Bab 12. Bukan DJ Biasa

1146 Words
Saat Andrew keluar dari pintu kondominium mewah, The Bridgestow, tempat Azalea tinggal, ia langsung menarik kerah jaket Jacob dan menyeretnya masuk ke dalam lift. “Maaf, Pak. Aku tidak tahu jika Nona Alexander adalah teman lamamu,” sahut Jacob dengan wajah separuh takut dikeluarkan dari tim di hari pertama. Andrew menoleh lalu mendelik keras padanya. “Diam!” bungkam Andrew menggeram kesal. Jacob terpaksa tutup mulut. Padahal ia sangat ingin mencari tahu apa yang sudah terjadi setelah petugas di lapangan mendeteksi ponsel tersebut. Mulut Jacob sudah gatal ingin memberitahukannya. Bibirnya mengatup kuat sambil terus menatap ke pintu lift yang tak lama terbuka. Andrew berjalan keluar dengan langkah lebar menuju mobil polisi yang dibawa Jacob lalu masuk ke dalam. Jacob buru-buru masuk ke balik setir dan membawanya keluar dari lobi parkir. Andrew mengambil radio polisi lalu memanggil unit 32 yang bertugas. “Unit 32 melapor padaku, apa kalian sudah menemukan pencopetnya? Ponsel atas nama Azalea Alexander,” ucap Andrew menekan lalu melepaskan tombol setelah selesai bicara. “Ini unit 32, kami sedang menuju gang di dekat Edison street, Pak.” Terdengar suara balasan dari radio tersebut tak lama kemudian. “Katakan kalian melihat sesuatu ....” “Kami masih mencari, Pak.” Andrew berdecap kesal lalu menekankan lagi perintahnya. “Periksa keterkaitan tersangka dengan anggota gangster Cina The Golden Dragon atau jika dia memiliki kaitan dengan kelompok kriminal lain. Out!” “Siap, Pak. Out!” “Bagaimana kamu bisa tahu jika yang bertugas mencari ponsel itu adalah unit 32, Pak?” tanya Jacob karena tak sanggup menahan rasa penasaran. “Karena aku adalah seorang cenayang,” jawab Andrew asal. “Apa?” sahut Jacob terkesiap kaget. “Tanya saja kepala Polisi jika tak percaya!” sahut Andrew masih ingin mengerjai Jacob. Jacob makin mengernyit tak mengerti. Bagaimana ia bisa berakhir di divisi dengan ketua yang aneh seperti ini? “Lalu, apa yang akan kamu lakukan sekarang, Pak?” tanya Jacob lagi setelah beberapa saat. Andrew tampak diam dan berpikir sejenak. “Mencari ponsel, Aku harus menemukan ponsel itu secepatnya!” “Kenapa?” “Kau tidak tahu apa-apa, Jacob! Apa kau tahu siapa Azalea Alexander alias Izzy yang baru saja kamu tolong itu? Cari di google kamu akan tercengang,” tunjuk Andrew pada Jacob yang masih menyetir. “Aku sedang menyetir, Pak.” Andrew mendengkus kesal dengan kepolosan sekaligus kebodohan anak buah barunya itu. Ia mendelik tajam dan barulah Jacob mencarinya informasi pada panel GPS yang terhubung dengan internet di mobilnya. “Azalea ....“ Jacob merapal nama si cantik itu sambil tetap memperhatikan jalan sekalian mengetik pada layar sentuh. Andrew tak membantu sama sekali padahal ia tinggal bicara. Selang dua detik semua informasi soal Izzy muncul di layar. Mulut Jacob terbuka lebar dan Andrew hanya menggeleng tak peduli. Sementara itu, mobil mewah Devon tiba di sebuah lorong sempit antar bangunan di 70th street di Brooklyn. Ia keluar dari mobil dengan jaket berhoodie yang menutupi kepala lalu kaca mata hitam. Sebagai bagian penting dari gangster triad Golden Dragon, Devon tak bisa terang-terangan berperilaku seperti preman atau ia akan ditangkap dengan mudah. Devon berjalan masuk ke lorong tersebut dan melihat beberapa orang sedang merundung seorang pria. Ia dijambak lalu ditendang beberapa kali. “Ketua!” panggil salah satu dari pria yang merundung tersebut. Devon melepaskan kacamatanya saat berhenti berjalan di dekat mereka. Semua preman mundur memberikan jalan bagi seorang pemuda yang sudah lusuh dihajar oleh anggota gangster Golden Dragon. “Apa dia orangnya?” tanya Devon ketus dan dingin. Seorang anggotanya mengangguk lalu memberikan ponsel Izzy yang direbut sebelumnya dari pria tersebut. Devon mengambil ponsel itu lalu memeriksanya. “Hei, ada polisi di ujung jalan!” ucap salah satu anggota yang menjaga di ujung lorong seraya mengawasi jalan. Devon menoleh sejenak lalu menggeledah ponsel Izzy. Tidak sulit melakukannya bagi Devon yang juga seorang hacker handal. Ia mematikan sistem pelacaknya, serta jaringan juga sinyalnya. Devon mematikan sistem sebelum menyimpan ponsel itu di saku jaketnya. Tangannya menarik kerah jaket si pria itu sampai ia berdiri dan menatap Devon penuh ketakutan. “Lain kali jika mau mencuri untuk Meth, jangan curi ponsel gadisku. Mengerti?” ancam Devon dengan raut wajah seram pada si tersangka. “Aku tidak tahu jika dia kekasihmu, Tuan!” jawab pria itu ketakutan setengah mati plus hidung yang berdarah hebat. “Apa tidak ada hal lain yang bisa kau rampok? Kenapa merampok seorang gadis! Dasar tidak punya harga diri!” Devon menghempaskan pria itu ke permukaan blok yang keras lalu dengan cepat menginjak permukaan s**********n menggunakan sebelah kakinya yang mengenakan Dior Air Jordan puluhan ribu dolar. “Ahhhkk!” pria itu meraung karena kesakitan miliknya diinjak oleh seorang preman dengan sepatu mahalnya yang limited edition. Devon tak peduli dan berbalik hendak pergi sebelum ia menitipkan pesannya pada salah satu preman. “Jangan sampai dia kembali ke wilayahmu, paham? Atau kalian semua akan aku hukum!” ancam Devon dengan sikap kejamnya lalu berjalan kembali ke mobilnya. “Baik, ketua!” Pria itu kemudian dibiarkan kesakitan memegang selangkangannya tersebut dan semua preman pergi. Selang dua menit kemudian, Jacob dan Andrew masuk ke dalam lorong tersebut dan menemukan seorang pria kesakitan sambil menangis memegang selangkangannya. Jacob langsung datang menolong. “Apa kamu baik-baik saja, Tuan? Apa yang terjadi?” Jacob mencoba mencari tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Ia bahkan tidak menyadari jika pria itu adalah orang yang sudah merampok ponsel Izzy. “Cih, dasar amatir! Dia yang sudah merampok Izzy!” tunjuk Andrew berseru kesal pada Jacob. “Haa ....” Jacob malah terkejut dan membuka mulutnya. “Borgol dan geledah dia!” titah Andrew pada anak buahnya tersebut. Jacob dengan sigap segera melakukannya dan menggeledah. Sayangnya tidak ada yang ditemukan. Andrew langsung mencengkeram rahang pria tersebut lalu menanyainya. “Mana ponsel itu?” “Diambil oleh ... pria Cina. Ah ....” pria tersebut masih menunduk kesakitan dan nyaris tak bisa berjalan. “Bawa dia!” Jacob separuh menyeret penjahat tersebut ke mobil polisi sedangkan Andrew mengekori. Ia melihat ke segala arah tapi memang tidak ada saksi mata sama sekali. *** “Kamu gak apa-apa? Daddy kirim dokter sekarang ya, Sayang!“ “Gak usah, Dad. Kakiku uda dibalut dan aku juga uda dapet obatnya kok. Aku baik-baik aja. Tapi Daddy bakalan cari Andy kan? Dia bilang dia kerja di bar jadi pelayan, Dad,” rengek Izzy sekali lagi mengadu pada sang ayah lewat telepon rumah karena ponselnya masih hilang. “Uda jangan dipikirin. Daddy pasti akan cari. Nanti kalau dia datang lagi, tahan aja dia di rumah kamu. Biar Daddy yang jemput.” Izzy menarik napas lebih lega karena ia telah melaporkan soal Andrew Miller pada ayahnya, Bryan Alexander. “Iya, Dad.” “Sayang, Daddy mau tanya satu hal lagi sama kamu. Apa kamu tahu apa yang terjadi sama Mila? Kenapa dia terus mengurung diri di apartemennya? Dia gak angkat telepon Daddy. Daddy juga ke kliniknya dan tutup. Apa Mila sakit? Atau kalian bertengkar?”.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD