Chapters 6 [Kita Putus]

1505 Words
Yula berhenti berjalan saat matanya menangkap sosok yang tak asing lagi. Arya, mantan pacarnya. Dia tak sendiri, kali ini ditemani seorang gadis dengan dandanan yang mencolok, mengingatkannya pada pertemuan mereka di pasar malam. Arya dan gadis itu berjalan ke arahnya, dan dalam sekejap mereka sudah benar-benar berdiri di depan Yula. Gadis itu menatap Yula dengan sinis, namun Yula tak terganggu, justru ia mengangkat senyum termanis yang bisa ia berikan pada Arya dan gadis itu. "Yula, kita perlu bicara." kata Arya, suaranya terdengar mendesak. Dia melepaskan genggaman tangannya dari gadis yang bersamanya dan mencoba meraih tangan Yula. Yula menepis dengan lembut namun tegas, senyumannya masih melekat. "Lo mau ngomong apa memangnya? Kalau nggak penting, mending nggak usah aja. Gue males buang-buang waktu gue yang berharga buat dengerin hal nggak penting." suaranya selembut sutra, namun kata-katanya menusuk tajam, membuat Arya terdiam sejenak. Arya semakin mempererat genggaman tangannya, meskipun Yula berusaha menarik diri. Gadis di sebelah Arya mendengus pelan, menunjukkan rasa tidak suka. "Gue mau jelasin soal yang malam itu." ucap Arya, tapi sebelum ia bisa melanjutkan, Yula sudah memutuskan genggamannya dan, tanpa ragu, menarik Arsen yang kebetulan lewat di dekat mereka. Arsen berhenti tepat di samping Yula, terlihat bingung dengan apa yang sedang terjadi. "Eh, lo kenapa narik tangan gue?" tanyanya heran, melihat Yula dan Arya bergantian. Seluruh murid yang ada di kantin mulai memperhatikan mereka bertiga dengan penuh rasa ingin tahu, termasuk teman-teman Yula yang dari tadi menyaksikan dari kejauhan. Situasi ini benar-benar tidak terduga. Lalu, tanpa banyak bicara, Yula mendekatkan wajahnya ke pipi Arsen dan... Cup! Sebuah ciuman singkat mendarat di pipi Arsen, membuat seluruh siswa dan siswi di kantin terdiam. Arsen membeku di tempatnya, begitu pula Arya yang baru saja hendak menarik Yula pergi. "Nanti pulang sekolah gue ikut lo lagi ya?" Yula berkata dengan santai, masih dengan senyum manis yang kini ditujukan kepada Arsen. Arsen yang masih terkejut, belum sempat merespons, ketika Arya kembali menarik tangan Yula, wajahnya menunjukkan kemarahan yang tak dapat ia sembunyikan lagi. "Ikut gue sekarang." perintah Arya, mulai menarik Yula menjauh dari kantin. Tapi baru beberapa langkah, tangan Yula yang satunya ditarik oleh Arsen yang akhirnya tersadar dari keterkejutannya. "Lepasin tangan lo dari Yula." kata Arsen tegas, matanya menatap Arya tajam. Yula tetap diam di antara keduanya, membiarkan mereka berseteru. Gadis yang tadi bersama Arya, yang merasa terabaikan, menghentakkan kakinya dengan kesal dan pergi tanpa pamit. Arya menatap Arsen dengan amarah yang membara. "Lo nggak usah ikut campur. Ini urusan gue sama Yula." katanya dingin. Arsen menolak melepaskan tangan Yula, namun saat Yula memberikan tatapan menenangkannya, Arsen akhirnya mengendurkan genggamannya. Dengan penuh kepercayaan, Yula memberikan senyuman untuk meyakinkan Arsen bahwa dia akan baik-baik saja. Arsen pun melepaskan tangannya, meski dengan berat hati, sementara Arya dengan cepat menarik Yula keluar dari kantin. Kinan, Hikmah, dan Rabiatul yang menyaksikan seluruh kejadian ini dari jauh hanya bisa menatap tak percaya. "What?! Sumpah, gue nggak mimpi kan ini?" ucap Kinan dengan mulut ternganga. "Ini beneran Yula? Kok gue kira dia bakalan adu jotos, bukan malah ciuman." sahut Hikmah yang tak kalah bingung. Rabiatul, yang biasanya paling heboh, hanya bisa menatap tak percaya. "Astagfirullah Al'azim, itu beneran Yula?" tanyanya, masih tak yakin dengan apa yang baru saja dilihatnya. Saat mereka memutuskan untuk kembali ke kelas, entah mengapa tiba-tiba sebuah insiden kecil terjadi. Rabiatul yang sedang berjalan merasa ditabrak seseorang dari arah samping. Tubuhnya terhempas ke lantai dengan keras, membuatnya hampir mengeluarkan u*****n. Tapi, begitu dia melihat siapa yang menabraknya, teriakan bahagia keluar dari mulutnya, mengejutkan semua orang, termasuk si penabrak yang ternyata adalah cowok yang selama ini Rabiatul idam-idamkan. "Ya Allah! Terima kasih, Engkau telah mempertemukan hamba dengan calon imam hamba!" teriak Rabiatul, wajahnya berbinar-binar. Hikmah dan Kinan, yang berdiri di dekatnya, langsung menepuk jidat mereka masing-masing. "Kenapa dia jadi konslet sekarang sih?" keluh Kinan. "Ya Allah, malunya gue. Dari tadi kita udah jadi tontonan gratis di kantin, termasuk sama calon pacar gue." kata Hikmah dengan suara yang sangat kecil, takut didengar orang lain. Akhirnya, mereka menarik Rabiatul agar segera bangkit dari lantai sebelum otaknya semakin menjadi-jadi, sementara cowok yang menabrak Rabiatul tadi hanya bisa menggaruk kepala, bingung dengan reaksi berlebihan Rabiatul. *** Yula dan Arya berjalan menuju belakang sekolah, suasana terasa canggung dan tegang di antara mereka. Saat mereka sampai, Yula dengan cepat melepaskan tangannya dari genggaman Arya. "Lo ngapain ngebawa gue ke sini?" tanyanya dengan nada dingin. Arya menatap Yula dengan penuh keseriusan. "Gue pengen ngomong serius sama lo." Yula melipat kedua tangannya di depan d**a, menatap Arya dengan ekspresi datar, tidak ada senyum manis seperti saat di kantin. Kini, dia benar-benar ingin menyelesaikan semua masalah yang masih menggantung. "Cih, sejak kapan lo bisa serius? Bahkan waktu kita masih baik-baik aja, lo nggak pernah serius. Selalu aja ada alasan saat gue butuh lo. Dan jangan kira gue cewek gampangan yang bisa lo sogok pake kaset-kaset korea." suaranya sedingin es, penuh amarah yang tertahan selama ini. Arya mencoba menahan rasa sabarnya, sadar bahwa sekarang Yula sedang emosi. "Dengerin gue ngomong dulu." ujarnya, hampir putus asa. Namun, melihat tatapan dingin Yula, dia segera menyesal menaikkan suaranya. "Oke, gue minta maaf. Tolong, biarin gue jelasin semuanya." suaranya melembut, berharap Yula mau mendengarnya. Yula diam, memberikan Arya kesempatan untuk berbicara, meskipun dia sudah tahu ke mana pembicaraan ini akan berakhir. "Cewek yang waktu itu di pasar malam itu sepupu gue, namanya Sasa. Nyokap gue minta gue nemenin dia, dan gue nggak bisa nolak. Itu aja. Gue juga minta maaf kalau selama ini gue bikin lo marah dan kecewa. Tapi gue bener-bener sayang sama lo, La. Dan gue nggak tahan ngeliat lo kayak gitu sama cowok lain. Apalagi sama Arsen tadi." Arya mengepalkan tangannya saat menyebutkan itu, mengingat kejadian di kantin tadi saat Yula mencium pipi Arsen di depan matanya, membuatnya merasa sangat marah. Yula menghela napas pelan, menatap Arya dengan tatapan yang lebih lembut namun tegas. "Gue udah maafin lo, Arya. Semua kesalahan lo, dari yang kecil sampai yang besar. Tapi kita nggak bisa terus begini. Hubungan kita cukup sampai di sini." Arya terkejut mendengar kata-kata Yula, seolah-olah baru saja mendengar sesuatu yang tidak mungkin. "Apa ini karena Arsen?" tanyanya. Yula menggelengkan kepala dan berjalan mendekat, menepuk pundak Arya dengan lembut. "Nggak ada hubungannya sama Arsen. Gue cuma butuh waktu sendiri, Arya. Lo punya banyak fans, lo tinggal pilih aja salah satu dari mereka buat jadi pacar lo. Kita cukup jadi teman. Sekarang, gue harus balik ke kelas. Bel udah bunyi." Yula berbalik, meninggalkan Arya yang masih terpaku di tempatnya, tidak mampu berkata-kata. Saat Yula sudah beberapa langkah menjauh, Arya, yang sudah diliputi oleh rasa frustasi, mengepalkan tangannya dan berteriak keras. "Aaaaaargh!" Arya menarik rambutnya dengan kesal, berjalan kembali ke kelasnya dengan wajah muram dan penuh kemarahan. Sesampainya di depan kelas, Yula mengetuk pintu perlahan. Tok tok tok... Suara ketukan pintu disambut oleh Ibu Intan, guru fisika yang terkenal tegas namun berwajah lembut. Dengan tatapan datar, Ibu Intan menghampiri Yula. "Darimana saja kamu, Yula?" tanyanya dengan suara dingin. "Saya tadi ke toilet, Bu." jawab Yula, berusaha tetap tenang. Setelah mengamati Yula sejenak, Ibu Intan mengangguk dan mengizinkannya masuk. Yula segera menuju ke tempat duduknya di sebelah Hikmah. Dari kursi belakang, Arsen tak berhenti memperhatikan Yula hingga dia duduk. Ibu Intan melanjutkan pelajaran yang sempat terhenti, tetapi Hikmah, Kinan, dan Rabiatul tidak sabar menunggu hingga jam pelajaran selesai. Mereka menghadap ke arah Yula bersamaan. "Lo kenapa nggak nonjok Arya aja tadi?" Hikmah berbisik dengan penasaran. "Dan kenapa lo malah cium Arsen? Nanti kebaperan tuh anak." lanjutnya, setelah memastikan Ibu Intan masih fokus ke papan tulis. "Iya, lo nekat banget, La. Kalau ada guru yang liat tadi gimana?" Kinan menambahkan dengan suara pelan. "Astaghfirullah, Yula." Rabiatul menggeleng-gelengkan kepala. "Kamu bener-bener bikin aku pengen nguburin kamu ke sumur. Kenapa nggak mukul Arya aja?" Yula menghela napas panjang, merasa lelah dengan semua pertanyaan dari temannya itu. "Gue tadi refleks aja. Kepikiran kejadian di pasar malam. Gue khilaf, gue marah banget." jawabnya singkat. "Soal Arya, gue pengen selesain semua ini baik-baik, tanpa k*******n. Gue nggak bakal bahas ini lagi, bagi gue udah cukup." jelas Yula. Meskipun Yula mencoba menjelaskan, ketiga temannya itu masih merasa bingung. "Tapi bikin kesel, tau nggak?" keluh Kinan. "Lo sama Arsen gimana sekarang? Mau di bawa kemana ciuman kamu." Sebelum Yula bisa menjawab, suara Bu Intan yang tegas memotong percakapan mereka. "Kalian berempat, keluar dari kelas saya sekarang juga! Lari keliling lapangan lima kali!" Semua mata di kelas tertuju pada mereka. Hikmah, Kinan, dan Rabiatul terkejut, sedangkan Yula hanya bisa menghela napas lagi. Arsen yang duduk di belakang menatap keempatnya dengan tatapan datar, seolah menikmati situasi ini. "Bu, apa salah kita sampai disuruh lari keliling lapangan lima kali?" Kinan tidak terima, protes dengan berani. "Kalian sudah mengobrol saat pelajaran saya. Apa perlu saya jelaskan lagi?" jawab Bu Intan tanpa emosi. Kinan masih ingin membalas, tetapi Ibu Intan segera memotongnya. "Tidak ada tapi-tapian! Sekarang juga kalian lari!" Dengan enggan, mereka berempat akhirnya keluar dari kelas. Kinan berjalan dengan wajah cemberut, tidak henti-hentinya menatap Bu Intan dengan kesal. "Kayaknya ini hari paling suram buat gue." gumam Yula dalam hati, mengikuti langkah teman-temannya menuju lapangan basket untuk menjalankan hukuman.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD