Air mata haru Zia mengalir deras. Ia tak kuasa menahannya, dan memilih menyembunyikan wajahnya dalam pelukan Sean. Lelaki itu lantas membelai lembut rambut gadis kecilnya. “Kamu percaya ‘kan?” tanya Sean seraya terus membelai rambut Zia. “Aku percaya, Paman,” jawab Zia dalam isak harunya. “Maafkan saya, karena sudah membuatmu tersiksa, Gadis Kecil,” ucap Sean lirih. Tak terasa ia pun meneteskan air mata kekesalannya. Lama Zia tenggelam dalam pelukan Sean. Setelah hatinya tenang dan air matanya tak ada yang keluar, barulah ia melepaskan pelukan pamannya. Sean meraih dagu Zia dan mensejajarkan pandangan mereka. Kemudian ia menghapus sisa air mata pada kedua pipi gadis kecilnya. Wajahnya tampak sembab, tetapi tetap terlihat cantik di matanya. “Saya akan memesan sarapan dan menghubungi p