Chapter 3

2074 Words
"Aku ingin bercerai," ucap Kayla untuk menegaskan kalimat itu. "Kayla..." "Aku tidak bisa menahannya lagi. A-aku tidak bisa-" "Kayla lihat aku," perintah Ryan seraya memalingkan wajah Kayla agar melihat dirinya. "Kita harus bicara." "Apa lagi yang mau dibicarakan? Aku sudah punya bukti perselingkuhan kamu. Aku memang ingin penjelasanmu, tapi melihat apa yang terjadi hari ini, aku benar-benar tidak membutuhkan itu. Mau apa pun alasan kamu melakukannya, aku tidak bisa menerima itu semua, Ryan. Lima tahun aku menjadi istrimu dan semua hancur dalam sekejap, kamu pikir aku bisa bertahan dengan ini semua?" Kayla segera menjauhkan dirinya dari Ryan. Masih dengan tangisannya yang turun, dia perlahan berjalan ke arah mobil Ethan. "Sudah berakhir." Langkah Kayla terhenti. "Aku sudah mengakhirinya." Perlahan Kayla membalikkan tubuhnya dan berjalan untuk menatap wajah Ryan saat mengatakan perihal itu semua. "Aku tidak akan berbohong, buktinya sudah ada di kamu." PLAK Kayla menamparnya. Tangannya bergetar saat menyentuh wajah yang dikaguminya itu. Dia hampir tidak percaya ini. Ryan mengakuinya. Dia mengakui bahwa dirinya benar-benar selingkuh dan mengkhianati kepercayaan yang sudah dibangunnya selama ini. "b******n tidak tahu diri," ujar Kayla di sela rasa sakitnya. "Aku mau bercerai." "Kayla, aku sudah mengakhirinya!" "Apa kamu pikir dengan melakukan itu, semua akan kembali normal dan baik-baik saja?!" teriak Kayla tak tahan. "Tidak akan, Ryan!" teriaknya di pinggir jalan dan membuat mereka menjadi tontonan orang. "Kayla..." "Aku mengabdikan lima tahun hidupku untukmu, dan kamu menghancurkanku dalam semalam. Perselingkuhan yang kamu lakukan tidak hanya menghancurkanku, tapi juga menodai sumpah yang sudah kamu berikan di hadapan orangtuaku dan Tuhan. Kamu menodai semuanya, Ryan Ganendra!" Semua mendadak hening. Yang ada hanyalah suara lalu lintas dan angin yang perlahan menusuk tubuh Kayla lagi. Kali ini angin itu tidak mampu membekukan tubuhnya karena tubuhnya dibekukan oleh hati yang sudah Ryan hancurkan. Pernikahannya kandas dan itu semua karena Ryan beserta jalang itu. Kayla yang tidak melakukan apa pun malah mendapatkan sakit yang lebih. Apakah dia pantas mendapatkan itu? Kayla pergi. Dia meninggalkan Ryan dan masuk ke dalam mobil Ethan. Di dalam mobil, tangannya saling bergenggaman, berusaha menguatkannya di sela tangisan serta rasa sakitnya. Ryan sudah bukan jadi tumpuannya. Pria itu sudah menjadi bumerang tertajamnya, menusuknya dengan cara paling menjijikkan. Ethan masuk ke dalam mobil dan dia bergegas membawanya pergi meninggalkan Ryan di sana. Sepanjang perjalanan Kayla hanya bisa menundukkan kepalanya dan berusaha menenangkan hatinya yang sesak teramat sangat. Tidak ada kebisingan apa pun selain suara lagu Perancis yang tidak Kayla ketahui. Itu terus berlanjut sampai mereka tiba di hotel. Kayla pamit kepada Ethan dan memasuki kamar hotelnya tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dia membuka kamar hotelnya dengan tangan yang gemetar dan menutupnya kembali dengan tubuh yang bergetar. Perlahan dia berjalan tertatih ke arah ranjang dan tubuhnya ambruk sebelum dia tiba di sana. Kayla menangis. Air matanya terus merembes keluar, berusaha untuk mengendalikan perasaannya yang sudah tersakiti seperti ini. Dia menahan dadanya, meremasnya dengan kuat dan menghentakkan dompet yang dipegangnya ke ranjang. Dia berteriak dan memaki nama Ryan beserta jalang yang sudah menghancurkan hubungan pernikahannya itu. Ini benar-benar menjadi menyakitkan ketika Ryan dengan tanpa bersalahnya mengakui itu semua. Pria itu tidak memberikannya sebuah kata maaf, dan menganggap bahwa perselingkuhannya adalah masalah sepele. "b******n!" teriaknya lagi. Kayla berusaha meredakan amarahnya, tapi berteriak dan menangis seperti ini malah membuat batinnya tersiksa. Dia menyandarkan punggungnya ke sisi ranjang dan memeluk kedua kakinya yang kedinginan akibat cuaca dan kondisi tidak sinkron yang telah dia terima. Memeluk kedua kakinya dengan erat dan menenggelamkan wajahnya membuatnya menjadi sedikit lebih hangat. Seseorang yang dibutuhkannya untuk menjadi sandaran tidak ada di sini. Dia tidak bisa menjadikan siapapun sebagai penghangatnya sekarang ini. Dia benar-benar sendirian dan Kayla harus menerima itu semua. Drt Suara deringan ponselnya tidak membuat Kayla mengubah posisinya. Dia terus menenggelamkan wajahnya dan menangis dengan sangat keras. Itu berlangsung selama beberapa jam, sampai waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Rasa lapar bahkan tidak membuatnya berpaling dari posisinya itu. Kayla seolah berusaha membunuh dirinya dengan cara seperti ini. Tok tok Suara pintu berhasil menyadarkan Kayla. Dia mengangkat kepalanya dan melihat ruangannya yang gelap karena tidak ada cahaya apa pun. Perlahan, dia berdiri meskipun kedua kakinya menjadi tak berdaya. Dia berjalan menyalakan lampu kamarnya dan membuka pintu tas ketukan yang diterimanya. Saat dia membukanya, yang muncul adalah Ethan dengan seragam pelayannya. "Aku tidak membutuhkan pelayanan---" Belum sempat Kayla menolak kehadiran Ethan, pria itu sudah menerobos masuk ke dalam kamarnya dan sedikit terkejut dengan kondisi kamarnya yang berantakan. Kayla menarik napasnya dan berjalan melewati Ethan ke kamar mandi. Di sana, dia membasuh wajahnya yang berantakan dan keluar setelah memantapkan dirinya. Saat dia keluar, Ethan sudah merapikan kamarnya dan bahkan di meja sudah terdapat berbagai macam makanan serta minuman. "Ada pesta kembang api malam ini, kamu ingin pergi?" Ethan mendadak menanyakan hal itu. Kayla menatapnya yang masih membersihkan ranjangnya yang kusut. Ethan mengajaknya pergi, haruskah dia menerimanya? "Apa kamu tahu, seseorang sepertiku hanya membutuhkan kesendirian," ujar Kayla. Dia sangat berusaha menahan air matanya untuk tidak jatuh lagi. Tiap dia membicarakan hal yang berkaitan dengan masalahnya, maka dia benar-benar akan lari ke bayangan Ryan yang sudah menyakitinya. "Kamu sudah melakukannya sejak kita kembali ke sini sampai detik sebelum aku mengetuk pintu." Kayla mengembuskan napasnya, lalu dia berjalan melewati Ethan menuju meja yang sudah terdapat minuman. Dia meminumnya untuk meredakan rasa kering di tenggorokannya. "Aku akan menjemputmu jam 9, bersiap-siaplah." Ethan langsung pergi, tidak mengatakan apa pun lagi. Sedangkan Kayla, dia kembali terdiam, memikirkan apa yang harus dia lakukan hari ini untuk melewati hari. ??? Setelah berdebat terlalu lama dengan dirinya, akhirnya Kayla memutuskan untuk mengikuti Ethan. Tepat pukul 9 malam, pria itu menjemputnya dan membawanya ke halaman belakang hotel yang didesain dengan meja penuh makanan dan minuman beserta lampu-lampu kecil yang menghiasi pepohonan. Udara di luar memang dingin dan Kayla bersyukur dia mengenakan mantel hangatnya yang dia beli di Paris. Jadi dia tidak akan ketakutan kedinginan karena angin musim gugur ditambah daerah tinggi seperti ini. Disaat semua orang tengah asyik berdansa mengikuti nada lagu yang tidak Kayla ketahui, dia memutuskan untuk duduk di kursi ayunan yang ada di dekat panggung. Menunggu Ethan datang yang sedang membawakannya segelas minuman alkohol. Dia membutuhkannya saat ini. "Ini." Kayla mengambil gelas yang Ethan bawakan itu. Lalu tidak menunggu lebih lama lagi dia pun menyeruputnya dan membiarkan minuman beralkohol itu melewati kerongkongannya. Ethan juga melakukan hal yang sama dan duduk di sebelah Kayla. Mereka bersama-sama saling memandang beberapa orang yang menikmati pesta sebelum kembang api dilepas. "Apa hotel ini selalu mengadakan pesta kembang api seperti ini?" tanya Kayla. "Tidak juga," balas Ethan seraya menyeruput kembali minumannya. "Kupikir itu sudah menjadi sebuah tradisi." "Hanya jika ingin." Jawaban yang Ethan utarakan membuat Kayla menatapnya dengan kerutan di kening. "Maksudnya apa?" "Tidak ada." Ethan sepertinya tidak ingin membahas itu, jadi Kayla akan melakukan hal yang sama. Drt Saat Kayla sedang menikmati pesta dengan Ethan, ponselnya seketika bergetar. Dia langsung mengeceknya dan melihat pesan yang Ryan kirimkan kepadanya. [Kita harus bicara. Jangan memutuskan sesuatu tanpa berdiskusi. Kamu jangan kekanakan.] Kayla mengangkat sudut bibirnya, hampir tidak percaya dengan apa yang Ryan katakan, kemudian dia juga membaca pesan yang Allisa kirimkan. [Maaf, Kay. Aku benar-benar tidak bisa menemuimu. Urusanku belum juga selesai.] Tidak hanya isi pesan Ryan yang membuatnya kesal. Isi pesan yang Allisa kirimkan juga membuatnya jengah. Dia pun menenggak habis minumannya dan memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku mantelnya. Setelah itu dia berjalan sendirian ke arah minuman dan mengambil segelas minuman beralkohol lagi. Dia langsung menenggaknya sampai habis. Dia terus melakukan itu sampai tibalah di gelas keempat yang langsung dicegah oleh Ethan. "Aku mengajakmu bukan untuk menghabiskan bergelas-gelas alkohol, Kayla," ujar Ethan seraya menarik dirinya pergi dari area minuman itu. "Biarkan aku meminum satu gelas lagi, Ethan." "Tidak ada satu gelas lagi untukmu. Ayo, kita harus mengambil tempat supaya bisa melihat kembang api dengan jelas." Kayla diam saja. Tenaga Ethan kuat dan dia tidak bisa melawannya. Akhirnya dia membiarkan tubuhnya yang sudah lemah karena alkohol ke halaman hotel yang berdekatan dengan kolam supaya mereka bisa melihat kembang api dengan jelas. "Tunggu sebentar, kamu di sini saja. Jangan kemana-mana," perintah Ethan. Kayla hanya mengangguk saja. Dia juga tidak ingin berjalan lebih jauh karena kondisi tubuhnya yang sudah terpengaruh alkohol, khawatir jika terjadi sesuatu di luar kesadarannya. Bahkan angin malam yang menusuk tubuhnya mulai terasa beda. Kayla semakin mengeratkan mantelnya agar tidak terlalu merasakan hawa dingin dari angin malam musim gugur. Selagi dia menunggu Ethan muncul, Kayla memilih untuk duduk di kursi kayu yang disiapkan di sisi kolam. Dia duduk di sana dengan nyaman dan memandangi air kolam yang bewarna biru. Pandangannya seketika kembali saat dirinya dan Ryan baru menjelang pernikahan selama dua hari. Itu adalah masa-masa paling romantis yang dia alami. Mereka berdua lebih banyak menghabiskan waktu di kolam rumah Ryan. Seolah menjadi tempat mereka untuk berbagi kemesraan. Sekarang, momen itu perlahan akan menghilang. Atau bahkan harus Kayla lenyapkan, karena yang dia rasakan bukanlah kebahagiaan, melainkan kesedihan. Memikirkanya otomatis membuat Kayla menangis. Dia kesal seperti ini, menangis jika mengingat apa yang Ryan lakukan kepadanya, seolah dia adalah manusia terlemah di dunia. "Maaf membuatmu menunggu---" Kayla langsung menatap Ethan yang muncul dengan segelas air putih di tangannya. Dia menatapnya dengan tatapan biasa, tapi air mata yang meluncur untuk membasahi wajahnya. Kayla tidak segera mengusapnya dan membiarkan Ethan melihat bahwa ini semua semakin menyiksanya. Dia tidak butuh kembang api, karena itu tidak akan membantunya untuk tenang. Akhirnya Kayla memilih untuk berdiri dan pergi meninggalkan pesta, tapi Ethan tidak mengizinkannya dengan cara menahan pergelangan tangan Kayla. "Kembang apinya akan segera dimulai." "Aku tidak butuh itu, aku ingin ke kamar." Kayla berusaha melepaskan dirinya dari Ethan, tapi pria itu tidak juga melepaskannya. "Ethan, please..." "Kembang apinya segera dimulai, Kayla." Kayla kesal. Akhirnya dia menghentakkan tangannya dan membuat Ethan tidak sengaja menjatuhkan gelas yang dipegangnya sampai membuat mereka menjadi bahan tontonan semua orang. "Aku tidak butuh kembang api dan semuanya." Kayla akhirnya pergi melewati Ethan dan berjalan dengan kepala yang pusing di pinggir kolam. Seraya mengeratkan mantelnya, dia juga berusaha menenangkan pikirannya supaya dia bisa tiba di kamar hotel dengan selamat, tapi rasa pusingnya akibat alkohol membuat Kayla berhenti sejenak. Dia melihat ke sekitar dan sedikit mundur dari sisi kolam supaya dia tidak jatuh. Bertepatan dengan itu, Ethan berlari ke arahnya dan menahan tangannya sekali lagi. Pria ini benar-benar tidak tahu artinya menyerah. Duar Saat itu juga kembang api sudah dilepaskan. Kayla sontak mendongakkan kepalanya dan melihat kembang api itu sudah menari di awan untuk memanjakan mata setiap orang yang ada di sini. "Seharusnya bukan kamu yang terus-menerus merasakan sakit di sini..." Kayla mengalihkan pandangannya kepada Ethan. "Aku adalah korban, itu memang yang harus kurasakan." "Apa kamu tidak ingin menghilangkan rasa sakit itu?" "Aku ingin," balas Kayla dengan tangisannya yang kembali terurai. "Tapi apa yang bisa kulakukan? Membalas dendam? Dengan cara seperti apa? Kamu tidak tahu Ryan siapa. Aku hanya perempuan biasa, tidak punya harta, kekayaan dan seseorang yang melindungiku. Berbeda denganku, Ryan memiliki segalanya. Yang bisa kulakukan hanyalah berpisah." "Aku akan membantumu..." Sudut bibir Kayla terangkat. Dia melepaskan cekalan tangannya dan mengusap air matanya yang terus keluar, kemudian dia menatap Ethan dalam jarak yang dekat. "Dengan apa? Kamu hanyalah seorang pelayan hotel dan Ryan bukan tandinganmu. Jika caramu ingin membuatnya cemburu, maka itu salah besar." "Apa kamu meremehkanku?" "Aku tidak meremehkanmu!" tegas Kayla. "Itu faktanya dan aku tidak ingin kamu kesulitan karena ikut campur. Dia bisa menghancurkan hidupmu dalam sedetik." "Apa dia seberkuasa itu?" Kayla mengembuskan napasnya, kemudian dia menganggukkan kepala, memberi jawaban bahwa Ryan adalah penguasa. Keluarga Ganendra bukanlah keluarga konglomerat yang bisa dihancurkan dengan mudah. "Hidupku bergantung kepada keluarganya. Bercerai adalah salah satu cara supaya aku tidak tersakiti. Menghancurkan hidupnya dan hidup si jalang itu hanya akan memusnahkanku." Kayla memejamkan matanya, kemudian dia memandang Ethan sekali lagi dengan tatapan memohonnya. "Jangan berusaha masuk ke masalahku, Ethan. Aku sudah sangat berterima kasih karena kamu telah membantuku seharian ini. Besok pagi aku akan chek out dan mungkin ini adalah pertemuan terakhir kita. Selamat malam..." Kayla akhirnya membalikkan tubuhnya. Dia pergi berjalan meninggalkan Ethan yang juga belum mengatakan sepatah kata pun. Langkahnya menuju kamarnya sedikit dia usahakan karena tubuhnya yang bereaksi akibat alkohol. Dia bahkan harus terus bertumpu pada tembok koridor menuju elevator yang akan membawanya ke kamar. Saat dia berhasil masuk ke dalam elevator, Kayla langsung menyandarkan punggungnya dan menghela napas leganya. Saat dia akan menekan tombol ke lantai kamarnya, Ethan tiba-tiba saja muncul dengan napas yang tersengal. Kemunculannya itu membuat Kayla mengerutkan keningnya dan bertanya, "Apa yang kamu-" Kedua mata Kayla terbuka lebar. Perkataannya dihentikan oleh ciuman yang Ethan berikan. Kayla benar-benar tidak mengerti dengan ini semua. Ethan menciumnya? Tapi kenapa?!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD