BAB 5

1263 Words
Jeslyn masih berada di kamar, di kamar tempatnya di kurung oleh Alston pria iblis yang sering ia katakan, Jeslyn bingung apa yang akan dia lakukan agar terbebas dari tempat ini, semuanya terasa himpit baginya. Jeslyn kebingungan atas apa yang di katakan Alston kepadanya sedangkan tubuh serta hidupnya tak penting baginya asalkan keluarganya tetap terjamin dan aman. Itu sudah cukup baginya. "Aku sudah terlanjur terjebak dengan iblis itu, jika aku menyerah aku tak tau bagaimana nasib keluargaku," kata Jeslyn seraya menatap ke arah jendela. Angin malam masuk dengan sejuknya ke dalam kamar, Jeslyn merasakan kesejukan itu dengan menghirupnya pelan. Jeslyn bisa saja keluar dan lari melewati jendela yang ada di hadapannya tapi itu akan sangat percuma, tak ada yang tak bisa di lakukan seorang Alston. Alston terkenal arogan. Jeslyn mendengar suara hentakkan kaki masuk kedalam kamarnya terdengar sangar dan menuntut, ia tak bergeming sama sekali dan pura-pura memejamkan matanya, saat ini Jeslyn sedang terbalut selimut berwarna putih, perasaannya sedang hancur. Jeslyn merasakan tatapan Alston, Alston saat ini sedang duduk tepat di hadapannya, Jeslyn terjebak dengan sandiwara nya sendiri ia tak menyangka Alston akan menatapnya begitu lama sampai ia tak bisa membuka mata mungilnya. "Jangan berpura-pura di hadapanku," ujar Alston sempat tersenyum melihat sikap Jeslyn. Jeslyn lalu membuka pejaman matanya ternyata Alston tau jika dia hanya berpura-pura tidur. "Aisshh sial, kenapa kau di sini?" tanya Jeslyn. "Ada apa kamu kemari? Pindahkan saja aku ke kamar maid, aku tak mungkin tidur di kamarmu yang mewah ini," kata Jeslyn. "Kamu mengira ini kamarku? Ini kamar kosong, tak pernah ada yang menempatinya selain kamu," kata Alston sembari melangkah ke arah jendela dan memasukkan kedua tangannya di saku celananya sembari menatap halaman rumahnya. Benar-benar tanpan, mempesona, menggoda, tapi bagi Jeslyn, Alston hanya lah seorang pria iblis yang kesepian. "Kamu keren, tapi kamu adalah iblis," batin Jeslyn. "Bagaimana dengan kesepakatan kita? Kamu hanya perlu melayaniku, melayani semuanya," kata Alston. Jeslyn terdiam dan terlihat berpikir, banyak hal yang harus ia pikirkan, tak ada yang bisa ia tolak, keluarganya akan terjamin dan aman di tangan Alston, meskipun hidupnya harus terus menjadi sandera Alston, apa yang Jeslyn takutkan? Apakah ada sesuatu yang membuatnya takut jika berada terus di dekat Alston, tapi apa? "Bagaimana? Kenapa kau diam saja? Apa kau sedang sariawan?" tanya Alston. "Aku sedang berpikir, Tuan Besar." "Terus jawabanmu?" "Aku setuju dengan permintaanmu, tapi jangan pernah menyakiti keluargaku, aku akan bekerja di sini, kamu hanya perlu menggajiku setiap bulan, aku tak akan mau tinggal gratis melayanimu di sini, namun aku melayanimu bukan melayanimu sebagai seorang istri tapi sebagai seorang maid jadi ingat kesepakatan itu jangan sampai kau melanggarnya," kata Jeslyn mempertegas. "Akhirnya kamu setuju juga, tak ada yang bisa menolakku." Entah apa yang di pikirkan Alston, semenjak meniduri Jeslyn tatapannya menjadi berubah, apa karena jeslyn membangkitkan gairahnya yang sudah lama ia tanam? Ia merasa semuanya beda ketika bersama Jeslyn, wanita sederhana yang tak sebanding dengan apa pun yang ia miliki. "Aku menerima tawaranmu karena satu alasan. Aku Ingin menjaga keluargaku," sambung Jeslyn. "Aku tak perduli akan alasanmu menerima tawaranku, yang aku butuh hanya jawabanmu." "Bukankah kau sudah mendapatkannya?" "Yeah." "Kau puas, bukan?" "Bisa di katakan seperti itu," ujar Alston cuek. "Apa yang kau lihat dariku? Aku bukan siapa-siapa dan aku tak sederajat denganmu." "Kenapa kamu terus saja menanyakan hal itu?" "Aku penasaran, kenapa dan bagaimana caramu melihatku, bukankah aku perlu tau?" "Diamlah, aku hanya butuh jawabanmu, karena aku sudah mendapatkan apa yang ku mau, aku akan pergi," ujar Alston beranjak dari duduknya dan hendak berjalan meninggalkan Jeslyn tapi langkahnya terhenti dan berbalik melihat Jeslyn. "Tetaplah di sini, jangan pernah berpikir untuk pergi tanpa sepengetahuanku," ujar Alston yang terdengar seperti sebuah permohonan. Seakan-akan ia takut kehilangan wanita pertama yang sudah menamparnya. Entah mengapa rasa penasaran itu membuatnya terlena dan terus berusaha membuat Jeslyn menjadi miliknya. "Istirahatlah. Jangan pernah berusaha untuk kabur dari sini jika kamu tak mau keluargamu dalam bahaya. Aku akan ke kamarku," ujar Alston seraya melangkah keluar dari kamar Jeslyn, tanpa menguncinya lagi, Alston selalu mengulang perkataannya agar Jeslyn paham, meskipun Jeslyn memang sudah paham. Sebuah kesepakatan memang sangatlah penting jika salah satu orang akan sangat rugi ketika tak menyetujuinya, itulah yang di rasakan Jeslyn, ia menolak tapi keluarganya akan menjadi korbannya, ia menyetujuinya, keluarganya aman, jika dengan mudah melakukan hal demi keluarganya, kenapa ia musti menolaknya? Bukankah ia sudah berjanji akan melakukan apa pun demi keluarganya? Termaksud melakukan ini, karena di dalam keluarga hanya dia lah yang bisa di harapkan. *** Jam sudah menunjukkan pukul 2 malam, Jeslyn merasa sangat haus dan turun kelantai bawah untuk mengambil segelas minum. Ia tak pernah menyangka sebelumnya akan tinggal di rumah sebesar ini, mansion yang begitu elegant, hanya ada satu pemiliknya dan beberapa maid serta vodyguard di mansion ini, tentu saja Alston akan merasa sangat kesepian karena di sini ia sendirian. Sampai di dapur, Jeslyn membuka kulkas dan menuangkan air mineral ke gelasnya dan meminumnya sampai tandas seakan hari ini benar-benar melelahkan baginya. Setelah minum seseorang menarik lengannya, ia sempat akan berteriak, namun bibirnya di tutup dengan tangan kiri Alston. "Apa kamu mau kabur?" tanya Alston menyelidik, membuat Jeslyn terkejut. Jeslyn terkejut melihat kamar milik Alston yang tak kalah mewahnya dengan kamar yang ia tempati, ada ruangan TV juga di dalam kamar ini, seperti rumah petak, ada sofa dan tempat menonton, dan ada meja makan yang pernah pertama kali ia lihat ternyata meja makan ini adalah milik pribadi di kamar Alston. Ada pintu di belakang televisi dan pintu itu untuk memasuki kamar Alston. "Kenapa kamu diam? Apa kamu berniat kabur? Lantas ada apa dengan pakaianmu ini?" tanya Alston sembari melihat Jeslyn dengan gaun malam berwarna hitam sedikit transparan dan terlihat lekukan tubuh Jeslyn lewat gaun kekurangan bahan tersebut. "Siapa yang kabur, sih? Aku hanya minum itu saja, aku haus karena itu aku turun untuk minum. Ada apa denganmu? Kenapa kau selalu saja curiga padaku?" "Benar?" "Iya, ada apa sih denganmu? Kenapa? Kamu takut aku tak bisa membayar utangku? "Jangan menantangku lagi." "Aku mau tidur," kata Jeslyn hendak melangkah keluar dari kamar. Alston dengan berani menarik lengan Jeslyn dan memeluknya dengan dekapan yang erat. Jeslyn terkejut melihat tingkah Alston yang seperti anak kecil merengek memintanya tetap di sini. "Ada apa denganmu?" "Im fine. Pergi tidur sana," ujar Alston ketika sadar dengan apa yang ia lakukan dan dengan cepat melepas pelukannya. Jeslyn keluar kamar dengan heran. Ada yang aneh dalam diri Alston, Jeslyn merasa dirinya seperti sebuah harta berharga yang takut di sentuh atau pun hilang. "Ada apa sih denganku? Kenapa aku bersikap manja di depan wanita itu? Apa istimewanya dia? Dia wanita yang biasa-biasa saja, banyak wanita yang lebih dari dia di luar sana kenapa harus terpikat olehnya? Aku harus mengingat tujuan awalku membuatnya tetap di sini," ujar Alston kepada dirinya sendiri. "Dasar pria m***m, selalu saja melakukan semuanya seenak jidatnya, selalu saja membuatku heran dan terkejut seketika dengan sikapnya," gumam Jeslyn menggelengkan kepalanya. "Aku tidak m***m, Nona." Jeslyn terkejut melihat Alston yang kini berdiri di belakangnya. "Oh kau mendengarnya?" Jeslyn salah tingkah. "Tentu saja aku mendengarnya, memangnya aku tuli?" "Aku tidak mengatakan kamu tuli." "Tentu saja kau tak mengatakannya, jelas-jelas itu terdengar di telingaku, kau pura-pura bertanya apa aku mendengarnya, dasar wanita aneh." "Kau yang aneh." "Aku anehnya di mana? Haa?" "Ya aneh, kau tiba-tiba suka memelukku, apa itu tidak aneh?" "Kau milikku, ku buangpun itu hakku." "Haha, dasar lucu, kau pikir aku ini hewan peliharaanmu? Hewan peliharaan saja tak akan mungkin kau setega itu membuangnya." "Lebih dari hewan peliharaan, Nona." "Apa maksudmu?" Alston tersenyum meremehkan. Jeslyn berjalan meninggalkan Alston yang di anggapnya aneh. Alston pun membanting pintu kamarnya berhasil membuat Jeslyn terkejut dan hampir saja melompat dari tempatnya berdiri saat ini. Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD