Chayra melajukan mobil sedannya membelah jalan raya, ia menuju sebuah kelab malam di pusat kota Jakarta. Chayra memakai gaun yang cukup terbuka, dengan dipadukan dengan stoking hitam serta tas tangan cantik.
Chayra berjalan masuk ke kelab dengan percaya diri, rambut bergelombangnya tampak sangat indah ketika gadis itu berjalan. Chayra menjadi pusat perhatian begitu masuk ke dalam kelab.
Hingar binger kelab malam menyambutnya, Chayra dengan cepat di sapa pria yang kerap kali memandangnya sangat s*****l dan sukses membuatnya tersenyum miring.
Chayra segera melangkah dan duduk di kursi bartender, ia memesan tequila sebagai minuman pertamanya malam ini. Setelah menghabiskan gelas pertama, teman-teman Chayra datang satu-persatu, mereka memakai pakaian yang tidak kalah terbuka dari Chayra.
Chayra berdecak kagum atas keberanian teman-temannya. Ia menggeleng pelan, ketika salah satu dari temannya maju ke depan untuk menari di tiang. Chayra dapat melihat dengan jelas pandangan buas dari para pria yang sedang menikmati tarian temannya.
“Sepertinya dia terlalu stres dalam penerbangan kemarin. Kurasa dia akan semalaman di sini.”
Chayra menyetujui ucapan salah satu teman yang duduk tepat di sampingnya. Tiba-tiba sebuah lengan tersampir dibahu Chayra¸membuat gadis itu menoleh untuk mencari siapa pemilik tangan itu.
“Hei, cantik. Ingin bermain denganku,” bisik seorang pria tepat di telinga Chayra.
Pria itu bahkan meniup telinga Chayra secara terang-terangan. Chayra menjawab dengan melepaskan rangkulan pria itu, lalu mendorong agar segera menjauh darinya.
Mengerti jika ditolak, pria itu menjauh dari Chayra, kembali ke arah teman pria itu yang tertawa terbahak saat ditolak oleh Chayra.
“Ternyata kau masih jual mahal,”
Chayra tertawa, “Tentu saja, aku ke tempat ini untuk besenang-senang dan melepas penat. Bukan untuk melakukan one night stand bersama pria yang tidak dikenal.”
“Oh girl, kau belum merasakan enaknya saat dipuaskan oleh kaum berbatang itu. Rasanya sangat nikmat.”
Chayra menutup matanya pelan, merasa lucu dengan ucapan temannya.
“Good luck, aku akan pergi ke lantai dansa.”
Chayra mengangguk, membiarkan temannya pergi. Mereka datang bertiga, mereka semua adalah rekan kerjanya sebagai pramugari. Kebetulan, dua hari kedepan mereka tidak ada jadwal untuk terbang setelah perjalanan jauh dari Indonesia ke Amerika satu hari yang lalu.
Perjalanan jauh dengan banyaknya keluhan penumpang membuat mereka cukup stres, dan salah satu cara untuk melepaskan penat hanya dengan bersenang-senang seperti ini.
Mata Chayra menangkap teman yang tadinya menari di atas panggung kini sedang melakukan ciuman panas dengan seorang pria. Temannya itu bahkan sudah berada di pangkuan pria itu tanpa
Chayra menghabiskan gelas ketiga lalu pergi dari kelab. Ia memutuskan untuk tidak terlalu mabuk karena akan menyetir saat pulang. Chaya melihat hotel besar yang berdiri tepat di samping kelab, kedua bangunan ini sangat serasi, dan membuat orang-orang yang ingin b******a tinggal menyewa hotel tanpa susah-susah lagi.
Chayra memijit pelipisnya, ia merasa sedikit pusing entah kenapa. Tiba-tiba tubuhnya merasa panas, ia berdecak marah. Merasa seseorang telah memasukkan sesuatu ke dalam minumannya.
“Berengsek!” umpat Chayra.
Chayra berbalik ketika mendengar suara langkah dari arah belakang. Ia mengetatkan rahang ketika melihat pria yang merangkulnya tadi berjalan dengan wajah senang ke arahnya.
“Makanya, jangan melawanku. Akhirnya kau juga akan menjerit keras di bawahku tidak lama-lagi.”
Chayra melangkah mundur, pria itu menatapnya seperti akan memakannya saat ini juga. Chayra memang suka pergi ke klub malam, tetapi ia tidak suka dengan orang-orang yang memandangnya seperti p*****r.
Chayra membuka mobilnya, tetapi pria itu menutup pintu lalu menghimpitnya di pintu mobil. Darah Chayra berdesir ketika tubuh pria itu menekannya.
Chayra mati-matian mendorong pria itu, berusaha agar menghindari ciuman pria itu yang sangat berutal. Jengkel, Chayra menendang s**********n pria itu sampai mengaduh kesakitan.
Tidak tigngal diam, pria itu menaikkan tangannya untuk menampar Chayra. Tepat sebelum tangan itu menyentuh pipi Chayra, seorang pria menangkapnya dan mendorong pria itu menjauh.
“Kau baik-baik saja?”
Chaya mengerjabkan matanya, merasa tertolong.
“Terimakasih, dan aku baik-baik saja.” Jawab Chayra.
Tetapi, Chayra menjawab dengan pandangan yang tidak fokus. Sepertinya obat perangsangnya sudah mulai bekerja. Chayra tau dengan jelas jika itu adalah oabt perangsang, walaupun tidak pernah merasakan sebelum ini, ia sudah mencari informasi.
“Jawabanmu tidak sama dengan reaksi tubuhmu.” Pria itu berjalan mendekat, Chayra refleks mundur.
Walaupun kesadaran Chayra mulai menipis, ia harus menajga jarak. Bisa jadi pria di depannya juga ingin mengambil kesempatan. Apalagi keadaan Chayra yang sangat rawan sekarang.
“Aku baik-baik saja! Thank you and plase leave me alone.” Ucap Chayra pelan.
“No, kamu sedang tidak baik-baik saja. I’ll drive for you, dimana kamu tinggal?”
Chayra menggeleng, ia tetap menolak.
Pria itu menghirup napas panjang, “Perkenalkan namaku, Abimanyu. Aku berjanji tidak akan melecehkanmu sejengkal pun.”
“Aku Chayra, tapi sungguh aku tidak ingin di antar. We are stranger.”
Abimanyu menipiskan bibirnya, ia juga sebenarnya sangsi menawarkan tumpangan kepada orang mabuk apalagi seorang wanita. Tapi, kali ini rasa pedulinya lebih kuat daripada egonya sendiri.
Abimanyu yang baru saja selesai meeting di hotel yang berada tepat di samping kelab malam ini, kehabisan tempat parkir dan tepaksa memarkir di tempat ini dan ketika akan pulang, ia melihat seorang wanita yang sedang dilecehkan.
“Okay.” Abimanyu masuk ke dalam mobilnya,
Ketika sedang memutar arah mobil menuju pintu keluar, Abimanyu melihat sekilas dari kaca spion jika gadis bernama Chayra itu merosot di tempat di samping mobilnya.
“Astagfirullah.” Ucap Abimanyu spontan.
Dengan menutup mata, Abimanyu memasukkan Chayra ke dalam mobilnya, ia membaringkan gadis itu di kursi belakang. Abimanyu melajukan mobilnya ke arah hotel yang berada tepat di samping kelab.
Ketika ia masuk ke lobi, pegawai hotel menatapnya dengan curiga. Apalagi Abimanyu masuk dengan menggendong Chayra di depannya. Beruntung keadaan hotel agak sepi karena sudah larut malam.
“Mari, saya akan mengantar bapak ke kamar.” Ucap salah seorang pegawai hotel kepada Abimanyu setelah menyelesaikan proses transaksi.
Mereka masuk ke lift dan naik ke lantai sepuluh, pegawai hotel itu diam-diam melirik ke arah Abimanyu. Apalagi ketika mendengar Chayra melenguh pelan, Abimanyu emosi ingin menjatuhkan Chayra ke lantai dan meninggalkannya tetapi ia menahannya.
“Silahkan, Pak.” Ucap pegawai itu ketika mereka sampai di pintu kamar.
Abimanyu berterimakasih, “Bisa bantu bukakan pintu?”
Pegawai itu mengangguk, mengerti keadaan Abimanyu yang sedang menggendong seorang wanita. Abimanyu membaringkan Chayra di tempat tidur, menyelimutinya dengan selimut lalu meninggalkannya.
“Eh,” tegur pegawai hotel itu ketika melihat Abimanyu masuk ke dalam lift.
Abimanyu hanya tersenyum canggung, “Saya tadi menemukan dia pingsan di tempat parkir. Mungkin mabuk, atau entahlah. Jadi, saya bawa ke sini daripada di culik orang.”
Pegawai itu melebarkan mata, “Saya pikir bapak mau bermalam sama dia. Sudah sering terjadi di sini, apalagi kelab malam persis di samping hotel, jadi kalau ada tamu seperti bapak. Kami hanya bisa memaklumi saja dan menjaga rahasia penyewa.”
“Nggak, saya cuma mengantar dia. Tadi, sudah hampir di lecehkan, jadi mau tidak mau saya membawanya ke sini.” Terang Abimanyu.
“Alhamdulillah, masih ada orang baik seperti bapak. Mungkin kalau orang lain, sudah memanfaatkan kesempatan, apalagi saya lihat tadi mbaknya sudah benar-benar nggak sadar.” Ucap pegawai hotel itu.
Mereka sampai di lobi lima menit kemdian, Abimanyu langsung pulang. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Entah kenapa, pikirannya melayang memikirkan gadis yang ia tolong tadi.
Abimanyu menggelengkan kepalanya, buru-buru mengingat jika sedang mengemudi. Ia sampai di rumahnya satu jam kemudian, ia membeli rumah dua lantai tepat di pusat kota Jakarta. Rumah pribadi yang berhasil ia beli dari hasil keringatnya.
Rumah itu sepi, Abimanyu masuk dengan ekspresi tidak terbaca. Hanya ia yang tinggal di tempat itu, sedangkan orangtuanya di kota Makassar, Sulawesi Selatan. Abimanyu, membersihkan diri lalu naik ke tempat tidur untuk beristirahat.
…
Chayra bangun dengan pakaian berserakan dimana-mana. Ia hanya menggunakan bra dan juga celana pendek. Gaunnya sudah terlempar di bawah ranjang, ia memegang kepalanya yang pening berusaha mencerna keadaan.
Chayra syok begitu mengetahui ia sedang berada di kamar hotel. Ini salah satu perbuatan terceroboh yang ia lakukan seumur hidup. Tetapi begitu Chayra tidak merasakan apapun kejanggalan di tubuhnya, ia seketika senang.
Lalu siapa yang membawanya ke sini? Tidak mungkin pria berengsek yang memasukkan obat perangsang itu. Lalu siapa? Tiba-tiba Chayra mengingat ada seorang pria lagi semalam yang menghampirinya. Tapi, tidak bisa mengingat wajah pria itu. Apa mungkin dia?
Chayra bersyukur bisa menemukan tasnya yang ada di atas nakas. Ia mengambil ponsel lalu menghubungi rekannya untuk membawakan baju ganti. Chayra menunggu setengah jam sebelum bel kamar hotelnya berbunyi.
“Astagfirullah, Aya! Kamu nggak apa-apa kan?” tanya seorang gadis yang baru masuk ke dalam kamar hotel Chayra.
Chayra mengangguk, “Iya, sepertinya aku nggak apa-apa.”
“Kenapa bisa ada di sini? Biasanya kamu tau kalau udah mau teler.” Tanya gadis itu lagi.
“Ada orang yang masukin obat perangsang di minuman aku, Dara. Sialan emang.” Jawab Chayra emosi.
Gadis yang di panggil Dara itu tertawa kecil, “Ya, pasti karna kakak nolak mereka, kan?”
“Iya sih, tapi nggak pernah separah ini. Biasanya mereka cuma grepe-grepe aja, nggak sampai masukin obat perangsang. Kali ini parah sih,” Chayra masih kesal.
Dara menghela napas lalu menggeleng pelan. Ia memberikan privasi untuk Chayra agar bisa mengganti pakaian. Ia menjauh sebentar, memandang jendela yang menyuguhkan pemandangan perkotaan padat.
“Terus gimana Mela sama Risty?” tanya Dara.
Chayra mengangkat bahu, “Mungkin masih ada di kamar hotel atau entahlah.”
“Astaga, semoga saja mereka tidak melakukan hal lain seperti n*****a. Bisa langsung di pecat dan nggak bakal bisa mengudara lagi.” ucap Dara.
Chayra mengangguk, pekerjaan mereka sangat menuntut tegas untuk menjauhi obat-obat terlarang. Siapapun yang tertangkap akan langsung di berhentikan secara tidak hormat atau bahkan tanpa pesangon.
“Siapa yang membawamu semalam ke sini?” tanya Dara ketika memperhatikan suasana kamar yang tidak telalu berantakan menurutnya.
“Kemungkinan seorang pria yang ku lihat semalam, nanti tanya ke resepsionis. Aku juga lupa.” Jawab Chayra sembari memakai lipstik.
Dara duduk di sudut tempat tidur, “Hebat sekali, ada pria yang bisa tidak tergoda denganmu apalagi kau terpengaruh obat perangsang? How?”
Chayra ikut tersadar, ia heran. “Mungkin saja dia gay, atau memang titisan malaikat.”
“…atau sudah berkeluarga.” Sambung Dara.
Setelah Chayra merasa riasannya sudah cocok dengan pakaian yang ia kenakan. Mereka keluar dari kamar hotel untuk checkout. Kebetulan dara membawa baju kaos dan juga celana training yang cocok dengan riasan apapaun.
Ia memasukkan pakaian yang ia pakai semalam ke goodie bag, Chayra dan Dara masuk ke dalam lift, lima menit kemudian mereka samapai di lobi hotel karena tidak ada yang menaiki lift selain mereka.
Mereka tiba di resepsionis untuk checkout, setibanya di sana mereka di sambut ramah oleh tiga orang yang sedang duduk dibalik meja. Chayra menunggu mereka bereaksi untuk mengenalinya.
“Ah, Mbak yang semalam.” Ucap seorang pegawai hotel yang berjalan ke arah resepsionis sembari membawa beberapa map berwarna hitam.
“Selamat siang, kebetulan saya tadi malam yang mengatar mbak ke kamar hotel. Ada perlu apa mbak?” tanya pegawai hotel itu.
Chayra tersenyum singkat, “Tadi malam siapa yang membawa saya, ya?”
“Ada seorang pria, Mbak mau lihat orangnya? Apakah ada barang Mbak yang hilang?” tanya pegawai itu kaget.
Chayra refleks menggeleng, “Saya hanya penasaran,”
“Oh, saya kaget karena tadi malam, yang gendong mbak itu kelihatannya orang baik. Nggak nyentuh Mbak sama sekali kecuali pas di gendong, saya pikir Mbak sama Masnya pasangan tapi Masnya keluar dari kamar dan turun bareng saya ke lobi, sesudah itu Masnya pergi.” Terang pegawai hotel itu. “…mbak mau lihat orangnya? Saya bisa antar ke ruang CCTV.”
“Nggak, makasih. Kebetulan saya ada keperluan, kalau ketemu lagi sama dia sampaikan rasa terimakasih saya karena sudah ditolong.” Ucap Chayra.
“Siap, Mbak.”
Mereka telah menyelesaikan proses checkout. Chayra dan Dara melangkah keluar dari Hotel.
“Tadi naik kesini pakai apa?” tanya Chayra.
“Naik taxi, karena kamu buru-buru jadi ngak sempat bawa mobil.” Jawab Dara.
Chayra meminta maaf, “Kalau begitu kita naik mobilku. Ada di tempat parkir kelab.”
Mereka berjalan tenang menuju kelab malam. Kelab itu terlihat sangat sepi di pagi hari, Chayra sukses mengeluarkan mobilnya dari tempat parkir dan melaju di jalan raya.
“Dara, rumah kamu masih yang dulu, kan? Aku antar ke sana?”
Dara menggeleng, “Ke Fermes aja, mau belanja bulanan.”
“Cuma ke supermarket? Nanti pulang sama siapa?” tanya Chayra.
“Ah, gampang lah. Banyak taxi online,” jawab Dara. “…omong-omong kenapa kau tampak segar sekali? Padahal semalam kau diberi obat perangsang?”
Chayra menoleh, “Ntahlah. Aku juga sebenarnya tidak mabuk semalam, mungkin tidak sadarkan diri karena obat itu. Tapi aku tidak merasa ada apapun yang aneh di tubuhku, semalam sih tubuhku panas. Tapi, sekarang sudah baik-baik saja.”
Dara takzim, ia memang sudah tahu jika Chayra tidak gampang mabuk. Tetapi, ada orang yang tahan dengan obat perangsang adalah suatu keajaiban. Bagaimana mungkin? Chayra bangun tanpa merasakan aneh pada tubuhnya? Sepengetahuannya, orang yang sudah minum obat itu akan merasa b*******h luar biasa.
Mereka tidak melanjutkan pembahasan berikutnya dan hanya diam sampai Chayra mengantar Dara ke supermarket yang gadis itu inginkan. Mereka berpisah setelah Dara turun dari mobil.
Chayra putar balik, arah rumahnya dan supermarket itu berlawanan arah. Sebelum ke rumah, ia singgah untuk membeli sarapan di sebuah restoran Padang, entah kenapa ia sangat ingin makan dendeng balado dan rendang daging.