2. Merindukan Matahari

1018 Words
Tiada hari tanpa kesibukan di kantor You&Me. Bulan tengah sibuk menyortir foto-foto dari wedding kemarin. Matanya terpaku pada foto Lios. Ya Tuhan, lelaki berkulit gelap itu benar-benar fotogenik, terlihat sangat bagus difoto. Kalau melihat fotonya begitu saja orang bisa salah mengira dia adalah fotomodel. Pipi Bulan merona saat teringat pada senyum Lios yang menawan. Kok bisa-bisanya lelaki itu menaruh perhatian padanya di antara wanita-wanita lain yang berdandan cantik dan bergaun indah ya? Apakah ini yang disebut jatuh cinta pada pandangan pertama? Bulan menyimpan foto Lios di folder pribadinya. Semoga tidak ada orang yang tahu perilaku yang mirip stalker ini. Bulan menghela nafas. Sayang lelaki itu tidak meminta nomor handphone Bulan, jadi kemungkinan untuk bertemu kembali sangat kecil. Bulan juga sedikit menyesal kenapa bukan dirinya yang mengambil inisiatif. "Hai Cantik...," bisik sebuah suara yang diberat-beratkan. Bulan terlompat kaget. Yunita tertawa puas karena kejahilannya sukses. "Yun-yun!! Haduhhh jantung gue...." Bulan mendekap d**a. "Hahahaha makanya jangan terlalu serius lihatin foto orang!" Yunita terus tertawa terbahak-bahak. "Kurang asem! Ngeledek aja kerjaan lo!" Wajah Bulan merah padam. "Kalau pingin ketemu kirim pesan singkat aja sih? Repot amat?" cetus Yunita. Wajah Bulan langsung dilanda mendung, "Hmmhh... Dia nggak minta nomor gue." "Oh ya? Waduh, lupa kali." Yunita menepuk dahi. Kenapa masih ada lelaki seceroboh itu? "Entahlah. Biar aja, kalau jodoh nanti juga ketemu lagi." "Cieeee udah ngomong soal jodoh. Bulan benar-benar jatuh cinta! Gemes deh lihat elo!" goda Yunita. "Apa sih?? Balik kerja sono! Tuh dipelototin Cik Susan," sergah Bulan. Mendengar itu Yunita langsung melesat kembali ke mejanya. Cik Susan adalah Account Executive yang terkenal galak dalam mengejar deadline bawahan. Siapa pun tidak mau berada dalam radar Cik Susan. Kalau terlihat ada yang mengobrol dengan rekan kerja, bisa-bisa orang itu disuruh lembur sampai pagi. Bulan terkikik melihat tingkah Yunita. Temannya yang satu ini memang konyol, tapi karena kekonyolan Yunita-lah suasana hati Bulan selalu baik. Tidak semua orang bisa mendapatkan teman baik di tempat kerja di mana kecenderungan yang ada adalah saling menjatuhkan, bukan membangun. "Bulan? Berapa foto yang kamu dapat kemarin?" tanya Johan, fotografer yang bekerja di majalah You&Me tiga tahun lebih lama dari Bulan. Lelaki itu sekejap mata berdiri sangat dekat di sebelah Bulan. "Seratus lima puluh. Setelah disortir tinggal dua belas untuk masuk ke wedding event," jawab Bulan seperti rekaman audio. "Dua belas ya. Nanti kirim ke gue, oke?" Johan mengerling. "Oke...." Bulan tidak nyaman terhadap sikap Johan tapi dia diam saja. "Kerja bagus, Bulan." Johan menepuk bahu Bulan sebelum kembali ke mejanya. Bulan menghembuskan nafas lega. Bulu kuduknya berdiri setiap kali Johan bersikap terlalu akrab. Johan memang ganteng, tapi Bulan hanya menganggapnya sebagai teman biasa. Terkadang Bulan bahkan ingin menghindari lelaki genit itu. Saat fokus bekerja waktu berlalu dengan cepat. Bulan menyeret Yunita turun ke kantin untuk makan siang. Kalau tidak diseret Yunita pasti melewatkan jam istirahat. Tipe workaholic sejati. "Gue nggak suka si Johan sok akrab gitu. Main tepuk-tepuk bahu segala. Hih...." Bulan bergidik. "Abaikan aja, dia mah begitu ke semua orang. Masih bagus cuma ditepuk, nggak dirangkul. Cewek-cewek sekantor nggak ada yang lolos dari dia." Yunita tertawa. "Gue nggak suka orang yang agresif," cetus Bulan. "Oh, Lios nggak agresif yaa?" Yunita mengerling. "Mana agresif? Nomor handphone aja dia nggak minta." "Dia pasti lupa, Lan, saking groginya ngobrol sama cewek cantik," goda Yunita. Bulan tertawa, "Bisa aja lo. Apa perlu gue cari info tentang dia yah? Menurut lo?" "Bisa sih, tapi lo harus pendekatan sama Cik Susan. Dia yang pegang informasi semua vendor di resepsi semalam." "Ih, malas banget. Ya udah nggak jadi," sahut Bulan cepat. Yunita tertawa, "Kirain demi cowok lautan api pun lo arungi." "Meskipun demikian, Yun, nggak mungkin juga gue menyodorkan diri ke sarang harimau." "Hus... Ntar ada yang dengar loh!" Refleks Bulan mendekap mulut seolah sewaktu-waktu Cik Susan dapat muncul di belakang mereka. "Lo gimana? Ada kemajuan sama gebetan?" tanya Bulan. "Huh, dia suka sama cewek lain." Yunita tidak pernah menceritakan siapa lelaki yang dia taksir. Bulan hanya tahu kalau Yunita sudah lama menyukai seseorang secara sembunyi-sembunyi. "Lo sering ngobrol sama dia kan? Nggak kasih kode?" Bulan mengernyit. "Nggak lah. Gue bukan tipe cewek yang mulai duluan." Pipi Yunita merona. "Perlu bantuan gue?" Bulan menaikkan satu alis. "Nggak usah." Yunita meringis. Kalau saja Bulan tahu siapa lelaki yang dia sukai... Bulan mengangkat bahu. "Yun, Yun, gue balik duluan ya!" Mendadak Bulan berkata dengan panik dan langsung melesat pergi meninggalkan Yunita terbengong-bengong. "Kesurupan apa...," gerutu Yunita. "Buru-buru amat si Bulan." Suara Johan terdengar dari belakang Yunita. "Banyak kerjaan katanya." Yunita langsung paham alasan pelarian Bulan. Temannya itu tidak ingin bertemu Johan. "Apa dia alergi sama gue? Perasaan tiap kali gue datang dia pergi?" Seperti kebiasaannya Johan meletakkan tangan di bahu Yunita. "Ehm... Nggak lah. Masa begitu." Jantung Yunita berdebar kencang. Lelaki yang disukainya berada begitu dekat tapi Yunita tidak dapat berkata apa-apa. "Lo sendirian jadinya? Udah selesai makan? Temanin gue boleh nggak?" Johan duduk di kursi berhadapan dengan Yunita. "Boleh. Sana beli makan." Yunita tersenyum senang. Kepergian Bulan memberi keuntungan di pihaknya. Tidak lama Johan kembali dengan sepiring nasi padang. Dia segera makan dengan lahap. Yunita memperhatikan dengan diam. "Ngomong-ngomong Bulan belum punya pacar kan?" tanya Johan. "Setahu gue sih belum. Tapi ada yang lagi pedekate sama dia." Yunita tersenyum. "Oh ya? Siapa?" Ekspresi Johan jadi suram. "Nggak tahu." Yunita mengangkat bahu. "Bulan cerita sama lo?" "Gue lihat sendiri semalam." "Semalam? Waktu resepsi?" Alis Johan berkerut dalam. Yunita mengangguk. "Lo lihat orangnya? Ada di foto?" "Gue lihat orangnya, tapi dari jauh. Kelihatannya ganteng. Hitam manis, tinggi, bodinya oke." Johan merenung. Selera makannya lenyap sudah. Hati Yunita seperti diiris melihat reaksi Johan. Sementara itu Bulan sudah duduk manis di mejanya. Posisi duduk yang membelakangi jendela membuat orang tidak dapat melihat apa yang dikerjakan Bulan di laptop. Kecuali orang tersebut sengaja berdiri di samping mejanya. Bulan sedang mengedit foto agar lebih layak masuk dalam majalah. Dia kembali mengagumi foto Lios. Bulan berkhayal seandainya lelaki itu bertemu lagi dengannya. Jika Lios tidak meminta nomor handphonenya, mungkin dia yang akan berinisiatif meminta duluan. Anggap saja sedang meminta data Lios sebagai vendor rekanan wedding. Khayalan tingkat tinggi Bulan membuat pipinya merona. Senyum terkembang di bibirnya yang tipis. Untung tidak ada yang memperhatikan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD