Saara kembali menunjukkan ketidakpeduliannya dengan melompat meninggalkan keempat pria yang berjalan di belakangnya. Dia melompat ke atas gedung dengan mudah seolah bumi tidak memiliki gravitasi. Membuat ketiga pria yang baru bergabung tadi panik dan Aaron menjadi kesal.
"Tidak bisakah kau bicara sebelum melakukan sesuatu!" Pekik Aaron jengkel.
"Kau bukan ibuku," jawab Saara yang masih dengan menggunakan telepati. Dia masih melihat ke sekeliling seolah mencari sesuatu dan pada saat bertemu dengan apa yang ia cari Saara segera melompat dan berlari ke arah yang membuatnya tertarik itu.
"Akh dia meninggalkan kita! Para zombie itu pasti akan memburu kita lagi!" Teriak Ken yang ketakutan.
"Ki-kita akan mati, kita akan mati," ucap putus asa Sean. Wajahnya memutih seolah kehilangan darah dari seluruh tubuhnya.
Sedangkan James mengambil tongkat yang tergeletak di jalanan. Seolah bersiap menghadapi serangan zombie yang datang.
Tap.
Tap.
Tap.
Aaron merasa tidak perlu menjaga mereka sehingga berjalan menyusul Saara. Ia tahu jika ada yang tidak biasa pada Saara tadi. Ekspresi gadis yang biasanya datar tadi berubah menjadi penuh kemarahan saat meninggalkan mereka. Kulitnya seolah menjadi kemerahan.
"Kau mau ke mana?!" Tanya Ken. Di tangannya juga terdapat kayu yang ia pungut sembarangan.
"Aku akan menjemput Saara."
"Tapi bagaimana caranya? Kau lihat tadi, dia seperti Superwomen. Baru pertama aku melihat gadis bisa melompat dan berlari secepat itu." James yang tidak memiliki pilihan lain, mengikuti Aaron.
"Ya berjalan, apa lagi?" Jawab Aaron.
"Okey, aku ikut. Apa kalian juga ikut?" Tanya James.
"Tentu saja. Kita adalah rekan jadi tidak boleh saling meninggalkan, " jawab Ken.
Aaron agak tertegun atas apa yang Ken katakan. Dia tidak menyangka jika akan mendengar kata itu dari manusia yang hidup di jaman ini.
'Kita lihat saja, apakah ucapanmu hanya sekedar di mulut atau kau benar-benar setia kawan, ' batin Aaron.
Dan yang lainnya pun turut berjalan menuju ke arah Saara yang melompat dan berlari tadi.
Aaron yang memiliki kelebihan energi, memilih berjalan lebih lambat dari biasanya karena menunggu ketiga pria tadi. Dari ekspresi ketakutan ketika orang itu, Aaron diam-diam merasa geli. Rupanya mereka memang ingin membuktikan jika mereka setia kawan dengan terus mengikuti Aaron untuk mencari Saara.
Grr.
Grr.
Tak elak, keberadaan mereka tercium oleh zombie-zombie yang tadinya bersembunyi di gedung tua dan tak terawat. Mereka dengan kecepatan lambat mulai muncul untuk menyerbu ke arah mereka.
"Gawat... Ken cepat ajak Aaron berlari! Kami akan menghalangi zombie ini."
Aaron ingin sekali meninggalkan ketiga orang itu, akan tetapi dia ingin melihat terlebih dahulu--apakah mereka pantas ditolong ataukah tidak. Tentu saja yang menjadi ukuran Aaron menolong mereka adalah rasa kesetiakawanan yang sudah mulai punah di zaman ini.
"Aaron, ayo kita segera pergi, " Ken menarik tangan Aaron dan mengajaknya berlari secepat mungkin ke arah Saara menghilang.
Aaron terkejut saat melihat Ken mengajaknya berlari, sementara yang lain berada di belakangnya seolah berusaha menghalau laju zombie yang menuju ke arah mereka. Terlihat dengan jelas jika ketiga orang itu ingin melindungi Aaron yang mereka anggap warga sipil yang lemah. Ternyata mereka bertiga adalah pasukan dari Jenderal Meyer dari markas Selatan. Prinsip melindungi warga sipil tidak berkurang sedikit pun saat apocalypse seperti ini.
Aaron cukup puas melihat mereka memiliki rasa kemanusiaan. Dia diam-diam mengeluarkan es dari kakinya sehingga para zombie itu tertahan di tanah dan kaki mereka membeku diselimuti oleh es.
Grrr.
Grrr.
Para zombie meronta-ronta untuk melepaskan diri dari es yang menahan mereka. Beberapa dari mereka sampai jatuh ke depan. Tetap saja mereka menggelepar dengan gigih agar meraih mangsa.
"Bagus, mereka tidak bisa bergerak. Ayo kita pergi, Sean!"
"Baik!"
Keempat orang itu pun berlari meninggalkan zombie yang kakinya membeku akibat ulah Aaron.
"Aneh sekali. Mereka hanya bisa merentangkan Tangannya ke depan menggapai-gapai ke arah kita, " ucap James. Mata mereka yang tidak terlihat pupilnya menatap tajam ke arah empat pria tadi, mulutnya membuka dan terus mengerang marah seolah ingin memakan mereka.
"Oh hah hah. Syukurlah kita selamat. Aku kira akan menjadi santapan mereka," ucap James yang menunduk sambil mengambil nafas dalam-dalam.
"Aku juga berpikir demikian. "
Rupanya Saara tidak jauh dari mereka. Keempat orang itu cukup lega melihat gadis itu. Akan tetapi pemandangan yang ada di depan Saara bukanlah pemandangan yang bisa ditahan oleh manusia normal. Di depan Saara berdiri seorang pria tinggi besar berkulit pucat yang menyeringai lebar ke arah gadis itu. Di tangan kanan pria tersebut ternoda darah dan beberapa bagian tubuh zombie, sedangkan di tangan kirinya membawa kristal zombie.
"Davos," desis Saara yang untuk pertama kalinya mengeluarkan suara dari mulut.
" Oh, Saara. Senang bertemu denganmu sayang. "
Tanpa basa basi keduanya saling menabrak dengan kekuatan penuh. Impact energi yang saling bertabrakan memicu gelombang energi hingga melempar Aaron dan yang lainnya beberapa meter.
"Akh!"
"Huaaa."
Mereka semua menjerit karena terdorong oleh energi dari dua zombie mutasi empat. Davos merupakan salah satu ilmuwan yang bekerja di bawah naungan Profesor Philips. Dia juga menjadi zombie mutasi empat setelah mencuri serum yang profesor Philips sembunyikan. Oleh karena itu ketika virus zombie menyebar, dia dan Saara bermutasi dengan cepat ke wujud zombie mutasi empat.
" Apa mereka itu manusia! " teriak kan yang terbatuk-batuk karena tubuhnya menabrak tanah. Beruntung dia memiliki fisik yang kekar jadi dia nampak masih kuat meski sudah terpental sejauh itu.
Beda halnya dengan Sean, dia sudah tidak sanggup duduk akibat tubuhnya yang melayang dan terjatuh begitu keras. Meski nampak penasaran, dia tidak sanggup membuka matanya dan akhirnya pingsan. Sedangkan James, pria itu itu hanya bisa ternganga setelah berhasil berdiri dari tempatnya jatuh. Dia sama sekali tidak bisa mempercayai penglihatannya. Di sana Saara yang seorang gadis berperawakan mungil tengah bertarung mati-matian melawan pria tinggi besar can wajah pucat. Kecepatan mereka berdua sampai tidak bisa diikuti mata. Keduanya pun memiliki kemampuan telekinesis.
Aaron yang melihat jika kekuatan Saara dan juga pria yang dipanggil Davos memiliki kemampuan selevel dengan Saara, memutuskan untuk membantu Saara.
Aaron mulai mengeluarkan ribuan pisau es yang menuju ke arah Davos, Yang terkejut dan melompat mundur sambil mengeluarkan energi tolak di tangannya untuk menghalau seluruh pisau es yang menuju ke arahnya.
"Oh rupanya kamu sudah menemukan seorang yang kau cari. "
"Bukan urusanmu. "
Karena Davos tahu jika kekuatannya sama dengan Saara maka ia memilih untuk mundur. Jelas dirinya akan kalah jika melawan Saara dan juga pria yang berkemampuan es itu.
Tap
Tap.
Tap.
"Lain kali kita akan melanjutkan acara bersenang-senang kita Saara. " Davos pun menghilang dengan cepat. Aaron hanya melongo melihat Saara yang tidak bergerak dan hanya menatap dingin ke arah Davos yang pergi.
"Siapa dia Saara? "
"Musuh dari manusia. "
Sarah kemudian melihat kearah ketiga orang itu. Dia mendekati mereka. Dengan kecepatan tinggi dia membuat ketiga orang itu pingsan karena ia memukul tengkuknya. Ketika orang itu pun tidak sadarkan diri tanpa tahu apa yang membuat mereka pingsan. mereka hanya tahu pandangan mereka menggelap setelah Saara berhasil mengusir pria tinggi besar dan pucat itu.
"Kenapa kamu membuat mereka pingsan?"
Mereka memiliki rasa setia kawan yang tinggi. Oleh karena itu mereka pantas mendapatkan kemampuan dari kristal zombie. Aaron setuju dengan keputusan Saara, ketika pria itu memang berusaha melindunginya padahal mereka sendiri juga terdesak. Jadi Aaron yakin jika mereka bertiga tidak akan menyalahgunakan kekuatan nya.
Aaron hanya melihat Saara menjejalkan kristal zombie ke mulut mereka bertiga. Kini tinggal menunggu mereka bertiga bangun dan mendapatkan kekuatannya.
"Saara, aku harap kita tetap menjaga rahasia tentang kristal zombie ini. Sifat manusia yang serakah akan membuat mereka nekat memburu kristal zombie untuk menjadi paling hebat." Aaron tiba-tiba mengucapkan hal bijak yang membuat dia sendiri terkejut.
"Huh, jika mereka salah memilih kristal maka mereka juga akan mati membusuk dan ikut menjadi zombie."
Aaron tidak tahu tentang hal ini. Dia mengambil salah satu kristal berbentuk prisma yang tergeletak. Warnanya putih kebiruan dan memiliki lingkaran hitam di tengah.
"Itu kristal imature. Tidak sempurna. "
Diam-diam Aaron bersyukur tidak serakah sehingga memakan semua kristal zombie.
"Ugh... kepalaku terasa berat," guman Ken ketika baru sadar.
Rekannya yang lain ikut merasakan rasa berat di kepalanya ketika baru bangun.
"Tapi aku merasa memiliki energi berlebih di tubuhku!" Seru Ken. Di tangannya muncul air yang semakin lama semakin banyak.
"Eh, air!" Serunya.
Aaron mendekati Ken. "Selamat kau berhasil membangkitkan kemampuan air."
"Eh aku juga!" James dan Sean ikut mengeluarkan api dan angin. Aaron ikut senang akan keberhasilan mereka. "Bagus, selamat ya buat kalian."
Ken hampir menangis karena bahagia. "Dengan begini, aku bisa membuat markas tidak lagi kekeringan. Kita bisa membuat pertanian di markas tanpa khawatir akan air." Dia memang memiliki jiwa sosial paling tinggi. Sebenarnya ketiga pria ini ditugaskan mencari makanan di supermarket karena persediaan di markas hampir habis. Disaat keegoisan demi bertahan hidup lebih besar, banyak pasukan lain yang enggan melakukannya. Hanya tiga orang ini yang bersedia, sayangnya mereka justru dikejar-kejar zombie.
Tbc.