CHAPTER 3 MELINDUNGI

1105 Words
Semua mata terkejut dengan apa yang terjadi, begitu juga dengan Clarissa yang terngangah terkejut, sudah melukai kakak kembarnya dan Lucy seperti patung yang terdiam. Tidak menyangka, cowok sombong, arogan dan selalu memamerkan kemewahan itu, rela berkorban demi melindungi Lucy. "CLARISSA, CUKUP," teriak Ansel marah pada adik kembarnya. "LO HARUSNYA SADAR DENGAN STATUS LO INI, LO ITU WAKIL KETUA OSIS. APA BISA DI BENARKAN KELAKUAN LO INI?" Lucy seperti robot yang rusak, masih termangu terdiam di pelukan Ansel. Tidak begitu mendengarkan keributan dua saudara kembar itu. Setelah pulih dari kekagetan dan sadar kakak kembarnya membela musuhnya. Clarissa tidak terima dan ikut berteriak. "LO ITU KAKAK GUE, KENAPA LO BELAIN DIA?" "Gue gak bela siapa pun disini, yang menurut gue. Apa pun itu tetap salah, Sa. Lo seharusnya gak kayak gini." "BELA AJA TERUS DIA. OH, APA KARNA DIA KAKAK CALON TUNANGAN LO." Clarissa menatap tajam Karian yang masih termangu. "Itu bukan soal dia," sanggahnya, malas melirik Karina. "Oh, apa jangan-jangan lo suka sama kakaknya gitu? Karina, cewek lemah kayak dia." Nama 'Karina', adik kesayangannya di hina. Tersadar dari rasa syoknya. Lucy tidak terima, adiknya di hina dan di bawa ke dalam permasalah mereka berdua. "HATI-HATI MULUT SETAN LO YA! JANGAN HINA ADEK GUE." "KENAPA? LO GAK TERIMA?" Urat-urat di kepala Lucy mencuat keluar, saling adu teriak hingga urat-urat saling terlihat. "KALIAN BERDUA BERHENTI!!!" Satu gebrakan meja yang nyaring, menghentikan keributan di kantin sekolah. Aura menyeramkan dari sang Ketua OSIS. Tidak ada yang berani menentang Ketua OSIS yang sedang marah. Krisan, meski cowok itu terkesan diam dan dingin. Aura yang sangat tajam, mampu membekukan kobaran api yang sempat membesar. "Lucy, Clarissa, ikut gue ke ruang BK. SEKARANG!" Perintah mutlak yang tidak akan bisa di bantah. Lucy dan Clarissa mengikuti Krisan ke ruang BK. Di sepanjang jalan, mereka saling melempar tatapan membunuh. Lucy masih kepikiran Ansel yang rela melindungi dirinya, hingga terluka serius seperti itu. Tapi saat ini, Lucy sadar, telah melakukan kesalahan yang besar. *** Karina dan Allan, bersama anggota HARACES. yang beranggotakan, Ansel, Allan, Marvin, Felix dan Chenoa. Mengetahui bahwa ketua mereka terluka, segera ke ruang UKS. Di situ, sudah ada dokter pribadi keluarga Wijaya. Hanya jahitan kecil dan mencabut serpihan gelas kaca yang masih menempel di kulit lengan Ansel. Karina bersikeras ingin berada di dekat Ansel, meski cowok itu tidak peduli dengan kehadiran Karina. "Bagaimana dok?" tanya Karina khawatir. "Tidak ada masalah serius. Serpihan kaca dan beberapa luka dalam sudah saya jahit dan di perban. Hanya saja, jangan sampai lukanya terkena air, atau akan kembali terbuka." "Terima kasih dok." Dokter pribadi keluarga Wijaya mengangguk. "Ansel, ini masalah serius. Om tidak tahu harus bilang apa ke papa kamu." "Om Evan, mendingan pergi deh dari sini," kata Ansel malas dengan ceramahan yang akan berlangsung berjam-jam. Dokter Evan, menggelengkan kepala, dengan tingkah sombong Ansel dan pamit keluar dari UKS. Satu persatu anggota HARACES masuk ke dalam ruang UKS. "Sel, kenapa bisa lo sampai luka kayak gini?" tanya Chenoa. "Lo bukannya musuhan juga sama cewek tengil itu," kata Felix menyelidik. "Ada yang jadi pahlawan kesiangan nih," timpal Chenoa yang mendapat hadiah jitakan dari Ansel. "Diem lo, bocah setan." Felix menepuk pundak Chenoa dan berkhidmat. "Lo harusnya ngerti, Ansel udah punya calon masa depan," kata Felix melirik Karina yang termangu diam. "Kalian semua mendingan keluar dari sini biikin gue tambah sakit aja." "Wah, bos kayaknya lagi marah. Mendingan kita keluar aja, biarin mereka berdua romantisan." Sebelum Ansel yang pemarah, ingin melempar botol aqua. Chenoa dan Felix langsung kabur. "Lan, lo gak mau keluar?" tanya Marvin. Dan tidak sengaja mata Marvin saling bertemu pandang dengan Karina. Allan ikut keluar dari ruang UKS, di susul Marvin. Tinggal tersisa Karina dan Ansel yang tengah terbaring di kasur. "Lo ngapain masih di sini, keluar," hardik Ansel tidak suka. Berbeda sekali dengan Ansel yang tadi, rela melindungi kakaknya. Ada rasa sakit hati yang tidak bisa Karina hilangkan. Cowok sombong itu tidak menyukainya, meski kedua orang tua mereka sepakat menjodohkan Karina dan Ansel. Cowok sombong itu masih enggan menatapnya, bahkan tingkah angkuhnya. "Kak, aku tetep mau di sini, temenin Kak Ansel," ujar Karina ragu-ragu. "Suka-suka lo aja lah, males gue ngeladenin lo." Cowok itu masih saja ketus. Meski tadi, Karina tidak menyangka Ansel bisa segitunya membela kakaknya. Padalah, mereka sering berantem dan berselisih. "Makasih ya kak." "Makasih apa?" tanya Ansel tidak mengerti. "Terima kasih, udah ngelindungin Kak Lucy." "Gue cuma gak suka sama tingkah semena-mena adek gue, itu aja sih. Lo jangan salah paham dan lo jangan berharap gue suka sama lo atau kakak tengil lo itu." Karina hanya mengangguk, paham, dari pada ingin membuat cowok itu makin tidak suka padanya. "Kak Ansel mau minum?" Karina mengulurkan sebotol aqua. Mencoba memberi perhatian pada cowok sombong itu. "Enggak, dan lo jangan sok akrab sama gue," kata Ansel, menepis tangan Karina hingga botol itu terjatuh. Karina terkejut, begitu juga dengan cowok sombong itu yang terkejut juga, sudah sedikit keterlaluan. Karina memasang wajah murung. Tidak menyangka cowok itu bisa segitu padanya. "Mendingan lo pergi dari sini. Lo udah ngeganggu ketenangan gue," usir Ansel. Karina tidak bisa membantah dan keluar dari ruang UKS dengan perasaan yang terluka. *** Lucy dan Clarissa habis-habisan dimarahi guru BK. Pak Rudy, selaku guru BK. Sejam lebih, Lucy harus mendengarkan ceramah yang tak berkesudah. Melirik cewek sinis di sebelahnya yang juga menulikan pendengarannya. Bagaikan neraka di dunia. "Lucy, jangan mentang-mentang kamu murid pintar di sekolah ini, kamu bisa seenaknya membuat ulah. Jadi contoh buruk anak-anak di sekolah ini. Lupakan otak pintarmu itu, kalau kamu sendiri tidak bisa jadi panutan." Selesai memarahi Lucy, Pak Rudy beralih ke Clarissa. "Clarissa, kamu ini anak dari pemilik yayasan, menjabat Wakil Ketua OSIS. Apa enggak malu sama kelakukan kamu ini? Mencoreng nama baik anggota OSIS. Bapak dan Krisan masih memberi kamu kesempatan menjadi Wakil Ketua OSIS." "Sepertinya Bapak harus menyuruh orang tua kalian datang ke sekolah." "Jangan pak," ujar Lucy dan Clarissa kompak. Lucy tidak mau merepotkan papanya yang sibuk, bisa-bisa kalau tahu Lucy membuat ulah lagi. Mama yang tidak menyukai Lucy, akan memarahinya habis-habisan. "Tidak bisa. Ini sudah menjadi keputusan Bapak. Bapak akan menulis surat untuk orang tua kalian." Setelah habis-habisan di marahi guru BK. Tanpa ada damai dan maaf, Clarissa pergi begitu saja. Lucy sedikit sakit di hatinya. Clarissa benar-benar begitu membencinya. Kebodohannya yang sudah memecah belah persahabatan mereka. "Gue yang salah Sa, lo berhak benci sama gue." Lucy mengeluarkan sebuah kotak kecil, kotak itu berisi sebuah gelang yang di tengahnya terdapat bandul kotak. Membuka kotak kecil itu yang berisi foto kenangan persahabatan mereka berdua. Dirinya dan Clarissa tersenyum senang saat itu. Lucy sampai saat ini, masih menyimpan gelang persahabatan mereka, berharap Clarissa mau berbaikan lagi. "Gue boleh gak berharap, suatu saat nanti, kita bisa kayak dulu lagi."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD