CHAPTER 2 DENDAM DUA SAHABAT

1607 Words
Wajah yang masih di tekuk, keringat bercucuran membasahi seragamnya. Lucy masih sibuk membersihkan toilet kamar mandi. Tinggal satu toilet lagi. Bel berdering, tanda jam istirahat. Selesai sudah. Lucy membanting sikat kloset ke lantai. "Beres juga tugas menyiksa gue ini. Sialan lo Clarissa, awas aja. Emang gue tinggal diam aja, terima hukuman lo ini." Bagaikan ada lampu yang menyala di kepalanya, terlintas pemikiran jail yang sudah terancang di kepala. Membalas perbuatan cewek sinis itu. Lucy mengisi ember dengan air dari keran, lantas membawanya ke suatu tempat. Memanjat melewati tangga kecil sambil menenteng ember berisi air, sampai di atap samping bangunan sekolah. Target sasaran sudah tiba, orang yang paling ingin Lucy beri pelajaran. Seember air mengguyur tepat di kepala cewek itu. Clarissa sontak terkejut, mendapati hujan dadakan yang tiba-tiba membasahinya. Mendongak, melihat siapa dalang di balik penyiram. Lucy tertawa terpingkal-pingkal di atas atap, tertawa begitu puas melihat Clarissa basah kuyup. Mata cewek sinis itu memancarkan kemarahan yang siap meledak. "Hahahaha." Lucy tertawa sambil memegang perutnya, sakit karena tertawa, tapi puas melihat musuhnya terkena jebakannya. "LUCYYYYYYYYY! MAU CARI MATI LO?" Oh tidak. Lucy sudah membangunkan singa yang sedang tidur. Secepat kilat Lucy turun dari atap tanpa menggunakan tangga, melompat dari ketinggian lebih dari dua meter, lari secepat mungkin dari ledakan kemarahan Clarissa. "JANGAN LARI LO!" Lucy terus berlari menghindari Clarissa yang sedang mengamuk. Tidak sengaja dirinya tersandung baliho berukuran sedang di pinggir, hingga baliho itu menindihnya. "Sial banget si gue." "Sini, gue bantu lo." Di balik badannya yang tertimpa, seseorang mengangkat baliho yang menindihnya dan ada tangan terulur padanya. Lucy menerima uluran tangan itu. Mengikuti cowok itu yang masih menggenggam tangannya, melarikan diri dari Clarissa. Bersembunyi di ruang kosong. Lucy bisa mendengar Clarissa yang marah-marah mencari keberadaannya yang tiba-tiba hilang. "Lo bisa gak sih, gak cari gara-gara sama Clarissa?" Lucy hanya bisa tersenyum garing. Sahabatnya ini tahu saja, kalau dirinya membuat ulah lagi. "Thanks ya Lan. Lo tahu aja kalau gue lagi ngerjain cewek nyebelin itu." Allan Steward. Wajah sahabatnya itu mirip sekali dengan Krisan, seratus persen mereka mirip sekali. Tidak seperti Clarissa dan kakak kembarnya yang kembar tidak identik. Tapi Lucy masih bisa membedakan mana Krisan dan mana Allan. Meski mereka kembar identik, sifat dan sikap mereka berbeda sekali. Krisan terkesan dingin, kaku, irit bicara, berbanding terbalik dengan kembarnya. Allan, dia cowok yang murah senyum, periang dan senang bergaul dengan teman-teman. Tapi kenapa Si Kembar Steward punya paras yang tampan. Bahkan menjadi famous peringkat cowok tertampan di SMA Orneta International. Krisan berada di peringkat pertama sebagai cowok tertampan, di ikuti Allan dan ketiga, Ansel, kakak kembarnya Clarissa. Menurut Lucy, Allan memang jauh lebih tampan, karena pesona ramahnya pada siapa pun dan beruntungnya, Lucy bisa bersahabat dengan cowok ramah itu. "Jam istirahat, lo mau makan gak?" ajak Allan. "Lo yang telaktir ya." Allan hanya tertawa lucu dan mengusap lembut kepala Lucy. "Uci Uci, lo kayak anak kecil aja." "Gue emang kayak anak kecil dua tahunan," rengek manja Lucy, menirukan suara anak kecil. "Hm, kalau begitu. Apa Uci bisa jalan ke kantin sendirian?" Allan memasang wajah serius yang dibuat-buat, melirik Lucy bak seperti anak kecil yang ingin di gandeng jajan. "Tidak, aku mau di temenin Lalan." Sedetik kemudian, Lucy memasang wajah jijik, menutup wajahnya yang memerah. "Sialan lo, emang gue anak TK?" kata Lucy kesal. Apa-apaan dia tadi, bertingkah manja seperti anak kecil di hadapan Allan. Apa Allan bisa melihat wajah merah Lucy yang seperti kepiting rebus? "Apa-apaan sih gue ini, dia kan sahabat lo Lucy. Lo gak boleh suka sama dia." Perang batin yang tak terelakan. Lucy terus merutuki kebodohannya. "Kenapa lo? Santai aja kali, kita kan sahabat." Lucy menghela napas lega. Ternyata, cowok ramah itu menganggapnya hanya sebatas sahabat saja, tidak lebih. Tapi sayang sekali. "Jadi ke kantinya." "Ya ialah. Gue juga sekalian mau ke adek kesayangan gue." *** Clarissa sudah mengganti seragamnya yang basah karena ulah Lucy, dengan seragam yang baru dan bersih. Membuang seragam basahnya ke tong sampah. "Parah banget si Lucy tuh. Udah keterlaluan dia," kata Tasya perihatin. Dongkol dan marah. Clarissa meremas jemarinya membentuk tinju, tidak terima dengan perbuatan Lucy. "Awas aja lo cewek sialan, gue gak akan biarin hidup lo tenang," geram Clarissa meremas secarik kertas hingga tak berbentuk. Dendam lama. Clarissa masih ingat, bagaimana dia dan Lucy akhirnya menjadi musuh. Itu semua sejak Clarissa dan Lucy memasuki SMA Orneta International. Meski orang tuanya dan orang tua Lucy memiliki hubungan pertemanan erat. Tapi, siapa sudi, mau berteman dengan cewek itu. Persahabatan yang pada akhirnya pupus setahun yang lalu. Lucy sendiri yang berbuat ulah, cewek itu yang berkhianat pada persahabatnya. Jangan salahkan kalau Clarissa memendam kebencian yang mendalam pada cewek itu. *** "Karina," teriak Lucy memanggil adik kesayanganya begitu kencang sekali. Siswa-siswi yang berada di kantin menatapnya heran. Lucy tidak memperdulikan tatapan aneh yang lain, menghampiri Karina yang berada di ujung meja kantin sendirian. "Kakak," sapa Karina melambaikan tangannya. Karina Alexander. Cewek imut, cantik, dan lemah lembut. Tidak begitu tinggi, terkesan mungil. Adiknya baru kelas 10, beda setahun dengan Lucy yang sudah naik kelas 11. Lucy menghampiri Karina. Lucy dan Allan ikut bergabung dengan Karina. Lucy memanggil mamang bakso langganannya. "Bakso tiga ya Mang. Yang satu kasih pedes yang banyak, satunya jangan kasih pedes, lo Lan?" "Jangan kasih pedes juga Mang." "Siap," kata Mamang bakso, secepatnya ke gerobak, menyiapkan pesenan Lucy, Allan dan Karina. "Lan, lo sama Krisan gak suka pedes ya?" tanya Lucy membuka topik pembicaraan. "Dari pada lo, suka pedes. Malah nyari penyakit," ledek Allan. "Biarin aja," kata Lucy menjulurkan lidahnya. "Karina, gimana tadi ulangan harian lo. Ada yang sulit?" tanya Allan ramah, bertanya pada adik kelas. "Enggak begitu sulit kok Kak." Lucy pura-pura terbatuk dan seperti orang muntah. "Sok banget lo cari perhatian ke adek kelas." Allan menepuk dadanya, berbangga diri. "Gini-gini gue harus jadi contoh yang baik buat adek kelas." "Ya deh ya deh. Lo sama kembaran lo sama aja, contoh siswa teladan di SMA orneta International." "Pesanan sudah datang," ujar mamang bakso, membawa nampan berisi tiga mangkok bakso. "Yeaaa, makasih Mang." Lucy dengan lahapnya memakan bakso, bahkan bakso besar pun Lucy bisa sekali lahap memakanya. Jika sudah berhubungan dengan hukuman berat, contohnya membersihak seluruh toilet sekolah. Lucy bawaanya selalu lapar. "Lo kayak orang gak makan berhari-hari aja Uci," kata Allan terngangah melihat Lucy yang makannya begitu rakus. "Hua Haper hanget Han, ohok ohok." Belum makanan di mulutnya terkunyah habis, dadanya sesak, sisa makanannya masih tersangkut di tenggorokan. "Ini Kak, minum." Karina memberikan es teh manis pada Lucy yang tersedak-sedak Lucy meneguk banyak-banyak es teh manis, lega tenggorokan dan dadanya kembali lancar. Lucy kembali menyantap basoknya yang sempat tertunda, gara-gara dirinya tersedak. Allan hanya menggeleng-gelengkan kepala, melihat tingkah tengil, pecicilan dan tidak seperti cewek normal pada umumnya. Lucy ternyata paling berbeda. Sedang asik-asiknya menyantap bakso. Bakso yang di makan Lucy, mie baksonya tiba-tiba tumpah ke lantai. Pecahan mangkuk dan kuah bakso berceceran di lantai. Tersangka utamanya tepat berada di hadapan Lucy, menatapnya penuh kebencian. "APA-APAN SIH LO? MAU CARI MATI?" Lucy menggebrak meja, tidak terima dengan perbuatan Clarissa. "HARUSNYA GUE YANG NGOMONG KAYAK GITU SAMA LO," balas Clarissa lebih galak lagi. Suasana kantin berubah tegang, semua mata tertuju pada dua rival abadi, rival yang dulu pernah ada persahabatan. Kini, persahabatan itu hancur. Saling melempar tatapan membunuh, mengibarkan bendera perang. "Kak Lucy." "Lucy, Clarissa, stop. Jangan bertengkar di sini." Allan mencoba menengahi Lucy dan Clarissa yang siap baku hantam. Lucy tertawa bak orang kesetanan, senang melihat lawannya marah. "Kenapa? Lo gak terima? Apa lo malu, muka tebal lo terbongkar?" Menuang minyak ke dalam api, menyulut api permusuhan. Clarissa menampar wajah Lucy dan tamparan itu membuat Lucy terjengkang ke lantai. "Kak Lucy, gak apa-apa?" tanya Karina, khawatir. Lucy memegang pipi kanannya yang memanas, menatap tajam penuh api permusuhan pada cewek sialan itu. "Itu.. hadiah dari gue," kata Clarissa puas telah memukul Lucy. Lucy tidak tinggal diam. Dia menendang kaki cewek sinis itu hingga ikut terjatuh. Melihat lawannya tak berdaya, sungguh sangat senang sekali. Lucy kini berada di atas angin, terkekeh keji dan senang melihat Clarissa yang menahan sakit di kakinya, terkena tendangan dari kakinya. "LUCYYYY!" teriak Clarissa tidak terima. Perkelahian antara dua cewek paling di segani SMA orneta International. Keriuhan dan bising memenuhi kantin. Karina dan Allan berusaha melerai Lucy dan Clarissa yang saling serang, tetapi tidak berhasil. Keduanya seperti kesurupan. Api dendam yang sempat mereda, kini berkobar semakin tinggi. Lucy mendorong keras Clarissa ke meja, tangannya yang sudah geram, terangkat, siap menampar cewek yang dulu pernah menjadi sahabatnya. Tapi, sekelebatan bayangan masa lalu muncul di kepalanya. "Kita janji sahabatan selamanya. Kalau lo ada masalah atau ada yang gangguin lo, gue siap berdiri di sisi lo," kata Lucy menepuk dadanya, berbangga diri. "Pede banget lo. Emang lo bisa apa tanpa gue? Udah tahu lo orangnya pelupa." Clarissa menipuk bahu Lucy yang terluka, menimbulkan ringisan kecil dari sahabatnya itu. "Aw, Sa sakit tahu." "Sok sokan jadi pahlawan cewek kesiangan lo." "Tapi gue serius." Lucy menunjuk dua jari ke atas. "Gue, Lucy Alexander, bersumpah akan menjadi sahabat yang selalu ada buat lo, Clarissa Luisa Wijaya," ujar Lucy mengikrakan sebuah janji persahabatan. "Gue, Clarissa Luisa Wijaya, bersumpah akan menjadi sahabat yang selalu ada buat lo, Lucy Alexander." Kenangan itu sempat di lupakan Lucy. Itulah kenapa Clarissa begitu dendam padanya, Lucy sudah melanggar janji itu. Lucy sendiri yang melanggar janji persahabatan yang dibuatnya sendiri. Wajar kalau Clarissa membencinya. Lucy tidak tega menampar wajah Clarissa, sampai tidak sadar kalau itu akan membahayakan dirinya sendiri. Cewek sinis itu mengambil gelas yang berada di dekat meja, bersiap melemparnya ke arah Lucy yang kurang refleks menghindar. CRASS Gelas itu pecah mengenai tangan seseorang. Awalnya, Lucy kira Allan yang melindunginya. Tapi bukan, melainkan kakak kembarnya Clarissa. Ansel melindungi Lucy dari lemparan gelas, membiarkan pergelangan tangan cowok sombong itu terluka, berlumuran darah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD