9 | Jodoh

2161 Words
Dengan satu cara seseorang menyabotase pertemuan kita, tetapi dengan segala cara Tuhan membuatmu jadi milikku. Apa namanya? . . Ni_aaa: [Aku udah di tempat. Meja nomor 22.] Ni_aaa: [Masih di mana?] Mars: [Ini udah nyampe parkiran.] Dan dadanya menggemuruh kencang. Mars deg-degan. Bisa dibilang ini akan jadi momen pertemuan pertama antara dirinya dengan sosok pemilik akun Ni_aaa yang Mars sebut penyemangat. Baru-baru ini Mars sadari bahwa detak di dadanya sudah ganti pemilik, sudah bukan untuk si cinta pertama. Sekadar informasi, sebelum Mars berdebar tiap kali chat dengan Ni_aaa, Mars telah melewati fase balada cinta bertepuk sebelah tangan kepada teman kecilnya. Bernama Alisya. Yang mana dewasa kini wanita itu telah jadi milik kembarannya. Ya, Alisya telah menikah dengan Angkasa, kakak kembar Mars. Dibilang cepat move on, tentunya tidak. Namun, hari itu ... Mars mempersiapkan penampilannya setampan mungkin untuk menemui gadis lain. Gadis yang rutin bertukar pesan dengannya. Gadis yang membuat cinta Mars kepada Alisya padam sempurna. Mars lepas helm, dia becermin sejenak di spion motor sebelum melenggang menuju area dalam tempat janjian. Tidak berharap banyak, tetapi semoga gadis di balik akun tersebut cukup sedap dipandang. "Lho ... Zinia?" Apa ini kebetulan? Mars bertemu sobat sekampusnya di kafe janjian dengan seseorang. Zinia tampak tegang untuk sesaat, lalu mengukir senyum. Namun, kenapa Zinia duduk di meja nomor dua puluh dua? Mars menatap gadis itu. Cantik memang, tetapi yang benar saja ... masa Zinia? Menunjukkan layar ponsel yang terpampang room chat media sosial dengannya, atas nama Ni_aaa, Zinia bilang, "Kaget, ya?" Dulu. Tentu, bagaimana tidak? Jadi, yang selama ini berkirim pesan dengannya, lalu mengirim beragam barang untuknya dari penggemar kepada idola, adalah Zinia? Yang hanya Mars anggap sahabat, sebatas itu. Sekali lagi, Mars tidak berharap banyak. Syukur kalau cantik. Dan Zinia memang cantik. Namun, kenapa Mars kecewa? Kenapa harus Zinia? Hatinya menyayangkan hal itu. Mars lebih berharap orang lain sebagai pemilik akun Ni_aaa, alih-alih kawan dekatnya. Demi Tuhan. Lepas itu, rasanya tak nyaman dengan Zinia. Rasanya canggung dan aneh. Sayang, Mars pernah bernazar akan menjadikan si pemilik akun Ni_aaa sebagai pacar. Dan Mars memilih untuk belajar menyukai sahabatnya, bila memang Zinia adalah tokoh penyemangat Mars selama bertahun-tahun komunikasi tanpa tahu muka. Toh, Zinia tidak jelek. Dan lagi, Mars pikir akan mudah menyukai wanita itu. Hingga tiba masa di mana tiga bulan menjalin hubungan, tetapi Zinia meminta untuk dirahasiakan, khususnya dari keluarga gerangan. Karena belum cinta, Mars oke-oke saja. Lagi pula Mars juga sedang meniti karier sebagai bintang pendatang baru kala itu. Zinia. Mars datang ke rumah sang sobat yang telah berstatus pacarnya, saat itu. Mars bertemu tatap dengan Tania. Mars tahu itu adik Zinia. Yang entah kenapa ketika Tania lewat, Mars berseloroh, "Kenapa bukan kamu aja? Mungkin kalau kamu, rasanya nggak akan sesusah ini." "Maaf?" Tania sampai hentikan langkahnya. Dulu. Mars nyengir. "Cuma lagi ngapalin dialog film." "Oh ...." Tania berlalu. Masa-masa Mars kesulitan mendapati hatinya berdebar, bahkan saat chatting dengan akun Ni_aaa. Terasa tidak semenyenangkan sebelum tahu bahwa itu Zinia. Yang entah kenapa semenjak ketemuan pertama kali, esok harinya ada akun baru atas nama Nia, mengaku-ngaku sebagai pemilik akun Ni_aaa. Jelas, Mars tidak percaya. Sebagai tokoh publik walau belum tersohor, tetapi Mars yakin ada saja orang yang tahu kabar terbarunya, termasuk hubungan rahasianya selama ini dengan akun Ni_aaa. Jadilah ada yang ngaku-ngaku. Mars abaikan akun kloningan Ni_aaa yang palsu, tanpa tahu bila itu pemilik akun Ni_aaa yang sesungguhnya. Kebayang? Zinia baru memberi tahu kebenaran itu saat akhirnya rumah tangga Mars dengan Tania, si pemilik asli akun Ni_aaa, telah di ujung tanduk. Saat Mars sudah mengucap kata cerai. Hanya tinggal memberikan surat perpisahan di tangan kepada Tania untuk ditandatangani. Meski begitu, soal ini Zinia belum tahu. "Lo ...." Mars menekan satu kata itu, menatap Zinia dengan rasa berkecamuk. "Terlepas dari semua yang udah lo lakuin dulu, tapi lo tau pada akhirnya gue suka sama lo, kan, Zin?" Terasa enggan menyebut Nia lagi kepada Zinia. Wanita itu menangis. "Maaf ...." "Dan saat gue lagi cinta-cintanya sama lo ... pantes lo memilih nikah sama cowok lain dan mengabaikan ajakan nikah dari gue," desis Mars. "Padahal buat cinta sama lo, gue habisin waktu berbulan-bulan yang ternyata itu sia-sia?" "Maaf, Mars ...." "Kalo lo nggak bisa tanggung jawab, mestinya lo nggak usah nyadap hape Tania dan biarkan dia yang datang, bukan malah lo!" Zinia tergugu. "Maaf ...." Terus begitu. Napas Mars memburu, tepatnya ketika Zinia mendatangi Mars selepas tempo lalu bicara tentang cinta di studio apartemen lelaki itu. Zinia ingin meluruskan satu hal, mengapa pada akhirnya dia menginginkan Tania bahagia dan kebahagiaan Tania menurut Zinia adalah jadi istri Mars. Cukup dulu saja dia merebut posisi pacar dari Tania atas Mars, Zinia tidak sanggup menanggung rasa bersalah lebih dari yang dia rasakan sepanjang jadi pacar Mars. Demikian, Zinia menolak pinangan Mars dan dia menikah dengan suaminya sekarang. Syukur, Mars terpancing menikahi Tania. "Tania tau?" Parau suara Mars. Zinia menggeleng, terisak-isak. "Harusnya sebelum datang ke gue, lo minta maaf sama adik lo dulu." Sakit Mars terasa bertubi, kecewanya. Entah kecewa atas apa, tetapi yang pasti Mars kecewa berat. Hari itu. Mars lantas meninggalkan Zinia dengan bertumpuk-tumpuk amarah di d**a. Marah kepada wanita itu sudah pasti, Mars merasa dipermainkan. Namun, marahnya kini lebih kepada diri sendiri. Teringat apa yang terjadi dalam pernikahannya, di mana Mars malah melampiaskan rasa marah terhadap Zinia yang memilih menikah dengan pria lain, kepada Tania. Dengar? Mars bahkan menikahi Tania dengan niat agar bisa memanasi Zinia, yang Mars yakini masih mencintainya. Ingin Mars membuat Zinia menyesal sudah melepas di saat Mars sedang naksir-naksirnya. Ingin Zinia cemburu, ingin Zinia terbakar, sehingga Mars seringnya menyentuh Tania dengan kecup dan peluk ketika Zinia ada di dekat mereka. Tapi ternyata .... Sesungguhnya .... Mars salah. Apa yang telah dia lakukan? Mars melukai wanita yang sejatinya dialah sosok di balik akun Ni_aaa, dialah yang semestinya jadi pelabuhan hati Mars dengan mudah, tanpa perlu bersusah payah belajar mencintai berbulan-bulan. Dan sekarang Mars malah merusak hubungannya dengan Tania sebab Zinia? Sebab wanita yang membuat Mars keliru begitu parah. Empat tahun lalu .... Hal sesepele itu menjadi hal sebesar sekarang. Namun, karena sudah sejauh ini, bahkan kata cerai sudah Mars gaungkan, tetapi bedanya sekarang Mars tidak sudi menginginkan Zinia. Mars berpikir ulang, haruskah surat cerai itu dia layangkan kepada Tania? Tapi niat Mars menikah sejak awal sudah salah, bisakah Tania diajak bicara baik-baik tentang itu? Tentang semua, lalu meminta Tania bersabar sebentar selagi Mars menata kembali hatinya. Mars yakin tidak akan sulit bila kepada Tania, meski jujur sampai kata cerai Mars ucapkan, Zinia masih bertakhta walau hanya secuil ruang yang terisi. Namun, Mars juga yakin ... pasti sudah ada ruang untuk Tania di dalam sini, hanya belum Mars telaah saja. Mars perlu waktu, saat itu. Dia resapi perasaan dan hatinya. Untuk Zinia sudah yakin jadi benci dan tak sudi, sedang untuk Tania ... tak perlu buru-buru. Mars sedang merasa-rasa debar di sana. Hingga akhir bulan berlalu dan Mars terkesan menahan surat cerainya. Meski begitu, Mars telah menemukan ruang di mana Tania berada dalam celah sempit hatinya. Celah yang kian hari semakin membesar, sampai tiba masa di mana dia datangi kediaman orang tua Tania. Akan Mars jemput istrinya. Akan Mars tarik kembali talak satunya. Namun, yang dia dapati ... Tania pergi. Pun, tempelengan dari papa Tania di pipi, juga rasa sepi yang menyergap terperinci. Paris. Mars terbang ke sana walau tak tahu letak pasti di mana Tania berada, hingga perjalanan Mars sia-sia. Terendus keluarga Semesta, keluarga besarnya, habis Mars disidang mereka. Satu hal yang pasti, saat ini, saat di mana Mars datang ke kediaman Tania, kediaman pribadi wanita itu, terlihat raut terkejut di wajah cantik mami Cely. Mungkin terkejut sebab Mars bisa tahu di mana rumahnya, lalu dengan berani datang ke sini. Tepat ketika Tania hendak menutup lagi pintu tanpa mempersilakan Mars masuk, detik itu Mars memaksa maju, melawan Tania yang tidak lebih bertenaga darinya. Ya, Mars merangsek masuk dengan tanpa dipersilakan. Terlihat Tania amat geram. Untuk apa Mars di sini hari ini? Tentu, untuk mengurai kisah empat tahun lalu yang baru saja dirinya paparkan. Belum terperinci, tetapi setidaknya Tania sudah mendengar bahwa ... "Aku pernah keliru, tapi sekarang aku sudah tahu. Percaya kalau Abang bilang I love you ke kamu ... Nia?" Si pemilik akun itu. Tepat di sana, di pipi kanan, Tania mengempas telapak tangan. Membuat wajah Mars tertoleh ke kiri. Ditamparnya dia oleh Tania, dengan sorot tajam mata cantik itu, pun embusan napas memburu yang menyertai. Menggambarkan seberapa besar emosi Tania saat ini. Di ruang tamu. "Pergi," desis Tania. "Dari sekian banyak hal yang kamu dengar, cuma itu yang ada di kepalamu, Nia?" Nia, Nia, Nia lagi! "Jangan sebut nama itu buatku, aku nggak sudi. Sana pergi!" "Nggak sudi? Tapi kamu yang buat nama itu dulu. Namamu." Kian runcing sorotan mata Tania memandang Mars dengan agak mendongak, perihal selisih tinggi badan. "Dengar. Dulu dan sekarang udah beda. Lagi pula, buat apa juga aku tau soal kekeliruan kamu? Toh, aku lagi nggak pengin bahas masa lalu. Apa pun yang udah terjadi dulu, ya udah." "Bukan sekadar bahas masa lalu, Tania. Tapi Abang pengin kita bahas masa depan, mestinya bisa kita perbaiki." Abang lagi? Dulu, kan, sempat 'saya-sayaan'. Tania masih ingat kapan waktu dia menjadi asing dengan pria yang mengimpitnya ke dinding ruang tamu saat ini. "Oh, jadi dari bahasan itu kamu berharap bisa mengubah apa yang ada saat ini?" Tania geleng-geleng kepala, diulasnya senyum miring teruntuk Mars. "Tapi gimana, ya? Sekarang yang aku mau dan harapanku, silakan kamu menunggu dengan tenang panggilan dari pengadilan." Tidak ada yang lain. Tidak, sekali pun ternyata ada kisah seperti itu empat tahun lalu. Kisah di mana Kak Zinia menyadap akun Tania, lalu sang kakaklah yang datang sebagai dirinya ke hadapan Mars Tatasurya Semesta, juga fakta bahwa Mars pernah—atau bahkan—memaruh hati padanya. Persetan tentang itu. Walau terkejut mendengarnya, walau mata sampai berkaca, walau gemuruh di d**a sampai tidak bisa dikendali, Tania yang sekarang sudah tidak menginginkan Mars lagi. Sudah cukup. I love you dari Mars tidak membuat hatinya bergetar, tidak pula terenyuh. Justru sakit. Sangat. "Jadi, silakan ...." Pergilah. Tatap tajam Tania yang mulai meluruh, masih bersenggama dengan sorot tak terdefinisi milik Mars. Masih bersinggungan, masih bersua, I mean masih bersitatap di sana. Tanpa tahu ada seorang anak kecil yang tidurnya terganggu. Siang itu. Namun, tak lantas keluar dari kamar. Mars menekan geraham. Fine, dia akan hengkang, tetapi sebelum itu ... Mars katakan, "Nggak akan pernah, sampai kapan pun, kita nggak akan bercerai." "Lihat nanti," lirih Tania, detik di mana Mars telah pergi. Tuhan .... Tak tahan, Tania luruh terduduk. Melepas isak tangis yang tak sanggup lagi dibendung. Pelan. Punggung dan bahu Tania bergetar. Padahal empat tahun sudah berlalu dan itu tidak sebentar, tetapi kenapa air matanya masih saja jatuh sebab pria yang sama? *** "Tolong carikan pengacara yang andal." Titah Mars jatuh kepada sang manajer, setibanya dia di apartemen. Ya, kembali Mars tinggal di sana. "Buat?" "Carikan aja!" kesahnya. Mars lalu mengempas diri ke sofa, memejamkan mata. Kata Tania, menunggu dengan tenang panggilan dari pengadilan, huh? Baik, akan Mars tunggu. Mari bicarakan di sana dengan para ahli dan tak akan Mars biarkan Tania memenangkan persidangan itu. Pertama, Mars memang sudah bilang cerai, meski tak ada aturan hukum yang melarang bercerai ketika hamil, tetapi ketika itu dirinya telah berniat untuk rujuk. Untuk kembali mengambil istrinya sebelum masa iddah berakhir. Mars ingin membawa Tania yang hamil dan terus melangsungkan hubungan rumah tangga mereka. Malah Tanianya yang kabur. Kedua, soal nafkah walau tak ada nafkah batin, Mars bisa jadikan mama mertua sebagai saksi bahwa dirinya menafkahi Tania melalui mereka—orang tua Tania. Uang dari Mars, selayaknya masuk ke rekening Tania di negeri yang tidak dirinya ketahui. Karena orang tua Tania bahkan telah mengampuninya meski dengan berat hati, tetapi mereka tidak lantas mendukung Mars jadi bercerai dengan sang putri. Sesungguhnya, ini hanya soal Tania yang pergi tanpa sempat memberi Mars kesempatan untuk memperbaiki. Intinya, akan Mars cari bantahan-bantahan lain dari gugatan Tania nanti. Akan. Hingga Mars bisa membatalkan gugat cerai yang Tania angsurkan ke pengadilan. Astaga. Gemuruh di d**a Mars semrawut sekali, kebut dan tidak terkendali. "Betewe soal pengacara ... sekarang, Mars?" Delikan tajam mata Mars menyentak sang manajer hingga langsung gerak dan bilang, "Siap, sekarang!" Mars tidak bilang apa-apa, by the way. Manajernya pergi ... mencari pengacara andal yang Mars ingini. "Oh, iya, lupa." Malah balik lagi. "Kita, kan, ada jadwal syuting ke Yogya." Melihat jam tangan. "Hari ini. Bentar lagi." Lalu nyengir. "Tunda dulu soal pengacaranya, ya? Yok, siap-siap!" Mars juga lupa. Tania pun mesti ke Yogyakarta beserta tokoh lain, termasuk dirinya sore ini. Sedang baru tadi siang, Mars datang memorak-poranda perihal akun Ni_aaa. Telah Mars katakan kepada Tania bahwa, "Kamu pemilik akun ini, kan?" Sebelum mengalir cerita hingga kata cinta darinya. Mars: [Sore ini kita syuting di Jogja.] Mars kirim pesan tersebut kepada Tania, padahal tadi baru dari sana. Mars: [Cely diajak?] Dari yang semula centang dua biru, kini satu dan abu-abu. Pun, hilang foto profilnya. Oh .... Jadi, kontak Mars diblokir? Kini, Mars tertawa. Patut bila sang manajer mempertanyakan kewarasannya. Tidak menampik, Mars akui dia gila. Menggila karena Tania Maira Daneswara. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD