Rachel meregangkan tubuhnya yang terasa pegal, ia merasakan tubuhnya terasa sakit semua. Rachel mengerjapkan matanya mencoba membuka kelopak matanya walau terasa sangat berat. Ia ingin melihat dunia pagi hari yang menyambutnya.
Tangannya ia rentangkan agar lengan pegalnya terasa rileks tapi ada sesuatu yang mengganjal. Sesuatu itu terdapat dua buah lubang yang bergagang lancip. Rachel penasaran apa yang dipegangnya ini, cepat-cepat ia membuka mata lalu memiringkan tubuhnya ke bagian kiri, Rachel terbelalak saat tangannya memegang hidung bangir milik Alexander.
"Arrghhhhhhhhh!!" pekik Rachel keras saat menyadari disampingnya ada seorang laki-laki yang tidak lain adalah Alexander kakaknya Lucas, Tunangan saudaranya. tadinya pria itu tengah tertidur pulas, tiba-tiba saja terbangun karena pekikan suara Rachel yang melengking dahsyat di telinganya.
"kamu!" Tuding Rachel pupil matanya membesar, ia belum lepas dari rasa kagetnya.
"aku, kamu, kok?" Rachel memutar otak untuk berpikir, sehingga kalimat yang keluar tidak sistematis. Rachel gugup, dadanya naik turun dengan cepat, sementara Alexander memandang wajahnya lekat.
Rachel bingung apa yang harus dikatakan, tapi ketika sedikit menyibakkan selimutnya, hendak turun dari kasur kamar Hotel yang luas itu, terpampang nyata tubuh polosnya. Rachel berancang-ancang teriak, menarik nafas panjang, kedua alisnya terangkat, matanya membelalak tajam. Kali ini Alexander sudah bersiap menutup kedua telinganya.
"Arrrghhh!!" Pekik Rachel lagi tapi tidak panjang seperti yang pertama. Setelah dirasa aman, Alexander melepas kedua telapak tangannya yang menutupi lubang telinganya lalu sibuk mengucek matanya dan membenarkan gendang telinganya siapa tahu ada yang rusak di sana.
Alexander sebenarnya masih belum begitu sadar dari tidurnya, ia masih berusaha mengumpulkan nyawa walau matanya sudah terbuka lebar. Alexander merubah posisinya menjadi duduk menyandar di kepala ranjang.
Tanpa sengaja Alexander merubah posisi selimutnya dan ia melihat dirinya yang polos di balik selimutnya yang tebal.
"Argghhhh!" Alexander yang baru sadar berteriak keras bahkan mengalahkan volume teriakan Rachel.
Rachel melindungi dirinya agak menjauh dari Alexander, mengeratkan pegangannya pada selimut yang menutupi tubuhnya.
"Kenapa kamu disini bersamaku?" Tanya Rachel setelah Alexander berhenti teriak dan menatap kosong di depan.
Alexander menoleh menautkan alisnya, "Harusnya aku yang bertanya, kenapa kamu bisa disini?. ini kamarku, aku memesan kamar di sini."
Rachel menggerakkan tubuhnya, bagian bawahnya terasa sakit, nyeri di area sensitifnya. Rachel meringis, seketika ia melotot tajam ke arah Alexander, kalau dugaannya tidak salah, dirinya telah diperkosa Alexander.
Rachel meraih bantal guling di sebelah kirinya lalu melemparnya ke arah Alexander, "kamu memperkosa aku!, kenapa kamu merenggut kehormatanku?!"
Rachel menangis histeris. air matanya membanjiri wajahnya. Alexander bingung harus bagaimana, ia sama sekali tidak merasa melakukannya, tapi melihat kondisi mereka seperti ini, Alexander tidak yakin jika ia tidak melakukannya.
"aku memang merasa tidak melakukannya, jikapun aku melakukannya, ini diluar kesadaranku," Alexander mencoba menjelaskan pelan-pelan kepada Rachel yang masih kalut dalam suasana tangisnya.
Alexander kini merasa dirinya dijebak namun mengapa bersama Rachel?, itu yang membuatnya bingung. Alexander mengambil ponselnya. ia mengirim pesan singkat pada sekretarisnya menyuruhnya agar melihat CCTV hotel yang berada di ruang Pesta dan mencari tahu keberadaan Clarissa. Alexander mencurigai Clarissa yang berniat tidak baik padanya.
Rachel berkata sambil terisak, "kamu memperkosa aku, masih saja pura-pura tidak bersalah. kamu itu tunangan kakakku, bagaimana jika ia tahu?"
"kamu yang datang ke kamarku. itu juga menjadi salahmu!" Bentak Alexander.
Rachel terdiam sejenak, satu nama yang ada di dalam pikirannya sekarang, semalam memang ia sempat mencari Lucas sampai ke lantai atas Hotel, "aku tidak tahu mengapa bisa berakhir di kamarmu. seingatku, aku sedang mencari Lucas," Rachel mengangguk yakin.
"Lalu setelah itu kamu tidak ingat apa-apa lagi?" Tanya Alexander penuh selidik.
Rachel menggeleng, "aku...a-aku tidak mengingat apapun lagi. aku takut hamil dan Lucas akan meninggalkanku. kamu kakaknya Lucas, jangan bilang soal ini ke dia, aku mau cari waktu yang tepat untuk menjelaskannya," Rachel menenggelamkan wajahnya di bantal, ia menangis sesenggukan sampai berkata pun ia terbata.
"aku hanya mengingat kemarin malam melihatmu di dalam kamar mandi, tapi setelah itu aku tidak ingat apa yang terjadi. Kalau aku memang melakukan hal itu padamu, aku minta maaf, karena Apa yang kita lakukan diluar kesadaran kita, tentu aku melakukannya juga bukan sengaja," Alexander berkata serius menatap wajah Rachel.
Rachel menengadahkan wajahnya menatap nyalang Alexander, "kamu pikir dengan minta maaf bisa mengembalikan semuanya?, mengembalikan keperawananku?!. lalu maksud kamu apa? kamu tidak percaya kalau ini perbuatan kamu?, aku jadi merasa jijik pada diriku sendiri!" Rachel kembali menenggelamkan wajahnya di bantal, meredam suara tangisnya.
Alexander menghela nafas kasar, "aku akan tanggungjawab, jangan menangis."
ponsel Alexander bergetar, ia membuka layar ponselnya. terdapat pesan dari asisten pribadinya.
Aksa Delvin.
Nona Clarissa sengaja mencampurkan minuman bos dengan obat perangsang. awalnya ia ingin memperdaya bos, namun salahnya minuman ini malah tidak sengaja diminum oleh Nona Rachel. ini pengakuan pelayan hotel, diperkuat dengan bukti CCTV.
keberadaan Nona Clarissa sejak semalam sampai sekarang bersama kekasih simpanannya.
Alexander mengepalkan tangan kuat setelah membaca pesan dari Asisten pribadinya, "wanita gila."
Alexander melepas kasar cincin yang tersemat di jari manisnya dan membuangnya asal.
sedangkan Rachel, duduk menangis sesenggukan menenggelamkan wajah diantara lututnya. ia tidak menyangka dirinya akan berakhir seperti ini. Bagaimana jika dia hamil nanti?, yang jelas di dalam hati kecilnya jika dia hamil, Rachel tidak akan pernah menggugurkan kandungannya. walaupun ini nanti akan menjadi aib bagi model berparas cantik itu.
"Entah kamu hamil ataupun tidak, tidak peduli apapun halangannya, aku akan bertanggung jawab meski harus mengorbankan perasaan, berbuat tanpa sengaja dan sudah jelas tanpa rasa cinta. aku tidak ingin mengambil resiko berita panas ini sampai mengguncang nama Perusahaan," batin Alexander.