“Kak Raya. Kita dapat klien lagi nih,” ucap Elin saat dia melihat Raya melintas di depan meja kerjanya.
“Ya terus?” Wanita itu tidak berhenti membuat Elin langsung berdiri dan mengejarnya.
“Sepertinya yang ini harus ditangani langsung sama Kak Raya,” ujar Raya.
Raya menghabiskan air mineral yang baru dia ambil dari dalam kulkas, “Memangnya kenapa?”
Raya biasanya hanya menangani misi-misi berat yang melibatkan playboy cap kakap.
“Menurut klien, target kita ini playboy cap kakap. Dia bisa mengencani dua wanita sekaligus dalam satu ruangan yang sama tanpa ketahuan satu sama lain,” ujar Elin sambil membaca aduan di tablet miliknya.
Raya menoleh dengan bersemangat, dia begitu karena Raya memang menyukai tantangan dan misi yang ini sepertinya akan sangat menantang.
“Dia juga pernah mengencani Ibu dan Anak.” Elin dan Raya saling berpandangan dengan wajah terkejut.
“Wah, dia benar-benar kelas kakap,” ujar Raya.
“Benarkan?” Elin mengangguk-angguk.
Raya berlalu menuju kembali ke ruangannya disusul Elin.
“Jadi bagaimana? Kita terima gak?” tanya Elin.
Raya tidak menjawab dengan suara, dia malah mengangkat jempolnya sebagai tanda setuju.
“Sudah kuduga, Kak Raya memang yang terbaik.” Elin tersenyum lalu memproses misi kali ini.
***
Raya mulai untuk mencari tahu latar belakang dari targetnya kali ini.
“Namanya, Mikha Handa ... yono. Ah, susah sekali namanya,” uajr Raya lagi.
Targetnya kali ini ternyata seumuran dengan Raya, mereka bahkan lahir di bulan yang sama hanya berbeda tanggal saja.
Raya menelusuri semua sosial milik targetnya dan merasa aneh karena lelaki itu tidak memiliki satu pun postingan wanita atau pun mengikuti akun berisi wanita cantik. Lelaki itu bahkan tidak memiliki akun lain, tidak seperti kebanyakan orang lainnya.
Jangan tanya dari mana Raya bisa mengetahui informasi sedetail itu, dia punya gelar S3 itu bukan tanpa sebab. Beberapa jam saja di depan komputer, wanita itu bahkan sudah tahu alamat lelaki itu bahkan jumlah tagihan air yang dibayar lelaki itu.
“Hm, menarik.” Raya menopang dagunya dengan tangan sambil kembali menyeruput kopinya.
Dia tidak menemukan ada yang aneh dengan lelaki ini, bahkan tagihan dan informasi bank dari lelaki itu juga bersih. Bagi Raya, salah satu cara untuk mengetahui pria itu playboy adalah dengan mengecek transaksi rekening mereka. Biasanya orang yang berselingkuh itu suka sekali memberi uang pada selingkuhan mereka.
Raya memandang lagi foto lelaki itu, lelaki itu tampan harus Raya akui. Tapi apalah daya tampang yang bagus jika hatinya buruk.
Raya membaca lagi informasi yang diberikan oleh klien pada mereka.
“Ah, lelaki ini ternyata punya kafe. Berarti jika aku tidak bisa menemukan kejanggalan di dunia maya, pasti ada petunjuk di dunia nyata.”
Raya segera mengambil ponselnya dan menambahkan agenda untuk pergi ke kafe milik lelaki itu pada jadwalnya yang sibuk.
“Sampai bertemu di sana, buaya.” Raya lalu mematikan komputernya.
***
“Abang, besok temani Ibu dan Ayah ke dokter, ya? Besok Ayah harus periksa rutin lagi,” ucap Maya pada anak lelakinya saat mereka sedang makan malam.
“Abang kan besok harus ke kafe. Biasanya juga pergi sama Adek,” jawab pemuda bernama Mikha itu.
“Besok tuh, Adek gak bisa nganterin karena dia mau ujian. Masa kamu tega nyuruh Ayah nyetir atau kami harus naik taksi,” ucap Maya mencoba membujuk anak lelakinya yang super cuek itu.
Mikha memutar bola matanya malas lalu mengangguk mengiyakan permintaan sang Ibu. Sang Ayah sedang sakit jantung yang membuat dia harus melakukan kontrol rutin apalagi dia baru dua minggu keluar dari rumah sakit sejak beliau kena serangan jantung sebulan lalu.
Mikha dan Mitha-adiknya sepakat bahwa mereka tidak akan membuat orang tuanya repot lagi dan sebisa mungkin akan membantu meringankan beban mereka. Maya yang melihat anak lelakinya yang menjadi perhatian malah memanfaatkan momen itu membuat Mikha lama kelamaan menjadi sebal sendiri.
Besok harinya, Mikha tetap pergi ke Kafe untuk mengontrol pekerjaannya. Saat dia datang, kafe masih sepi, pengunjung hanya ada seorang wanita yang tampaknya sedang bekerja dengan laptopnya.
Mikha berlalu menuju ke area dapur di mana dia biasa berada. Mikha memang sekolah kuliner dengan basis pendidikan gizi. Setelah lulus dia lalu mendirikan kafe sehat ini, semua makanan di sini dihitung nilai gizi dan kalorinya namun tetap memiliki rasa yang nikmat. Hal itu membuat Kafe Mikha menjadi populer karena pernah masuk TV dan dikunjungi artis sosial media.
“Saya hanya akan sebentar saja hari ini. Tolong berikan hati kalian untuk setiap makanan yang kalian masak. Ingat bahwa kalian tidak hanya membantu mereka untuk kenyang tapi juga menjadi lebih sehat.” Mikha memberikan pidato singkat sebelum semua pegawainya kembali bekerja.
Sebagai bos, Mikha terkenal kejam namun tidak suka marah-marah. Lelaki itu lebih memilih untuk mengambil alih jika ada yang membuat kesalahan. Dia sangat tenang namun sangat mematikan. Itu membuat semua pegawainya segan padanya, jarang ada yang berani mengajak dia mengobrol karena memang Mikha juga tidak suka mengobrol.
Setelah selesai dengan urusan Kafenya, Mikha kembali ke rumah dan mengantar Ayah untuk periksa rutin bersama Ibu.
“Nak, kamu tuh ... jangan terlalu sibuk. Ayah tuh juga ingin melihat kamu sering-sering. Bukan hanya saat sarapan pagi dan makan malam,” ujar Ayah yang tampak sudah mulai kesusahan saat bicara.
Mikha melirik ke arah Ayahnya sebentar. Dia tidak bisa mengiyakan namun dia juga tidak bisa menolak permintaan Ayahnya. Dia begitu ketakutan waktu Ayah terkena serangan jantung waktu lalu, namun permintaan Ayah juga tampak sangat berat untuk dilakukan Mikha.
“Mikha,” panggil Ibu yang duduk di kursi belakang.
“Itu dibilangin Ayah kok gak nyahut,” lanjut Ibu.
“Eh, iya Yah. Mikha usahakan,” jawab Mikha.
Hasil pemeriksaan Ayah sudah ada dan kini Mikha, Ayah dan Ibu sudah berada di depan dokter siap mendengar hasil yang ada. Ketiganya menunggu dengan cemas.
“Gimana, dok?” tanya Ibu yang sudah tidak sabar.
Dokter yang menangani Ayah itu tidak menunjukkan ekspresi yang baik membuat mereka semakin penasaran.
“Hasil pemeriksaan untuk Bapak Markus Handayono ini ... masih tidak begitu baik,” ujar dokter itu membuat Mikha dan Ibunya menarik nafas panjang.
“Lebih diperhatikan makanannya dan juga tolong dijaga kondisi pasien agar jangan sampai mengalami hal yang membuat dia terlalu terkejut atau marah yang bisa meningkatkan pacuan jantungnya,” jelas dokter itu lagi.
“Baik, dok.” Ibu mengangguk sambil menggenggam erat tangan Ayah.
Setelah selesai dengan semua pemeriksaan Ayah, ketiganya mampir ke sebuah kafe yang Mikha tahu juga adalah sebuah kafe sehat. Sama seperti kafe milik Mikha, hampir semua bahan makanan dan kafe ini berbahan tumbuhan atau vegan yang tentu saja aman untuk Ayah.
Mikha sedang melihat-lihat menu makanan yang ada saat tiba-tiba seorang wanita yang tidak dia kenal datang menghampirinya dan Ibu.
“Sayang!!!” Wanita itu langsung duduk di samping Mikha dan tersenyum membuat Ibu dan Mikha terkejut dan langsung kebingungan.
“Kamu lama ya nunggunya?” tanya wanita itu lagi.
“Ini siapa?” tanya Ibu pada akhirnya karena dia penasaran dengan wanita itu.
Wanita itu melirik sebentar ke arah Ibu lalu menjulurkan tangannya.
“Kenalin, saya Raya. Pacarnya Mikha,” ucap wanita itu sukses membuat Mikha dan Ibu terkejut.
“Apa-apaan ini? Siapa kamu?” Mikha menepis tangan dari wanita itu.
“Mikha! Gak boleh mukul perempuan! Diajari siapa kamu boleh mukul perempuan?” Ibu marah.
“Tapi, Bu—“
“Ibu?” Wanita itu keheranan.
“Iya. Saya Ibunya Mikha. Kamu siapa namanya tadi?” tanya Ibu lagi.
“Hah??” Raya semakin kaget.
“Ini beneran? Ibu kamu?” Raya menunjuk ke arah Ibu.
“Ya tentu saja.” Mikha lalu sadar dan menepis pikirannya.
“Kamu siapa sebenarnya?” tanya Mikha.
“Ah, aku—“
“Yah! Sini Yah.” Ibu sudah melambaikan tangannya ke arah Ayah yang baru kembali dari toilet.
“Sini, Yah. Nih kenalin, pacarnya Abang.” Ibu tersenyum dan menunjuk ke arah Raya.
Raya melakukan kesalahan fatal.