Niat Keji

1612 Words
Keserakahan Dravo dan rekan- rekannya ternyata berbuah buruk pada dirinya sendiri. Tidak hanya gagal mendapatkan kristal zombie dari kepala zombie mutasi ketiga, mereka justru menghadapi zombie mutasi ketiga yang jauh lebih kuat dari pada zombie mutasi kedua dan pertama. " Apa yang harus kita lakukan? Mereka sangat kuat! " banyak rekan Draco yang terengah-engah. Padahal kemampuan Drako dan juga rekan - rekannya tidaklah lemah, akan tetapi itu masih tidak cukup untuk menghadapi zombie mutasi ketiga. Mereka semua memucat dan juga kelelahan karena serangan mereka tidak mengenai Zombie mutasi ke-3 yang bergerak sangat cepat. Akhirnya merekapun kewalahan menghadapi zombie mutasi ketiga yang tingkatan lebih tinggi itu. "Ugh..." Draco dan rekan-rekannya yang lain tahu jika sudah tidak memiliki jalan keluar. Akhirnya hal yang terburuk pun terjadi ketiga orang itu jatuh ke dalam cengkraman zombie mutasi ketiga. Semua ini disebabkan karena keserakahannya yang ingin mendapatkan kekuatan yang lebih hebat dari lainnya. Akhirnya mereka terpaksa berakhir di tangan para zombie mutasi ketiga. "Tidaak!" Zombie mutasi ketiga itu pun akhirnya mendapatkan makanan untuk memperpanjang masa hidupnya. Pelaku dan yang lainnya pun akhirnya berubah menjadi zombie itu sendiri. Sesuatu yang sangat disesalkan. .... Sarah dan juga rombongannya akhirnya berada di titik koordinat di mana profesor Philips menyembunyikan laboratorium nya. Hanya saja yang terlihat kini justru Hamparan tanah yang tidak memiliki bangunan apapun. Semua ini menimbulkan tanda tanya besar pada keenam orang yang sedang mencari laboratorium Profesor Philips. "Kenapa tidak ada bangunan apapun di sini? "Tanya Ken. Dia tidak percaya jika tidak menemukan apapun selain tanah kosong yang ditumbuhi oleh ilalang. "Apakah laboratorium itu ada di bawah tanah atau sesuatu yang lain?" Guman Sean. Dia menoleh kearah Aaron dan juga secara secara bergantian. Sebab hanya mereka berdua yang menjadi petunjuk dimana letak keberadaan laboratorium profesor Philips. Saara kembali tidak menjawab apapun pertanyaan dari mereka semua. Dia hanya melihat ke arah Aaron yang sedang memusatkan pikiran untuk mengingat atau mencari tahu bagaimana cara masuk ke dalam laboratorium Profesor Philips. Dia tidak bereaksi dan menunggu reaksi dari Aaron. Satu menit. Dua menit. Beberapa menit berlalu. Namun Aaron masih tidak mendapatkan ingatan apapun yang berkaitan dengan cara memasuki laboratorium Profesor Phillip. Semua orang kini hanya duduk dan merasa putus asa ditengah runtuhan puing - puing yang berserakan di sekitar mereka. Semuanya berharap Aaron bisa mengingat atau mendapatkan petunjuk bagaimana caranya masuk ke dalam laboratorium yang processor Philips siapkan dari masa lalu. "Saara, apa yang akan kita lakukan? Kenapa Aaron belum mendapatkan penunjukan apapun tentang laboratorium?" Tanya Ken. "Saara ... Apakah tidak ada cara lain untuk membuat serum itu selain di laboratorium processor Philips? " kali ini James yang bersuara. "Bisakah kita membuat sarana pembuatan serum itu di laboratorium lain selain di laboratorium professor Philips?" "Tunggu dulu teman-teman, bukankah lebih baik kita tunggu sebentar. Mungkin saja Aaron membutuhkan waktu untuk mendapatkan petunjuk." Sean merasa jika ada sesuatu sebab profesor Philips pasti tidak mungkin membangun laboratorium yang terpenting itu agar mudah ditemukan. Pasti ada mekanisme khusus untuk membuka pintu ke laboratorium Profesor Philips. "Kurasa Professor Philips tidak akan membangun laboratorium yang mudah dimasuki oleh siapapun. Apalagi dia tahu jika di masa depan nanti akan terjadi bencana Virus Zombie. Pasti dia membuat mekanisme pertahanan yang harus dipecahkan terlebih dahulu." "Kurasan yang dikatakan oleh Saga ada benarnya. Lebih baik kita menunggu Aaron, " saran James. Mereka sepakat membangun perkemahan di titik koordinat yang Profesor Philips tinggalkan pada Saara. Sedangkan Aaron yang menjadi harapan dari mereka berlima masih memusatkan pikirannya untuk mengingat bagaimana cara masuk ke dalam laboratorium. Sebab di sini tidak ada bangunan sama sekali selain hamparan tanah yang ditumbuhi ilalang. Dalam hati ia mulai bertanya - tanya apakah laboratorium itu dibangun atau tidak. ' Bagaimana jika laboratorium itu tidak pernah ada? ' batin Aaron. Bulu kuduknya merinding membayangkan jika tidak pernah ada laboratorium yang dibangun oleh Profesor Philips. Maka semua harapan yang ia emban akan menguap sia-sia. Dan bumi ini akan benar - benar berakhir karena didominasi oleh zombie. "Kau sebaiknya beristirahat terlebih dahulu Aaron. Jangan memaksakan dirimu, " ucap Saara. Semua orang menatap tidak percaya jika kata-kata penuh perhatian keluar dari mulut gadis itu. Begitu pula dengan Aaron, hanya dia yang tahu betapa dinginnya Saara pada siapapun. Meski demikian Aaron tetap menurut dan duduk di antara rekan - rekannya yang lain. Ken, James membuat api dan juga minuman agar tidak kedinginan di malam hari. Itu karena Matahari mulai tenggelam dan sinarnya yang kemerahan mulai menyebar di sekeliling mereka. Tanpa disangka cahaya itu menimpa sebuah pohon tanpa daun hingga bayangannya membentuk seperti tanda panah. Dan keenam orang itu awalnya tidak memperhatikan hal tersebut. Mereka tetap tenggelam dalam pikirannya masing - masing sampai akhirnya Aaron secara tidak sengaja melihat pohon tersebut. Tiba-tiba kepalanya berdenyut seolah saraf sensorik terlapisi cahaya hijau yang menyebabkan neuron kontaknya bereaksi hingga mengirimkan impuls ke matanya. Disana Aaron melihat pohon yang tercipta di penglihatannya sama dengan pohon yang berada tak jauh dari mereka duduk. Aaron segera berdiri dan menunjuk pohon yang berada tak jauh dari mereka. "Pohon itu!" Teriak Aaron. Yang lain juga ikut berdiri melihat pohon yang yang membentuk siluet tanda panah. Mereka pun mengikuti bayangan dari pohon itu di tanah. Ternyata ujung dari bayangan pohon tersebut menunjuk ke tengah - tengah mereka. "Lihat." Saara dan yang lainnya mulai mengerti jika laporan tersebut kemungkinan besar terletak di bawah tanah. Mereka pun memahami maksud dari Profesor Philips yang membangun laboratorium di bawah tanah sebab hal itu bisa mencegah kerusakan laboratorium jika terjadi perang ataupun serangan zombie. "Ken... Apa kau bisa menyiram tanah di ujunh bayangan itu?" Tanya Aaron. Dengan senang hati menyiram tanah yang cuma satu oleh Aaron. Awalnya memang tidak ada reaksi apapun. Namun setelah beberapa menit air tersebut mulai merambat ke dalam tanah. Semakin lama tanah tersebut semakin membelah dan menunjukkan lantai yang disemen. "Itu pasti pintu masuknya!" Teriak Saga senang. Harapannya untuk menyembuhkan bumi dari virus zombie semakin besar. Saga bahkan hampir melompat Karena rasa senang. Tidak hanya Saga, Ken dan Sean juga melakukan hal serupa. Mereka berdua bahkan berpelukan karena begitu bahagia. Hanya James yang terdiam karena memikirkan sesuatu." Tapi bagaimana cara kita masuk? " tanya James. Pertanyaan James menghentikan euforia yang baru saja mereka rayakan. Semuanya harus ada Jika ada masalah baru yaitu Bagaimana cara memasuki lantai yang disemen itu. Mereka tidak menghancurkan lantai semen itu karena memiliki resiko yaitu bagian dalam laboratorium bisa turut hancur. "Benar juga," guman mereka semua. Kni mereka kembali memikirkan cara untuk masuk ke dalam laboratorium. Lagi-lagi mereka melihat kearah Aaron yang mungkin saja memiliki jawaban dari pertanyaan mereka. *** Sementara itu di markas pusat Jenderal Mayer mulai melakukan kegilaannya. Hal itu ia lakukan dengan diam-diam tanpa diketahui oleh siapapun. Kegilaan itu tak lain adalah mengubah Robinson dan rekan - rekannya menjadi zombie. Sebelum pulang ke markas, Jenderal Mayer secara diam - diam mengambil cakar zombie yang sudah dikalahkan oleh anak buahnya dan menyembunyikan dengan aman. Dia menunggu kesempatan untuk mengubah Robinson dan rekan - rekannya menjadi zombie dengan cakar itu. Akhirnya kesempatan itu datang. Ketika para pasukannya sedang beristirahat setelah pesta yang ia adakan, Jenderal Mayer diam - diam mendatangi markas bawah tanah yang yang mengurung Robinson dan juga rekan-rekannya. Secara perlahan dia membuka rantai yang diikat untuk menahan Robinson dan rekan - rekannya agar tidak keluar. Di dalam sana, Robinson yang dulu bersikap congkak --- terbaring di tanah karena kelaparan dan kehausan. Begitupula rekan-rekan Robinson yang dulu sering menghina dirinya. Mereka seolah sedang sekarat karena kehausan dan kelaparan. Melihat kedatangan dari Jenderal Mayer, Robinson merangkak mendekati pria itu. Saya ingin meminta tolong agar dibebaskan dari ruang bawah tanah dan mengampuninya. "Tolong bebaskan aku, ampuni aku Mayer," lirih Robinson. Hanya dia satu - satunya yang sadar. Sedangkan rekannya yang lain sudah pingsan. "Tentu saja, aku akan membebaskan mu sehingga tidak perlu merasakan kesakitan dan penderitaan," jawab Jenderal Mayer. Mata Robinson berkedip penuh harapan. "Benarkah?" Dia mengira jika Jenderal Mayer benar - benar membebaskannya. "Tentu saja. Aku akan membebaskanmu dari hidupmu!" Sayangnya Jenderal Mayer memiliki pemikiran yang lain. Dia menancapkan kuku dari zombie ke arah Robinson. Membuat pria tambun itu menjerit kesakitan karena cakar yang mengoyak kulitnya. Tidak hanya itu, virus dari cakar zombie itupun mulai bereaksi, menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. "Akh!" Robinson berteriak keras kan berguling-guling. Tak lama kemudian efek dari virus zombie mulai terlihat. Wajahnya terlihat memucat kemudian menjadi hijau. Urat-urat di seluruh tubuhnya mulai menonjol dan matanya hanya tersisa putihnya saja. Robinson perlahan-lahan menjadi zombie yang dulu ia takuti. "Grraaaooo!" Robinson yang menjadi zombie mulai menyerang rekan - rekannya. Dia memakan dan mengubah temannya menjadi zombie. Jenderal Mayer yang melihat hal tersebut tertawa senang. Dia pun meninggalkan markas bawah tanah dan kembali menguncinya. Belum saatnya untuk mengambil kristal di kepala zombie mereka. Dia tahu harus membiarkan kristal itu tumbuh terlebih dahulu untuk beberapa saat. "Setelah ini aku harus mencari korban agar menjadi zombie," guman Jenderal Mayer. Dia kemudian kembali ke ruangannya yang indah. Di sana beberapa wanita sudah menunggunya untuk melakukan aktivitas panas seperti kemarin. Para gadis itu tidak tahu jika mereka juga menjadi target untuk dijadikan zombie oleh Jenderal Mayer. Jenderal Mayer hanya menunggu saat yang tepat untuk memilih korbannya agar diubah menjadi zombie. Akan tetapi Jenderal Mayer tahu jika para gadis ini akan berada di daftar terakhir untuk dijadikan zombie. Yang ia pilih terlebih dahulu adalah para pengungsi di markas Selatan yang jumlahnya ribuan. Membayangkan jumlah kristal zombie yang dapat ia ambil membuat Jenderal Mayor merasa sangat senang. Ia pun mulai menghabiskan malam panas dengan para gadis yang menunggunya itu. "Apa kalian menungguku?" tanya Jenderal Mayer. "Yes Jenderal. " Dengan gerakan menggoda, para gadis itu mulai menjamah tubuh Jenderal Mayer. Mereka melakukan berbagai aksi untuk dipilih menemani Jenderal malam ini. siapapun dapat melihat jika Jenderal Mayor memang bertambah muda. staminanya pun luar biasa. Jadi tidak mengherankan jika Jenderal Mayer ini menjadi favorit para gadis. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD