Selena dan teman-temannya berjalan mendekati Anthony yang berdiri di luar lapangan. Mereka berpura-pura tidak melihat pria itu dan sibuk mengomentari mahasiswa yang sedang bermain.
"Aah, itu yang nomor 8 ganteng banget, benar gak Sel?" tanya Dizka membuat Selena terdiam menatap ke depan.
Anthony yang mendengar suara teman-temannya pun menoleh.
"Lo suka yang mana, Selena?" tanya Cintya membuat gadis itu kebingungan. Ia tidak benar-benar memperhatikan mahasiswa itu. Tentu ia tahu pertanyaan itu bertujuan untuk mengundang perhatian Anthony.
"Aku... Aku suka yang nomor... nomor 10," jawabnya membuat Dizka dan Cintya mencari sosok bernomor 10.
"Mana sih orangnya?" gumam Dizka yang belum menemukan sosok yang disukai Selena.
Anthony tersenyum tipis lalu beranjak dari tempatnya. Selena termenung melihat Anthony pergi. Ia hanya bisa melihat punggungnya menjauh.
"Kok gak ada Sel? Mana sih orangnya?" Dizka dan Cintya masih sibuk mencari pria yang Selena maksud.
"Gak ada, orangnya sudah gak ada," kata Selena.
"Sudah meninggal?"
"Innalillahi," ucap Cintya.
"Bukan meninggal, tapi emang gak ada yang nomor 10, aku cuma ngasal. Pikiranku nge-blank." Dizka dan Cintya menghela napas lega. Mereka lalu menoleh ke samping di mana Anthony berada. Namun, orang yang mereka cari tidak ditemukan. Anthony menghilang.
"Kok gak ada?" tanya Dizka mengedarkan pandangan ke segala penjuru.
"Sudah pergi dari tadi. Ke aula, yuk, bentar lagi mulai." Selena berjalan mendahului sahabatnya.
"Kok gue kayak gak asing sama nomor 10. Lo ingat sesuatu gak?" tanya Cintya.
"Bukannya itu nomor absen Anthony? Wah, bisa jadi kode pertama nih," ujar Dizka setelah mencocokologi angka.
"Bisa jadi," sahut Cintya lalu menatap Selena yang berjalan cukup jauh. "Selena tungguin!" teriaknya lalu berlari menyusul.
Setelah beberapa jam mengikuti kegiatan di aula, kini Selena, Dizka dan Cintya duduk di kantin menikmati makan siang. Selena yang teringat peristiwa semalam saat Anthony melihat status WA pun tampak bahagia.
"Kenapa senyum-senyum?" tanya Dizka sambil makan satu potong beef canape.
"Kalian tahu gak semalam Anthony lihat status WA aku setelah sekian purnama." Selena tersenyum girang membuat kedua temannya saling bertatapan.
"Tuh orangnya datang." Selena menoleh ke belakang melihat Anthony berjalan ke kantin. Seketika ia berdiri dan diikuti kedua temannya.
"Coba lo dekati dan say hello." Dizka mendorong Selena yang kini gemetar.
Selena berjalan pelan mendekati Anthony sesekali menoleh ke belakang mencari dukungan.
"Ha.... "
"Boleh gabung gak?" tanya Anthony pada Selena yang mengangguk kaku.
Anthony lalu berjalan ke meja tempat Dizka dan Cintya berada mengabaikan Selena yang mematung. Selena bergegas kembali ke tempat duduknya di sebelah Anthony.
"Kalian sudah selesai makan?" tanya Anthony yang kini membuka tasnya.
"Belum, apa lagi Selena gak selera makan kalau gak disuapi sama kamu," ucap Dizka membuat Selena bergumam kesal. Ia malu saat Anthony menatapnya.
Anthony mengeluarkan kotak bekal dari tas, lalu menatap ketiga gadis itu satu per satu.
"Kalian mau ci--" Ucapan Anthony seketika terpotong saat Selena menutup bibirnya dengan tangan. Anthony mengerjapkan mata berkali-kali saat pandangannya beradu dengan Selena.
"Jangan dilanjutkan, nanti kamu menyesal," bisik Selena membuat Anthony mengangguk pelan.
Suara ponsel terdengar saat Dizka mengambil foto Anthony dan Selena yang berdekatan. Seketika Selena melapas tangannya dari bibir Anthony.
"Kalian itu serasi banget deh." Dizka dan Cintya menatap Selena dan Anthony dengan mata menyipit. Anthony menggeleng pelan lalu menyantap makan siangnya.
"Kayaknya enak," gumam Dizka yang membuat Selena dengan cepat menghalangi pandangan kedua temannya dengan tas Anthony yang ada di atas meja.
"Biarkan dia makan dengan tenang," ucap Selena pada teman-temannya.
Anthony tersenyum tipis sambil makan dengan lahap. Entah kenapa ia senang Selena bersikap seperti itu menunjukkan kehangatan hatinya.
"Al, kamu sudah punya pacar, ya?" tanya Dizka setelah Anthony selesai makan. Anthony menaikkan pandangan menatap ketiga gadis itu yang kini menatapnya intens.
"Ah, aku lupa beli minum. Aku tinggal sebentar, ya, " ucap Selena lalu beranjak dari duduknya.
"Kenapa tanya kayak gitu?" tanya Anthony.
"Mau tahu saja, selama ini kamu tuh orang yang gak pernah nunjukin perasaan lewat sosial media. Siapa tahu sudah punya pacar," kata Cintya.
"Hmm, aku sudah punya pacar namanya Selena. Itukan yang mau kalian dengar?" Anthony menggeleng melihat reaksi dua gadis itu yang kaget.
"Kalian ini terlalu fokus pada pasangan yang belum tentu bersama kalian sampai tua nanti. Belajar, cari kerja dulu biar tahu rasanya jadi dewasa itu gak mudah."
Anthony beranjak pergi sebelum Selena datang. Melihat kepergian Anthony membuat Selena bergegas menghampiri sahabatnya.
"Bagaimana?" tanya Selena sembari meletakkan sebotol air mineral di atas meja.
"Sulit untuk dijelaskan, tapi kayaknya masih jomblo."
Selena menoleh ke belalang, tapi Anthony sudah menghilang. Terbesit rasa suka yang kembali menghangat di hatinya.
"Jadi aku harus apa?"
Dizka dan Cintya saling bertatapan. "Kayaknya jadi teman saja lebih bagus. Anthony gak mau diganggu. Tapi gue yakin seyakin-yakinnya suatu hari lo dan dia bakalan bersama."
Selena menghela napas dalam. "Harusnya dari awal saja, biar gak repot kayak gini."
"Semangat Selena, " koor kedua gadis itu bersamaan.
Pulang kampus Selena mendapat pesan kalau Julian tidak bisa menjemputnya. Ara yang sibuk mengurus Daffa yang masih balita pun memberi kabar sejam yang lalu. Ia menghela napas panjang menatap sekeliling yang mulai sepi.
"Pulang naik taksi lagi," gumamnya. Tiba-tiba ada pengendara motor yang berhenti di depannya. Pria itu mengenakan jaket hitam yang membentuk tubuh tegapnya dengan jelas ditambah motor sport yang ia kendarai mendukung penampilannya yang keren.
Selena terkagum melihat pria itu, terlebih saat ia membuka helm.
"Kamu gak pulang?" tanya Anthony dari atas motornya.
Selena mengerjapkan matanya berulang kali. "Belum, masih nyari taksi."
"Gak dijemput?"
Selena menggeleng. Anthony melepas jaketnya lalu memberikannya pada Selena.
"Aku antar pulang," ujar Anthony yang membuat Selena kaget. Ini pertama kalinya Anthony menawarkan tumpangan. Dengan ragu Selena menerima jaket itu lalu memakainya sendiri.
"Aku belum pernah naik motor."
"Gak apa-apa kamu aman, aku gak ngebut kok." Anthony memberi isyarat agar Selena mendekat lalu memasangkan helmnya untuk gadis itu.
"Terus kamu pakai apa?"
"Sudah pakai saja biar kamu aman. Anggap ini ucapan terima kasih untuk yang di kantin tadi."
"Cara naiknya bagaimana? Tinggi banget motornya."
"Kamu pegang pundak aku terus kakinya tumpu di sini." Anthony lalu menurunkan injakan kaki belakang untuk tumpuan Selena.
Gadis itu mengikuti intruksi dan berhasil duduk di belakang Anthony. "Pegangan yang erat." Anthony meraih tangan Selena yang berada di pundaknya. Ia melingkarkam tangan gadis itu ke pinggangnya. Jantung Selena berdegup kencang untuk pertama kali setelah lulus SMA bisa memeluk Anthony.
Hatinya berbunga-bunga bahagia. Anthony menepati janjinya untuk berhati-hati, tidak sedikit pun ia menaikkan laju kendaraannya.
"Kenapa saat aku ingin melupakan cinta ini kamu selalu menghalangi. Harusnya kamu tetap cuek dan ngejauh dari aku seperti biasa biar aku cepat lupain kamu," batin Selena semakin mengeratkan pelukan di pinggang Anthony.
Sampai di rumah Selena bergegas masuk kamarnya lalu bercermin. Wajahnya merona merah membayangkan betapa hangatnya sikap Anthony hari ini.
"Apa aku masih ada harapan?" gumam Selena. Tiba-tiba ponselnya berdering ada panggilan dari Dizka. Suara tangis pertama kali Selena dengar membuat gadis itu khawatir.
"Diz, kamu kenapa?"
"Selena, papa aku kecelakaan," ucapnya sesenggukan.
"Kamu di mana sekarang? Aku samperin, ya."
"Iya, aku masih di rumah sakit."
Selena bergegas mengganti pakaiannya. Tepat saat ia keluar sopir papanya datang setelah menjemput Delvin.
"Pak antarkan saya ke rumah sakit, ya."
"Detik ini, Non?"
"Iya, Pak."
"Oke Non, tapi saya bilang ke ibu dulu biar gak dicariin. Takutnya ibu mau keluar."
"Gak perlu, nanti aku kasih tahu mama."
Selama perjalanan Selena tampak gelisah. Mendengar tangisan Dizka membuat ia tidak tenang. Terlebih dalam pesan terakhir yanh ia terima kemungkinan Dizka akan pindah kampus mengikuti rujukan ayahnya untuk perawatan.
Sampai di rumah sakit Selena berlari menghampiri Dizka yang terduduk lemas. Beberapa orang juga tampak bersedih. "Diz, kamu gak apa-apa? Bagaimana keadaan Om?"
Dizka menggeleng. "Papa sudah pergi," sahutnya lalu menangis kencang. Selena memeluk erat tubuh Dizka sembari mengusap punggungnya.
"Ini terlalu cepat," batin Selena. Ia pun ikut menangis melihat Dizka yang tadi pagi ceria seketika hancur berkeping-keping.