LARA - 16

1263 Words
Riri sedikit curiga dengan suaminya yang seperti menyembunyikan  sesuatu soal Alesha. Apalagi Alex hanya dia, saat dia terus menanyakan soal Alesha yang kenapa ingatnya Alesha di Surabaya dari dia bayi. Padahal menurut Riri anak usia lima tahun sudah bisa mengingat semua yang terjadi, tapi Alesha sepertinya dia tidak mengingat apa pun soal dirinya saat kecil. Alex melajukan mobilnya untuk pulang. Dia masih diam, kenapa tiba-tiba Alesha membicarakan masa kecilnya dengan istrinya. Alex memang tahu semua dari papanya Alesha, saat sebelum pindah ke Surabaya Alesha mengalami koma selama hampir satu minggu, setelah sadar dari komanya dia mengalami trauma cukup lama. Riri melirik suaminya yang masih saja diam, entah memikirkan pekerjaan atau memikirkan soal Alesha. “Mas, kok diam?” Riri menepuk lengan suaminya hingga suaminya sedikit terjingkat. “Ehm ... aku kan sedang nyetir, Sayang ... jadi harus fokus,” jawabnya. “Mas enggak menyembunyikan sesuatu, kan?” tanya Riri. “Sesuatu, maksud kamu sesuatu apa, Sayang?” jawab Alex. “Soal Alesha mungkin?” ucap Riri. “Alesha? Memang kenapa dengan Alesha?” tanya Alex. “Ya, aneh saja sih, kok Alesha ingatnya dia di sini sejak bayi, padahal pas pindahan rumah ke sini kan kita juga ke sana? Bima dan Bagas juga mainan dengan dia, mama masih ingat semua. Tapi, kata Alesha dia di Surabaya sejak dia bayi,” jawab Riri dengan bingung. “Ya, ayah tidak tahu. Mungkin hanya Alesha dan keluarganya yang tahu soal itu,” ucap Alex. “Mama ngerasa ada yang aneh sih? Dan, ayah lihat gak perubahan Alesha? Sejak tidak ada Bima, dia sepertinya tambah dewasa, saat tadi, mama juga merasa ada yang beda sekali dengan Alesha. Dia seperti sedang memikirkan sesuatu, apalagi waktu mama tanya soal Jogja,” jelas Riri. “Kalau Alesha yang sifatnya tambah dewasa, ayah lihat itu, tapi kalau masalah soal mama yang tanya Jogja sama Alesha, ayah tidak tahu,” ucap Alex. Alex tidak mau menceritakan semua kejadian Alesha dulu pada istrinya. Dia tidak ingin Riri kelupaan lalu bilang sama Alesha, dan trauma Alesha dulu akan muncul lagi. ^^^ Bima hari ini mengunjungi rumah eyangnya Sovia. Dia belum mengunjungi rumah Sovia. Dia ingin membicarakan hubungannya dengan Sovia, dan nanti saat mama dan ayahnya ke Jogja dia juga ingin membicarakan lagi soal keseriusan hubungannya dengan Sovia. Bima dudu di teras dengan eyangnya Sovia. Mereka mengobrol dengan akrab. Eyangnya Sovia memang tidak mempermasalahkan hubungan Sovia dengan Bima, tapi kalau terus tidak mendapatkan restu dari mamanya Bima, juga akan membuat sia-sia hubungan mereka. “Eyang tahu, kalian saling mencintai, tapi bagaimana dengan mama kamu, Bima? Eyang tidak mempermasalahkan hubungan kalian. Kalian sama-sama slaing mencintai, kalian harus saling menguatkan, jika memang hubungan kalian ingin sampai ke jenjang yang lebih sakral,” tutur Eyang. “Bima sedang berusaha membujuk mama lagi, Eyang. Bulan depan mama ke sini, dan Bima ingin sebelum mama ke sini, Bima mengajak Sovia ke Surabaya, untuk membicarakan lagi soal hubungan Bima dengan Sovia,” jelas Bima. “Kamu yakin mama kamu akan berubah pikiran? Mama kamu akan menerima Sovia?” tanya Eyang. “Insya Allah, Bima akan berusaha membujuk mama lagi, Eyang,” jawab Bima. “Semoga saja mama kamu bisa terbuka lagi hatinya. Eyang tahu rasanya cinta tidak di restui seperti apa rasanya. Jika kalian serius, kalian pasti menemukan jalan yang terbaik,” ucap Eyang. “Kalau mama tetap kekeuh tidak merestui, apa Bima bisa menikahi Sovia tanpa restu mama? Hanya mama yang tidak setuju, ayah dan lainnya setuju, Eyang,” ucap Bima. “Eyang sebagai walinya Sovia tentu sedikit keberatan, karena menikah itu harus memperoleh restu dari kedua orang tua, Bima. Terutama mama kamu, kamu kan punya orang tua kandung hanya mama kamu saja, Bim. Kamu harus mendapatkan restu mama kamu,” tutur Eyang. “Benar kata eyang, Bim. Menikah tanpa restu dari seorang ibu itu ibarat hidup tanpa denyut nadi. Mati. Apalagi kamu hanya punya mama, orang tua kandung kamu. Kamu tahu kan peran anak laki-laki untuk mamanya? Jangan menggores luka di hati mamamu karena ini, Bim. Doa dari ibu adalah doa yang mustajab. Kalau kita tetap melawan restu mama kamu, kita yang akan menanggung hidup tanpa doa dan restu mama,” jelas Sovia. “Tapi kita jangan nyerah ya, Sov. Kita coba lagi bujuk mamaku,” pinta Bima. “Iya, Bim. Aku akan coba lagi. Tapi, kamu tahu sendiri, mama kamu sangat membenciku, Bim,” ucap Sovia. “Itu masalahnya. Masalah masa lalu yang menjadi dendam dalam hidup mamamu, Bim. Mama kamu bilang sudah menerima semuanya, tapi ternyata mama kamu masih menaruh dendam dalam hatinya terhadap Dilla dan Sovia yang sudah merebut Reza dari hidupnya. Padahal hidup mama kamu sekarang jauh lebih bahagia, ketimbang hidup Dilla dan Reza yang selalu diterpa musibah. Mereka sakit-sakitan, dan harus rela berbagi ginjal,” ucap Eyang. “Memang kenyataan itu terasa pahit untuk mama, aku tahu itu, dan aku merasakan apa yang mama rasakan, tapi aku mencintai Sovia, Eyang. Harusnya mama menyudahi dendam dalam hatinya, toh semua sudah berlalu, Papa Reza dan Tante Dilla sudah berada di alam berbeda, mereka sudah tenang,” jelas Bima. “Itu kenapa aku memilih pergi, Bim. Aku tidak mau menambah luka di hati mama kamu, karena aku masih ada di Surabaya, dan kamu masih menemuiku. Aku tahu perasaan mama kamu. Kalau aku jadi mamamu, mungkin aku juga akan seperti mamamu. Wanita mana yang tak sakit hatinya dikhianati orang yang sangat ia cintai, Bim. Jalan satu-satunya, kita memang tidak boleh bersama, Bim. Kamu harus menuruti apa yang mama kamu minta. Sepertinya, sulit sekali mendapat restu dari mama kamu, Bim,” ucap Sovia. “Kita belum berusaha lagi, Sov. Aku mohon kamu jangan menyerah ya, Sov. Kita pasti mendapat restu dari mama.” Bima terus meyakinkan Sovia, kalau suatu hari nanti mamanya akan merestui hubungannya. “Jangan menyerah, kamu turuti apa kata Bima. Jikalau mama Bima memang benar-benar tidak mau berubah pikiran, tetap tidak mau merestui kalian, itu terserah kalian, mau bagaimana keputusan kalian nantinya. Eyang hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kalian,” ucap Eyang. “Jika mama tetap tidak merestui kami. Bima akan terus menjaga cinta Bima untuk Sovia, meski tanpa menikah sekali pun. Bima akan bertahan pada hubungan ini. Kalau Sovia tidak bisa, Bima rela jika suatu hari nanti Sovia memilih laki-laki lain yang keluarganya bisa merestui Sovia,” ucap Bima. “Aku tidak bisa, Bim. Lebih baik seumur hidupku tidak menikah, daripada aku menikah dengan laki-laki yang tidak aku cintai,” ucap Sovia. “Kalau begitu, kita menikah tanpa restu mama kan bisa, Sov? Eyang setuju, kan?” ucap Bima. “Bim, eyang memang walinya Sovia, jalan kalian masih panjang. Kalian harus berjuang mendapatkan restu, tapi jika selamanya mama kamu tidak mau merestui hubungan kalian. Eyang tidak tahu lagi harus bagaimana, kalau kalian tetap kekeuh dengan hubungan kalian, ada baiknya kalian menikah, meski tanpa restu dari mama kamu. Hanya mama kamu yang tidak setuju dengan hubungan kalian, kan?” ujar Eyang. “Iya, hanya mama, Eyang,” jawab Bima. “Tetap aku tidak bisa, Eyang. Sovia tidak mau menyakiti Tante Riri lagi. Biarlah Sovia tidak menikah dengan Bima, asal Tante Riri tidak sakit lagi karena Sovia. Dan, Sovia juga tidak akan menerima laki-laki lain dalam hidup Sovia selain Bima,” ucap Sovia. Eyang menghela napas sedikit berat mendengar penuturan Sovia. Beliau tidak ingin hubungannya seperti beliau dulu dengan wanita yang beliau cintai sebelum beliau menikah dengan eyangnya Sovia. Ya, Eyangnya Sovia  tidak pernah mendapatkan restu dari ibunya, saat akan menikahi wanita pilihannya. Beliau dan wanita pilihannya itu, bertahan tanpa pernikahan, dan tetap menjaga cinta sucinya, hingga akhirnya wanita pilihan eyangnya Sovia meninggal karena sakit. “Apa ini sebuah karma untuk keluargaku?” gumam Eyangnya Sovia.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD