Bab 1. Setelah 20 Tahun

1283 Words
“Halo?” “Di mana kamu?” “Aku sedang bekerja, Teman. Ada apa kamu menghubungiku? Ini sudah jam dua pagi!” ujar DK mengintip pada jam tangannya. Lewat tengah malam, Devon Kazuya alias DK dihubungi oleh sahabatnya Arion. “Aku butuh bantuanmu. Izzy belum pulang, bisakah kamu mencarinya ke studionya?” Kening Devon langsung mengernyit saat mendengar sahabatnya Arion meminta sesuatu yang menurutnya sangat aneh. Suara dentuman musik masih terus bergema. Ia sedang berada tak jauh dari pusat pesta. “Apa? Apa aku tidak salah dengar? Kamu memintaku mencari Izzy?” Devon kembali mengkonfirmasi. “Aku tidak mungkin meminta bantuan Brema. Tolong aku, lokasimu paling dekat dengan studio tari Wynwood. Kamu di Southhampton kan?” balas Arion lagi. Devon menarik napas panjang dan diam mendengarkan temannya. “Arion, aku tidak bisa. Aku sedang ada pertunjukan.” Devon memberikan alasan sekalian melirik pada gadis seksi yang sedang menunggunya menghabiskan sisa malam after party yang panas. “Tolong cari Izzy dan antarkan dia pulang. Aku akan menjelaskan apa yang terjadi nanti. Aku benar-benar tengah berada dalam keadaan buruk saat ini,” sambung Arion lagi. “Aku bahkan belum pernah berbicara dengan Izzy ....” sebut Devon pasrah seraya menggaruk tengkuk belakangnya. “Mungkin ini saatnya.” “Apa hubunganmu dengan Izzy? Kenapa harus aku yang menjemputnya?” Devon masih mengomel kesal karena permintaan Arion. “Kami pacaran, Dev. Aku pikir kamu tahu." Kening Devon mengernyit tak suka. Sungguh jika tahu ia tak akan bertanya. “Tolong aku kali ini. Aku benar-benar cemas memikirkannya sekarang. Akan kuceritakan semuanya nanti, Dev. Jemput Izzy dan antarkan dia pulang, hanya itu,” ujar Arion kembali mengulang permintaannya. Devon memejamkan mata lalu menarik napas panjang. Separuh kesal, DJ itu mematikan sambungan tanpa mengiyakan atau menolak sambil berjalan ke pintu keluar. Ia bahkan tidak pamit pada gadis yang menunggunya. Di jalan keluar, ia bertemu dengan asistennya. “Aku harus pergi sekarang. Katakan pada mereka yang menungguku, aku akan menghubungi mereka nanti!” ujar Devon sebelum naik ke mobilnya. Asistennya mengangguk seraya menutup pintu mobil untuk bosnya yang langsung tancap gas. Arion Konstantine, sahabat dekat sekaligus saudara DJ Devon Kazuya, memintanya secara khusus untuk menjemput Azalea Alexander yang merupakan kekasih Arion di sebuah studio tari. Ini adalah kejadian yang aneh sekaligus langka. Pasalnya, Devon belum pernah menyapa Izzy sama sekali. Mungkin waktu 20 tahun lebih dari semenjak mereka saling mengenal bukanlah waktu yang cukup panjang. Hanya mereka satu-satunya dalam keluarga yang tidak pernah bertegur sapa sama sekali. Tiba di studio Wynwood, kening Devon mengernyit seketika. Ia seperti bergerak autopilot ke tempat itu. “Apa yang harus aku katakan? Hai ... aku diminta oleh Arion untuk menjemputmu.” Devon seakan tengah berlatih bicara pada orang asing. Ia mengutuk dirinya sendiri yang menerima perintah Arion begitu saja. Devon tidak punya pilihan selain berjalan masuk ke dalam bangunan sekolah seni tari balet dan kontemporer terkenal bernama Wynwood. Ia meminta ijin pada seorang penjaga yang menunjuk ke arah kanan. Devon hanya berjalan saja ke sebuah studio. Hanya ada sebuah lampu di atas pintu ruangan tersebut. Devon mengetuk pintu dan tidak ada jawaban. Ia pun membuka pintu perlahan lalu terdengarlah alunan musik klasik yang dibenci oleh Devon. Alunan indah orkestra dengan iringan biola yang indah mengiringi langkah kaki Izzy Alexander yang jenjang memakai sepatu balet. Perlahan langkah kaki Devon semakin melambat kala dua ujung kaki Izzy berjinjit membentuk satu pose tegak yang sempurna. Kedua tangannya melentik dan semakin miring sampai salah satunya terjulur ke arah Devon. Entah bagaimana Devon malah menyambut uluran tangan itu membuat Izzy yang begitu berkonsentrasi malah terkesiap. “Hai.” sapa Devon seraya tersenyum. Buru-buru Azalea menarik tangannya yang sempat disentuh oleh Devon. Matanya membesar dan napasnya terengah. Studio itu cukup remang dan hanya menyisakan lampu sudut saja. Warna bias cahayanya membuat suasana makin intim. Wajah cantik dan lembut milik Azalea atau Izzy jadi tampak istimewa bagi Devon. “Kamu ....” sebut Izzy pelan. “Aku Devon Kazuya. Kamu pasti tidak ingat padaku kan? Kita tidak pernah mengobrol,” ujar Devon memotong. Izzy masih diam memandang. Kakinya sudah sepenuhnya menyentuh lantai dan Devon praktis berdiri berhadapan dengannya, untuk pertama kali. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Izzy masih dengan raut wajah keheranan. “Uh, bagaimana aku mengatakannya. Arion memintaku datang.” Devon sedikit membuang muka untuk menyapu sedikit sisi ruangan. Kening Izzy perlahan mengernyit. “Arion? Untuk apa?” “Entahlah. Dia bilang kalian punya masalah. Aku bahkan tidak tahu jika kalian pacaran,” sahut Devon separuh ketus. Tidak ada lagi senyuman di wajahnya. Izzy menghela napas lalu berbalik berjalan membelakangi Devon. Giliran Devon yang mengernyit. “Wow, baru kali ini ada orang yang mengabaikanku dan dia seorang gadis. Luar biasa! Aku akan membalasmu Arion. Lihat saja!” gerutu Devon bergumam pada dirinya sendiri. Sesungguhnya Devon adalah pria dengan rasa gengsi yang tinggi. Ia pantang mengiba pada wanita karena seumur hidupnya, pria tampan campuran Asia dan Eropa itu selalu menjadi pilihan utama. Namun kali ini, entah mengapa Devon mau menurunkan sedikit egonya. Kakinya berjalan ke arah Izzy yang telah mematikan musik lalu mengeringkan peluh dengan handuk bersih dari tasnya. Izzy mengabaikan Devon yang datang dan berusaha bicara padanya tiba-tiba. “Sebenarnya aku datang untuk menjemputmu, Arion yang memintaku,” ujar Devon lagi dan Izzy masih diam saja membelakanginya. Ia masih sibuk mengeringkan peluh di lehernya sementara Devon masih berusaha agar Izzy mau menjawabnya. Devon mendengus kesal lalu membuang tubuhnya ke samping. Izzy benar-benar membuatnya ingin marah tapi tidak bisa. Hatinya terus mengingatkan jika Izzy adalah putri dari Bryan Alexander yang merupakan salah satu sahabat dekat ayahnya yaitu Han Kazuya. “Izzy, aku tidak suka diabaikan!” Izzy pun langsung berbalik menghadap Devon lalu memandangnya lekat. Jantung Devon sontak berdegup lebih kencang. Ia bahkan tidak paham mengapa hal itu bisa terjadi. “Katakan pada Arion, dia tidak perlu memperhatikanku lagi. Sebaiknya dia urus saja Mila,” sahut Izzy dengan suara bergetar dan matanya yang mulai berkaca-kaca. Devon sontak terkesiap. Mulutnya sedikit terbuka dan keningnya mulai mengernyit. Pasti ada yang tidak beres. “Apa yang terjadi?” tanya Devon lagi tapi Izzy mengelak dan berbalik lagi. “Aku mau berlatih. Sebaiknya kamu pergi saja!” Izzy balas mengusir Devon. Devon yang kebingungan jelas merasa marah. Ia berbalik menarik lengan Izzy yang sempat melewatinya akan kembali latihan. Padahal sebelumnya, jangankan menyentuh kulit Izzy, mereka bahkan tidak pernah saling menyapa satu sama lain selama lebih dari 20 tahun. Terang saja, Izzy jadi kaget kala lengan terbukanya dipegang oleh Devon yang kesal dengan sikapnya. “Kamu mau apa?” tukas Izzy kaget sekaligus bingung. “Aku sudah bilang aku tidak suka diabaikan!” tegas Devon dengan mata terbuka lebih lebar. Izzy mencoba melepaskan tangan Devon yang memegang lengannya. Raut wajahnya terlihat tidak suka. “Bukankah kita memang tidak pernah bicara sebelumnya? Lalu mengapa ini jadi masalah buatmu!” balas Izzy mulai menaikkan suara lembutnya. Devon ingin membuka mulutnya menjawab pertanyaan itu, tapi terkatup kembali karena rasa gugup. Tangannya pun otomatis melepaskan lengan Izzy tetapi masih berada di posisi yang sama. “Tidak perlu menjemputku. Aku sedang sibuk, aku mau latihan,” sambung Izzy lagi sedikit menurunkan pandangannya. “Latihan? Ini jam tiga pagi!” sahut Devon protes seraya membesarkan matanya tak percaya. “Memangnya kenapa?” sanggah Izzy lagi. “Apa kamu tidak tahu jika ada hal yang namanya tidur dan beristirahat?” sindir Devon dengan mata mendelik. “Oh ya? Lalu bagaimana denganmu? Bukankah waktu bekerjamu adalah di malam hari?” balas Izzy mulai sengit. Mata indahnya ikut membesar serta bulu matanya yang lentik mulai membuat Devon sering kehilangan arah jika akan bicara. “Aku tidak mau berdebat, ayo pulang.” Devon sudah bingung harus melawan seperti apa. Izzy mulai membungkamnya perlahan. “Aku tidak akan pulang apa lagi denganmu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD