6. Ancaman.

1041 Words
Alexander berdecak kesal membunyikan klakson keras berulang, namun tak digubris oleh Rachel yang masih tenang dalam pelukan Lucas. Rachel tengah menikmati sentuhan hangat tangan Lucas membelai puncak kepalanya. Alexander mendesis tajam, ia keluar dari mobilnya, tampak Alexander mengenakan jas formal bewarna hitam dan kacamata hitam yang bertengger di hidung bangirnya. semua wanita yang berada dalam kendaraan masing-masing terperangah kagum melihat Alexander yang keluar dari mobilnya, berberapa dari mereka tahu siapa Alexander. Tubuh tinggi, tegap dan kekar serta Rambut blonde, wajah tampan terpahat indah bersama senyuman tipis yang menawan. Ditengah amarahnya, Alexander justru menampakkan senyum yang mampu menghipnotis para wanita yang melihatnya. "Sudah ya reuninya. saatnya pulang," tegur Alexander halus. mendengar suara yang tidak asing baginya, Rachel baru bisa melepas pelukannya dari tubuh Lucas lalu memandang kaget kehadiran Alexander tiba-tiba yang kini di sampingnya. "aku terlambat menjemputmu. Mana taksimu? Apa sudah dibayar?" pertanyaan yang Alexander lontarkan untuk Rachel membuat Rachel seketika ingat nasib sopir taksinya. Alexander sengaja berbohong di hadapan Lucas mengatakan ingin menjemput istrinya padahal tujuannya bukan itu melainkan Alexander hendak menemui teman lamanya. ia hanya tak sengaja memergoki istrinya berada di jalan bersama adiknya. "Permisi mbak, jadi ini saya mengantar sampai sini saja atau bagaimana?" baru saja Rachel ingin bergerak menemui sopir taksi setelah perkataan Alexander, tapi sopir itu sudah lebih dulu menemuinya. Rachel jadi merasa tak enak, buru-buru ia membuka hand bagnya dan mengeluarkan dompet di sana hendak mengambil lembaran uang untuk upah sopir yang telah mengantarkannya, namun gerakan Rachel kalah cepat dari Alexander. pria itu sudah memberi dua lembar uang bewarna merah pada sang sopir. "Sampai sini saja pak. Terimakasih sudah mengantar istriku. Ini uangnya," ujar Alexander. sopir taksi yang menerima uang dari Alexander tersenyum ramah. ia belum sempat melihat berapa nominalnya karena fokus sang sopir sekarang tengah memandangi kegagahan dan ketampanan pria di hadapannya. jangankan seorang wanita, sopir Taksi yang seorang laki-laki saja sampai terkesima dengan ketampanan Alexander. "Oh istrinya mas toh, cocok sekali mas sama mbak. yang satu tampan yang satunya cantik. Pasti saling mencintai. Apa pria ini saudara kandung mbaknya?" sopir taksi tersebut menunjuk Lucas yang hanya membeku berhadapan dengan kakaknya. "mereka terlihat sangat akrab berpelukan seperti telah lama tidak berjumpa," cerocos sang sopir kini berpindah memandangi Lucas yang berdiri dengan wajah masam. Tak ada yang menjawab pertanyaan sang sopir taksi, jadi ia mengambil kesimpulan sendiri menurut sudut pandangnya. "Pasti saudara yang sudah lama tidak bertemu ya mbak. Oh ya Tunggu sebentar ya mas, saya ambil kembaliannya," Sopir taksi hendak melangkah pergi menuju mobilnya yang terparkir di pinggir jalan karena dompet berisi uang kembalian ada di dalam mobilnya tapi ketika melihat sekilas uangnya, langkahnya terhenti sembari menghitung pasti nominal uang yang berada dalam genggamannya. Karena sikap yang jujur, sang sopir kembali lagi menunjukkan uang yang digenggamnya pada Alexander, "loh mas, ini kebanyakan," ujar sopir taksi menyerahkan satu lembar uang ratusan ribu pada Alexander. Alexander menolak secara halus, "untuk bapak saja, saya buru-buru." Terbit senyuman yang lebar dari wajah sang sopir, ia terlihat sangat amat bersyukur mendapat rezeki tak terduga, "Terimakasih ya mas, semoga rezeki mas dan mbaknya bertambah." Alexander membalas dengan anggukan singkat Lalu menarik paksa Rachel menjauh dari jangkauan Lucas dan mendorong tubuh Rachel secara kasar agar segera masuk ke dalam mobilnya. "kembalilah ke kantor Lucas. apa kau sangat tidak memiliki pekerjaan hingga bisa bersantai di pinggir jalan," sindir Alexander pada adiknya sebelum pergi meninggalkan. Tidak ada polisi yang menghentikan laju mobilnya, padahal surat kendaraannya belum sempat diperiksa oleh Polisi. "Apa maksudmu!, jangan ikut campur urusanku!!, aku tidak menyukai tingkahmu ini Alexander!!" Sentak Rachel marah ketika mobil yang dikendarai Alexander sudah berjalan meninggalkan sosok Lucas yang berdiri membatu mengepalkan tangannya. Alexander tak menggubris ucapan istrinya sedikitpun, ia tetap tenang menyetir sembari menatap lurus ke depan. "kamu tidak berhak mengaturku Alexander!, aku saja tidak pernah peduli apa yang kamu lakukan. turunkan aku!, aku masih ingin berbincang pada Lucas!" teriak Rachel mengetuk-ngetukkan tumit Heelsnya pada alas lantai mobil Alexander. Rachel hanya tidak menyangka sikap Alexander berbeda padahal sebelumnya mereka tak saling menegur, sangat asing di dalam Mansion tak menganggap keberadaan satu sama lain. Alexander sangat tidak menyukai berisik, ia menginjak rem mobilnya mendadak setelah mendengar teriakan keras dari Rachel. sehingga menimbulkan suara decit ban mobilnya. Rachel yang tidak mengenakan seat beltnya dan berpegangan tubuhnya menjadi terlempar, tanpa sengaja kepalanya berada di d**a bidang Alexander, sedang tangannya menyentuh di bagian bawah perut Alexander. Sesuatu yang kenyal lembut tanpa tulang berada saat ini dalam genggaman tangannya. "Rachel singkirkan tanganmu!!" sentak Alexander menoleh tajam. Rachel lantas menarik tangannya segera dari tempat yang tidak seharusnya tangannya berada. Rachel membuang wajah malu,. ia sempat bertanya dalam hati apa yang barusan dia pegang tadi. Segera Rachel tepis rasa gugup dan malunya seolah bukan kesalahannya ia melimpahkannya pada Alexander, "kamu sengaja ya?!, ambil kesempatan dariku kan?!" Tuding Rachel dengan mata yang melotot lebar. "aku benci suara berisik, seharusnya kata-kata itu untukmu. Lagi pula siapa yang ingin dipegang bagian,-" Belum selesai Alexander menyelesaikan kalimatnya, sudah diputus duluan oleh Rachel. Ia tahu kemana arah ucapan Alexander selanjutnya, "sudah stop!!, kalau kamu berbicara lagi, aku akan berteriak kamu penculik!" tantang Rachel, ia menggelengkan kepalanya cepat, guna menyingkirkan pikiran mengenai hal yang baru saja terjadi untuk pertama kali dalam hidupnya secara sadar. Alexander melepas kacamatanya lalu mencondongkan tubuhnya lebih dekat dengan Rachel, "Silahkan. aku bukan pria yang takut dengan ancaman!" "tidak ada yang berani mengancamku, sebaliknya, hanya akulah yang bisa mengancammu. kamu tahu benar itu," tegas Alexander, ucapannya penuh penekanan. Rachel merasa dirinya terdesak, tubuhnya mundur ke belakang sampai menempel pintu dan jendela mobil. Rachel mengingat benar apa yang dikatakan Alexander, bahwa Alexander tidak akan segan membunuhnya jika sampai merusak citranya. "sudah mengingatnya?" Alexander tersenyum miring, "aku tidak main-main karena kamu sama sekali tidak penting bagiku. aku bisa membuangmu sewaktu-waktu." Rachel melirik takut ke arah Alexander, "tapi apa yang kulakukan tidak akan merusak citramu karena tidak ada yang tahu hubungan kami yang sangat jelas. aku sama sekali tidak mengenalmu Alexander. kita hanya tiba-tiba menikah karena kecelakaan, seharusnya kau tidak perlu repot mengaturku." Di dalam mobil yang masih berhenti di pinggir jalanan, Alexander membenarkan posisi duduknya menyamping supaya menghadap Rachel sepenuhnya, "Hubunganku dan kamu lebih jelas dibanding hubungan kamu bersama Lucas. kita telah menikah secara hukum dan agama kalau kamu lupa itu." "Rachel, kau memang belum mengenalku, jika kau mengenalku kau tidak akan seberani ini!" batin Alexander geram.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD