Noktah Merah.

1068 Words
Nadira berteriak dan meronta ketika Keenan yang ia yakin setengah sadar akibat pengaruh minuman dengan tanpa ampun melucuti pakaiannya, ia juga terus menciumi sekujur tubuh Nadira. Tak hanya itu, Keenan pun antara sadar dan tak sadar mulai membuka bajunya sendiri sambil masih tetap menindih Nadira. “Keenan berhenti! Jangan lakukan! Aku mohon kepadamu, Keenan!” teriak Nadira. Sekuat apa pun juga teriakan Nadira, toh tidak akan ada yang datang untuk menolongnya. Selain karena kamar milik Keenan memang kedap udara, pun para tetangga apartemen yang cenderung masa bodo dan hidup solitaire. Mereka tidak ingin mencampuri urusan orang lain pun tidak ingin urusan mereka pun diganggu. “Nadira, puaskan aku. Sudah lama aku menginginkan ini tapi kamu selalu cuek kepadaku. Belakangan kamu bersikap dingin dan malah sering pergi tanpa sepengetahuanku. Kamu selingkuh di belakangku! Kali ini kamu tidak boleh menolak apa yang aku inginkan kalau kamu memang setia dan hanya mencintai diriku seorang!” ucapan Keenan ini seakan dia sudah sadar, tapi dengan aroma alkohol yang pekat tercium dari mulutnya, Nadira tahu kalau Keenan masih belum menyadari apa yang ia lakukan. “Tidak Keenan, berhenti! Ini bukan cinta, ini hanya nafsu. Aku mohon padamu, hentikan semua ini!” Nadira mencoba untuk melepaskan diri dari himpitan tubuh Keenan tapi apalah daya tenaganya tidak cukup untuk mengenyahkan tubuh besar Keenan. Hanya air mata saja yang kini bisa ia alirkan. Keenan menjilat dan mengusap serta meraba-raba semua lekukan dan setiap jengkal tubuh Nadira. Hingga akhirnya segitiga pengaman dan pembatas bulatan tekadnya pun dengan kasar dirobek oleh Keenan dan lepas sudah benteng pertahanan terakhir milik Nadira. Lidah dan tangan Keenan yang terus bergerilya akhirnya menyentuh sebuah titik yang menjadikan Nadira lemah dan terpancing hasratnya. Dengan air mata yang terus membasahi pipinya, Nadira pun akhirnya pasrah. “Baiklah, Keenan. Kalau kamu memang menginginkan aku. Hari ini akan aku serahkan diriku sepenuhnya kepadamu!” gumam Nadira yang mulai mengimbangi permainan panas dari Keenan. Maka gempa lokal itu pun terjadi dan tidak terhindarkan lagi, dengan penuh semangat Keenan melakukan ekspedisi penggalian gua kenikmatan milik Nadira. Sebaliknya, Nadira yang telah pasrah pun menerima hujaman pedang langit milik Keenan. Mereka bahkan beberapa kali berganti posisi dan gaya, hingga akhirnya hujan dari Keenan menyirami benih yang tertanam di dalam tubuh Nadira. Keenan yang kelelahan setelah berpeluh amat banyak, akhirnya tertidur pulas di samping Nadira. Sebaliknya, Nadira hanya terdiam sambil menatap langit-langit kamar apartemen Keenan dengan perasaan yang hampa dan kosong. Sesuatu dalam dirinya telah pecah akibat ulah Keenan, meski tidak dipungkiri kalau ia pun memang pasrah menyerahkannya setelah sempat berontak menolak. Nadira terdiam merenung sangat lama, sekitar satu jam sampai ... ‘Tring!’ Sebuah pesan masuk ke dalam aplikasi perpesanan, Nadira meraih smartphonenya dan membaca isi pesan chatting tersebut. Ia menghela nafas dan menatap Keenan yang tengah pulas tertidur dan mungkin tidak akan bangun sampai besok pagi. Nadira mengenakan kembali pakaiannya dan berdiri, berjalan mondar-mandir beberapa kali sambil menatap Keenan yang benar-benar tidur dengan nyenyak bahkan sampai mendengkur itu. Ia membaca sekali lagi isi pesan chatting di layar smartphonenya. “Maafkan aku Keenan, tapi ini adalah mimpiku sejak lama. Sesuatu yang harus aku lakukan agar tidak ada penyesalan dalam hidupku!” gumam Nadira, ia akhirnya membuat sebuah keputusan. Nadira menghampiri meja kerja milik Keenan, meraih sebuah pena dan menulis pesan perpisahannya di atas buku agenda milik Keenan. ‘Keenan, aku pergi. Jangan mencariku lagi, Nadira.’ Setelah menulis pesannya, Nadira kembali melangkah ke arah ranjang dan memberikan sebuah kecupan di dahi Keenan. Lalu ia pun pergi keluar dari dalam apartemen milik laki-laki yang sangat ia cintai tersebut. *** Jam sepuluh pagi keesokan harinya, Keenan akhirnya terbangun dengan kepala yang terasa sangat berat dan pusing. Ia duduk di atas ranjang sambil memegang kepalanya. “Sial! Kenapa setiap aku habis minum-minum, rasanya kepalaku seperti kena hantam godam besar. Rasanya sakit dan pusing!” keluh Keenan, ia pun memijat-mijat kepalanya. Setelah kondisinya lebih baik, Keenan jadi kaget karena mendapati dirinya tidak mengenakan pakaian. Tidak ada sehelai benang pun juga yang melekat di tubuhnya, kecuali tentu saja pembalut di lengan kirinya yang sudah merembes oleh darahnya sendiri. “Astaga! Aku sampai mengotori sprei dengan darahku ini!” pekik Keenan yang melihat ada percikan darah di atas kasurnya. Ia mengira kalau darah yang ada di atas kasurnya itu adalah darahnya sendiri. Tabiat buruk Keenan setiap ia habis minum adalah seringkali lupa dengan kejadian yang terjadi di malam atau hari kemarinnya. Ia pun melupakan sebuah hal yang sangat penting yang terjadi semalam antara dirinya dengan Nadira. Keenan bergegas memakai bajunya yang tercecer dan menarik sprei yang terkena noda darahnya lalu ia masukkan ke dalam mesin cuci. Ia berharap noda darah itu tidak akan menempel di spreinya. Setelah meminum segelas kopi panas, barulah Keenan bisa kembali berpikir dengan baik dan normal. “Sebenarnya kemarin itu, apakah aku mimpi atau tidak ya? Rasanya kemarin Nadira datang ke sini,” gumam Keenan agak ragu. Tapi demi melihat jam di dinding, Keenan segera masuk ke dalam kamar mandi dan berganti baju. Hari ini ia seharusnya ada jadwal mengajar siang ini, ia tidak boleh terlambat! Ketika Keenan hendak memasukkan buku agenda miliknya yang ia taruh di atas meja kamar ke dalam tas kulit jinjing miliknya. Keenan akhirnya mengetahui pesan yang ditulis oleh Nadira untuknya. “Jadi semalam itu Nadira memang datang. Apa dia datang saat aku sedang tidur? Lantas apa maksud dari pesan ini? Apakah ini adalah sebuah perpisahan? Kalau benar begitu, maka kecurigaanku selama ini kalau dia selingkuh adalah benar? Sialan! Aku tidak ingat apa-apa! Semuanya gara-gara aku berlebihan minum!” kesal Keenan memaki dirinya sendiri. Di Kampus, Keenan mencoba mencari keberadaan Nadira, tapi ia tidak menemukannya. Ia sudah mencoba menghubungi nomor teleponnya namun sepertinya dia sudah diblokir oleh sang mantan kekasih. Keenan bahkan sudah mendatangi kost-an milik Nadira, tapi yang bersangkutan tadi pagi sudah pindah entah kemana. “Kurang ajar! Nadira benar-benar keterlaluan! Dia meninggalkan aku begitu saja! Hanya berpamitan melalui pesan yang ia tulis di buku agendaku saja! Benar-benar tidak bisa dimaafkan!” geram Keenan berujar sambil mengemeretakkan giginya menahan amarah. Begitulah, Keenan menduga kalau kepergian Nadira adalah karena pacarnya tersebut telah berselingkuh dan memilih pergi bersama selingkuhannya. Hal itu membuat Keenan selalu merasa marah setiap teringat dengan Nadira. Keenan bahkan bersumpah kalau ia akan membalaskan rasa sakit hatinya sebab telah dikhianati oleh Nadira. “Awas saja! Suatu saat kalau kita bertemu, akan aku balas kamu Nadira! Semua rasa sakit yang kamu torehkan di hatiku ini. Kamu akan menerima balasannya berkali-kali lipat!” Keenan mengutuk, matanya berkilat menyiratkan dendam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD