BAB 2

1319 Words
Jeslyn menghela napas panjang karena berhasil keluar dari rumah pria iblis itu dengan selamat meski ia di usir dengan cara yang benar-benar kasar, beberapa bodyguard menyeretnya keluar dengan paksa dan membuatnya harus memungut uang yang di buang pria kasar itu dari atas rumah, namun bagi Jeslyn tidak masalah, ketika ia harus memungut uang seperti seorang pengemis karena baginya selama itu halal dan bisa membuat adik-adiknya serta ayahnya bisa makan, hal seperti ini sudah biasa ia lakukan tak ada kata malu lagi, Jeslyn sudah merasa sangat puas karena sudah menampar pria tampan yang ia namakan pria iblis. Benar benar nama yang sedikit lucu. Alston melihat tangannya yang luka serta bekas tamparan Jeslyn di wajahnya, Alston tersenyum bak iblis, ia mengelus luka kecil di ujung bibirnya dengan menyeringai mengerikan. "Aku akan mendapatkan gadis sialan itu. Aku akan mendapatkannya, aku akan membuatnya menyesal telah menamparku," ujar Alston menyeringai menyeramkan. "Jangan kau anggap ini sudah selesai, ku biarkan kau pergi tapi aku bisa menemukanmu jika aku mau," sambung Alston seraya melap bekas tamparan Jeslyn memakai handuk hangat yang kecil. *** Sampai di restoran, Jeslyn di marahi oleh sang manager restoran tempatnya bekerja part time, Jeslyn di marahi dan di maki habis-habisan, setelah itu ia di seret keluar resto secara kasar, karena sudah membuat masalah Dengan Alston, pria yang tadi menekannya. "Sialan! Ternyata pria iblis itu melaporkanku." Jeslyn sangat kesal, lalu menendang botol minuman. "Ada apa dengan wajahmu, Jeslyn?" tanya Killen—Sahabat Jeslyn— yang baru saja akan masuk ke resto menemuinya, namu  melihat sahabatnya itu berada di luar, Killen mengurungkan niatnya. "Aku baru-baru bertemu iblis, Killen dan iblis itu membuatku kehilangan pekerjaanku," jawab Jeslyn begitu kesal, lalu melap wajahnya gusar. "Iblis? Iblis siapa maksudmu, Jes?" "Aku tak mengenalnya, namun yang ku tau dia seseorang yang bisa berbuat apa saja dan mungkin bisa membeli negara tetangga dengan uangnya," kata Jeslyn yang membuat pria itu terdengar membanggakan. "Ayo kemari." Killen menarik sahabatnya dan membantu sahabatnya duduk di sebelahnya, taman yang ada di dekat resto tempatnya bekerja. "Iblis siapa yang kamu maksud?" "b******k Alston Daylon Leonard," jawab Jeslyn, lalu meludah setelah menyebutkan pria iblis itu, menyebut namanya saja Jeslyn benar-benar enggan. "What? Alston? Kenapa kamu menyebutnya iblis? Dia pria yang mampu membeli apa pun, Jes. Dia bukan iblis. Kamu pasti salah. Dia pemilik tunggal LN group," kata Killen terkejut mendengar nama yang di sebutkan temannya itu. "Segitu terkenalnya kah dia? Apanya yang tak iblis, Killen, sikapnya sangat mirip iblis." Jeslyn menggeleng. "Bukan hanya terkenal lagi, Jes, tapi dia dari keluarga bangsawan, kamu tak akan pernah mampu hanya dengan membayangkannya, apa masalahmu sama dia? Kenapa kau sampai mengatakan hal itu?" tanya Killen. Jeslyn tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan sahabatnya. "Seorang iblis memang selalu saja berasal dari keluarga bangsawan," ujar Jeslyn. "Jaga omonganmu, Jes, jangan mengatakan hal yang bisa saja menyakitimu," kata Killen. "Aku harus pergi, aku harus ke bar, hari ini aku berhenti bekerja dari resto ini, itu semua karena Tn. iblis itu," kata Jeslyn. "Bukannya kamu punya waktu 3 jam untuk bersantai dulu sebelum ke bar?" "Kamu 'kan tau aku seperti apa, Killen, aku tak mungkin bersantai di saat aku banyak membutuhkan uang dan kau tau aku memang paling tak suka yang namanya -bersantai-" kata Jeslyn hendak mengayuh sepeda bututnya. "Tapi jawab dulu pertanyaanku, apa maksudmu tadi? Bagaimana caranya kau bisa mengenal Alston? Hal itu membuatku penasaran, Jeslyn." "Aku tadi kerumah keluarga bangsawan mengantarkan makanan pesanan dari resto ini dan ternyata rumah itu adalah rumah Pria iblis yang kau katakan -Alston-? Ya itu lah namanya, dia 'kan kaya kenapa memesan makanan dari resto? Dia bisa menyuruh pelayannya." "Kau 'kan hanya mengantarkan makanan, kenapa sampai kau mengatakan dia iblis? Apa sesuatu terjadi?" "Karena dia menekanku, aku menamparnya karena kesal, tatapannya bagai Iblis yang akan memakanku hidup-hidup." "Kau menamparnya?" "Yeah." "Ya tuhan, kenapa bisa kau menamparnya, Jes?" "Karena aku kesal dan tidak terima, Killen. Ada apa? Kenapa kau terlihat khawatir? Aku menamparnya karena punya alasan yang jelas." "Tapi apa kau pikir yang kau lakukan itu sudah benar? Itu hanya menambah beban di hidupmu, Jes." "Apa maksudmu, Killen?" "Kau pikir akan baik-baik saja setelah menampar Alston?" "Terus?" "Apa mungkin itu akan membuat Alston tenang setelah kau menamparnya? Apa kau yakin itu akan mudah terlupakan bagi Alston?" "Apa kau bisa mengatakannya dengan jelas? Kenapa kau jadi memutar-mutar perkataanmu, membuatku tak paham saja." "Jes, kau tak akan bisa melawan Alston, meski kau mengumpulkan seluruh tenagamu atau bahkan uangmu. Kau menamparnya dan itu adalah sebuah kesalahan, Jes." "Apanya yang salah, Killen? Kau tau dia menekanku dan dia sudah membuatku gemetar. Dia siapa? Keluarga bangsawan? Apa itu berpengaruh? Kau sudah tau pasti aku tak akan menerima siapa pun yang memperlakukan seseorang tak adil," ujar Jeslyn menekankan kalimatnya pada sahabatnya. "Aku mengatakan hal ini karena aku khawatir, Jes. Aku tak ingin kau sampai punya masalah dengan dia, dia terkenal arogan, Jes, dia tak akan semudah itu melepaskan seseorang yang telah menghinanya termaksud kau yang menamparnya." "I don't care, Killen." "Apa kau tak takut sama sekali?" "Aku tak takut, dan sama sekali tak takut." "Ya sudah terserah kamu, yang penting aku sudah mengingatkanmu." "Aku tau aku hanya seorang pekerja part time dan tak ada yang dapat ku banggakan dalam hidupku, tapi aku juga punya harga diri, dia sudah menginjak harga diriku, aku tak akan mau diam saja melihatnya," ujar Jeslyn membuat dirinya yakin bahwa semua akan baik-baik saja. "Aku tak ingin kau sampai punya masalah dengan Alston, Jes. Aku sudah bilang, dia terkenal arogan, dia tak pernah memberikan ampun kepada seseorang yang telah melakukan kesalahan padanya." "Tenang saja, Killen. Aku baik baik saja, aku harus pergi," ujar Jeslyn, hendak mengayuh sepedanya. "Ya sudah. Kau hati hati di jalan." "Hem." Jeslyn melangkah meninggalkan Killen yang terlihat khawatir padanya. *** Jeslyn selalu saja mengingat ketika ia di rumah seorang pria iblis, di mana ia harus berdebat dengan Alston, pria yang sudah ia tampar karena sakit hatinya. Tamparan itu tak ada apa-apanya dengan harga dirinya. Tak lama kemudian ke empat pria dengan setelan baju serba hitam menatap ke arah Jeslyn dengan tatapan tajam seperti akan membunuhnya sekarang juga. Jeslyn memicingkan mata. Wajah ke empat pria itu sangat tak asing bagi Jeslyn seperti ia pernah menemuinya tapi lupa di mana. "Mau apa, Tuan?" tanya Jeslyn santun. Seorang pria lalu memberikan isyarat kepada ke tiga pria lainnya. Ke tiga pria itu lalu menyeret Jeslyn. Tak ada yang berani menolongnya saat ini sepertinya semua orang tau siapa ke empat pria itu. "Kalian mau apa dan mau membawaku kemana?" tanya Jeslyn mencoba melepas genggaman kuat ke dua pria itu. "Ikut saja jangan membantah," jawab salah satu pria itu. **** Sampai lah Jeslyn kehadapan pria yang dua hari lalu telah ia tampar, di depan Tuan iblis seperti yang ia katakan. "Kenapa kalian membawaku kemari?" tanya Jeslyn. "Selamat datang, Nona Jeslyn Marioline Henzie," sapa Alston lalu membuang puntung rokoknya kesembarangan tempat. "Mau apa kamu?" tanya Jeslyn. "Aku? Aku mau melihatmu menderita pastinya, aku tak memanggilmu kemari untuk menyenangkanmu, Nona." "Apa maksudmu? Jadi kau masih dendam dengan tamparan itu?" tanya Jeslyn begitu takut. "Ini bukan hanya soal tamparan, Nona, tapi liat tanganku, luka karena ulahmu." Alston memperlihatkan tangannya yang luka kepada Jeslyn. "Tapi ... kamu yang salah karena sudah memukul lemari jadi itu namanya senjata makan tuannya sendiri," kata Jeslyn tanpa berpikir panjang "Apa aku terlihat tak menakutkan buat kamu?" "Aku tak takut," jawab Jeslyn. "You're Crazy," sambung Jeslyn seraya meludah tepat mengenai wajah Alston. Alston lalu melap wajahnya dan menahan ke empat bodyguardnya dengan tangannya ketika mereka ingin membekuk Jeslyn. Alston meremas dagu Jeslyn dengan kasar, wanita itu pun meringis kesakitan. "Kamu ternyata berani main-main denganku," tutur Alston. "Bawa jalang ini ke kamar, kurung dia, dia sudah berani menyentuhkan tangan kotornya padaku," perintah Alston. "Kau akan menyesal telah melakukan ini padaku, Nona," ujar Alston dengan tatapan mengintimidasi. "Aku tidak takut, Tuan, siapa pun kamu. Selagi aku benar aku tak akan pernah takut." Alston tersenyum meremehkan bak iblis. "Jangan berpikir kau akan lepas begitu saja." "Aku tak perduli!" Teriak Jeslyn ketika ia sudah keluar dari kamar. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD