "Ra, Lo nggak apa-apa?!" Bukan sebuah pertanyaan, namun lebih ke pernyataan saat aku merasakan tubuhku di bawa ke dalam gendongan dengan mudah, "udah aku bilangin, jangan minum, Lo nggak bisa minum, Sara. Syukur gue nemuin Lo, kalau nggak bisa di bungkus Lo sama si Vano! Lo nggak tahu gimana buayanya nih manusia laknat! Dimana lagi nih manusia naruh kunci room-nya." Dari suara gerutuannya yang terkesan cerewet aku bisa tahu jika orang yang menolongku adalah Sabda. Untuk pertama kalinya seumur hidupku aku merasakan sebuah kelegaan dapat bertemu dengan seorang yang beberapa saat aku maki-maki tadi, namun satu masalah muncul kembali, aku mungkin terselamatkan dari buaya Eksmud bernama Evano yang sekarang terkapar usai di hajar Sabda, namun saat kami berdua jatuh ke atas ranjang kamar yang baru saja di buka oleh Sabda dari Evano, hasrat yang mati-matian aku tahan meledak saat tubuh hangat Sabda mendekapku, erangan tidak bisa sembunyikan saat hela nafas hangat Sang pemilik feromon yang tercium begitu menggoda di hidungku tersebut menggelitik telingaku. Mungkin aku sudah gila, namun nyatanya aku kalah dengan hasrat dari obat perangsang yang di berikan Evano sialan. "Da, please, bantuin gue."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD