Bab 1. Ketahuan Selingkuh
“Batalkan saja! Kalian tidak boleh menikah!”
Suara perempuan itu, Leandra sangat mengenalnya. Berdiri mematung di depan pintu kamar yang sedikit membuka, kue ulang tahun di tangannya sampai nyaris jatuh saking gemetar. Niatnya datang ingin memberi kejutan ke calon suaminya, tapi justru disuguhi pengkhianatan menjijikkan mereka.
“Gila kamu, Vin! Lean kakakmu. Bisa-bisanya kamu memintaku membatalkan pernikahan kami!” bentak pria itu terdengar menyengat di telinga Leandra. Sakha bahkan sadar Vina adalah adik calon istrinya sendiri, tapi tetap saja ditiduri. b******k, bukan?
“Kamu yang gila! Sudah tahu aku hamil anakmu, tapi tetap ingin menikahi Kak Lean. Terus bagaimana dengan aku dan anak ini? Jahat banget kamu, Bang!”
Langit terasa runtuh menghantam Leandra. Hamil? Adiknya mengandung benih Sakha? Air mata Lean luruh tak terbendung. Luar biasa sakit hatinya. Bagaimana bisa mereka setega itu mengkhianatinya sekeji ini?
“Hei, kamu mau kemana? Tunggu dulu dong, Beb! Jangan uring-uringan terus. Tidak bagus buat kandungan kamu,” rayu Sakha dengan suara melunak, tapi menusuk di jantung Lean.
“Pokoknya aku tidak mau rencana pernikahan kalian diteruskan! Bang Sakha harus tanggung jawab!” rengek Davina sesenggukan.
“Pernikahan tinggal seminggu lagi. Undangan sudah disebar dan semua persiapan sudah selesai. Mau ditaruh mana muka keluargaku kalau asal dibatalkan, Vin?”
“Bilang saja ke om dan tante kalau aku hamil anakmu! Ini cucu pertama mereka. Darah daging keluarga Ardhana. Orang tua Bang Sakha pasti ngerti kok. Kalau kamu menikahi Kak Lean, belum tentu dia mau langsung hamil. Bang Sakha sendiri tahu, dia orang yang selalu mementingkan karir melebihi apapun. Sampai-sampai buat menemani dan mengucapkan ulang tahun ke calon suami saja dia tidak punya waktu!"
Leandra menggeram mendengar mulut busuk adiknya. Mereka sedarah, tapi gadis itu seperti maling selalu mencari celah mencuri apapun yang Lean punya. Cukup! Kali ini dia tidak akan diam lagi. Lean tidak akan hancur sendirian!
Kakinya melangkah pelan. Ponselnya yang sedari masuk ke apartemen ini masih dalam mode merekam, akan jadi bom yang menghancurkan mereka. Tiga tahun dia pacaran dengan Sakha, dua tahun bertunangan. Kini saat pernikahan tinggal menghitung hari justru hancur berantakan tak bersisa. Brengseknya lagi, dari begitu banyak perempuan Sakha malah selingkuh dengan adik Lean sendiri.
Tubuh Leandra limbung. Jantungnya seperti diremas, sakit bukan main melihat dua orang di dalam sana yang sedang berpelukan tanpa sehelai benang di atas ranjang. Menjijikkan! Kelakuan mereka benar-benar seperti binatang.
“Orang tuaku sangat menyukai Lean. Kehamilanmu belum tentu bisa meluluhkan hati mereka. Dengar! Aku sudah persiapkan semuanya. Kamu pergi ke luar negeri dulu sampai anak itu lahir. Jangan sampai ada yang tahu tentang kehamilanmu. Nanti pelan-pelan aku akan membujuk papa dan mama supaya mau menerima kehadiran kalian!” Sakha menunduk mencium bibir Davina. Tubuh telanjang mereka saling tindih, lalu berpagutan dengan cumbuan panasnya.
Emosi Leandra meluap. Ternyata seperti inilah yang adik dan tunangannya lakukan di belakangnya selama ini.
“Aku mau menuruti keinginan Bang Sakha, tapi sebelum menikahi Kak Lean, Abang harus menikahiku dulu. Aku yang lebih berhak jadi istrimu, karena sudah mengandung anakmu.” Vina melontarkan syarat untuk kesepakatan yang Sakha ajukan.
“Ok, lusa kita nikah siri. Besok aku akan menemui orang tuamu dulu untuk membicarakan soal ini!” Tanpa pikir panjang Sakha langsung mengangguk menyetujui permintaan Davina. Apapun itu, asal jangan sampai menggagalkan pernikahannya dengan Leandra.
“Kalian tidak perlu nikah siri, karena aku tidak akan pernah sudi menikah dengan pria b******n sepertimu!”
Keduanya terlonjak kaget. Gelagapan bingung menarik selimut untuk menutupi tubuh polos mereka, begitu mendapati Lean yang berdiri di pintu. Air mata Leandra mengalir deras. Hancur hatinya karena ternyata orang tuanya pun ikut menutupi perselingkuhan mereka.
“Lean! Kamu bukannya ada operasi mendadak?” Pertanyaan bodoh itu justru yang keluar dari mulut Sakha.
“k*****t kamu, Sakha! Dasar jalang murahan kamu, Vin! Kalian benar-benar menjijikkan!” teriak Lean melempar kue ulang tahun itu ke arah mereka.
Vina menjerit takut menghambur ke pelukan Sakha. Sayang, oleh pria itu justru didorong kasar. Dia menyambar piyamanya dan beranjak bangun hendak menghampiri Lean, tapi dihentikan oleh ancaman Leandra.
“Aku sudah mengirim foto kalian barusan ke orang tua kita. Sebentar lagi mereka pasti datang. Kita selesaikan semuanya!”
“Gila! Apa-apaan kamu, Lean?!” bentak Sakha panik. Kalau sampai orang tuanya tahu, tamat sudah riwayatnya.
Lean tertawa diantara tangisnya. Terlebih melihat ponselnya yang tidak berhenti berdering oleh panggilan dan chat dari orang tua mereka yang takut dia akan bertindak gegabah. Terlanjur sakit, maka biarlah sakit sekalian. Setelah ini dia tidak akan sudi lagi berurusan dengan mereka.
Leandra pikir dikhianati adik dan tunangannya adalah hal paling menyakitkan, tapi ternyata bukan. Hatinya remuk redam tahu orang tuanya ternyata ikut andil menyakitinya.
“b*****t kamu, Kha! Seperti ini caramu membalas ketulusanku. Salahku apa sampai kamu setega ini?! Kamu bisa mendapatkan wanita manapun untuk selingkuh, tapi malah memilih adikku. Kalian benar-benar seperti binatang! Tidak punya hati!” teriak Lean mendorong kasar Sakha yang nekat mendekat hendak memeluknya.
“Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu!” geramnya jijik.
“Maaf, Yang! Aku khilaf. Kamu terlalu sibuk dengan pekerjaan dan pasienmu. Sama sekali tidak punya waktu buatku.” Sakha pasang wajah memelas untuk meredam emosi Lean. Sepertinya masih menganggap sepele perselingkuhannya yang telah dipergoki oleh calon istrinya sendiri.
“Khilaf kok sampai setahun lebih! Bahkan sekarang aku sedang hamil anak Bang Sakha,” sahut Davina tidak terima Sakha yang menganggap hubungan mereka sebagai sebuah kesalahan.
“Tutup mulutmu, Vin!” gertak Sakha mendelik panik.
Tidak, mana mungkin Davina diam dan melewatkan kesempatan untuk menghancurkan rencana pernikahan mereka. Kalau kakaknya mundur, itu berarti dia yang akan menggantikan posisinya.
Adik Leandra itu dengan santainya bangun dan tanpa sedikitpun malu mempertontonkan tubuh polosnya. Dia seperti sengaja memanasi kakaknya dengan mengambil kemeja Sakha untuk dikenakan.
Tangan Leandra terkepal kuat. Matanya menatap nanar sosok adiknya yang kini menyeringai puas memeluk lengan Sakha. Tidak ada lagi yang tersisa kini, selain hatinya yang terkoyak luka. Kesetian dan ketulusannya selama bertahun-tahun nyatanya tak pernah dianggap. Dikhianati calon suami, dikecewakan saudara dan disakiti orang tua. Apalagi yang Leandra harapkan dari hidupnya sekarang? Tidak ada, tapi dia juga tidak akan membiarkan dirinya terlihat menyedihkan di depan mereka.
“Kamu menginginkan calon suamiku, kan? Ambil saja buatmu! Aku tidak akan membiarkan sampah seperti dia mengotori hidupku lagi!” Leandra tersenyum sinis melihat Sakha blingsatan menghentak kasar pelukan Davina di lengannya.
“Jangan asal ngomong, Lean! Aku sudah bilang hanya khilaf. Vina yang akan pergi. Kita akan tetap menikah!” tegas Sakha tanpa mengindahkan Vina yang melotot marah.
“Aku tidak akan membiarkan kalian menikah! Lihat saja! Aku akan menghancurkan semuanya, biar kita semua menanggung malu!” ancamnya, tapi Leandra malah tertawa mengejek.
“Kenapa aku harus malu? Yang selingkuh kalian. Yang hamil anak calon ipar sendiri adalah kamu! Gagal menikah itu berkah buatku, karena terselamatkan dari pria b******k seperti dia. Kita lihat saja, sejauh mana penghianat seperti kalian akan bahagia setelah tega menyakitiku!”
Muak melihat keduanya, Leandra berbalik hendak keluar dari kamar yang membuatnya sesak. Baru beberapa langkah, tubuhnya didekap erat oleh Sakha dari belakang. Leandra meronta kuat. Bau parfum dan keringat yang dulu baginya begitu memabukkan, kini justru membuatnya mual.
“Lepas!”
“Aku tidak akan membiarkan pernikahan kita gagal! Jangan pernah berpikir pergi dariku! Aku minta maaf, Lean. Setelah ini aku janji akan mengakhiri hubunganku dengan Vina. Ini semua hanya kesalahan. Aku juga tidak pernah menginginkan anak itu!” ucap Sakha makin ngelantur hingga membuat Leandra meradang.
Setelah menyikut keras hingga dekapan Sakha merenggang, Leandra berbalik mendorong tunangannya itu mundur dan menampar mukanya. Dia menggeleng dengan tatapannya yang menguar penuh amarah. Tidak habis pikir, bagaimana bisa selama ini dia begitu bodoh tertipu oleh pria b******k seperti ini. Lalu, Leandra menoleh ke adiknya yang diam mematung dengan wajah merah padam.
“Kamu dengar sendiri, kan?! Baginya kamu tak lebih seperti p*****r. Murah, dan bisa dicampakkan kapanpun. Bahkan, anak di perutmu sama sekali tidak ada artinya. Silahkan pungut sampah ini dariku! Aku sudah membuangnya dari hidupku!” cibir Lean dengan seringai sinisnya.
“Leandra!”
“Apa?!” Leandra menatap beringas. Bibirnya gemetar. Seberapapun dia mencoba kuat, tetap tidak bisa menutupi rasa kecewa dan sakitnya.
“Sekarang melihatmu saja aku benar-benar sudah jijik, Kha. Lima tahun kita bersama, ternyata aku setolol itu tidak bisa melihat sifat aslimu. Pria yang aku pikir bisa dijadikan panutan dan teman hidup, tak lebih hanya seorang b******n b******k yang bahkan meniduri calon iparnya sendiri sampai hamil. Sakha, di mataku sekarang kamu tak lebih hanya pecundang!”
Sakha menelan ludah kasar. Baru sadar, kalau ulahnya tidak bisa Leandra maafkan. Wanita cantik yang selama ini selalu bersikap lembut itu berubah seperti singa lapar. Tak ada lagi tatapan teduhnya. Yang tersisa hanya gurat amarah dan kebencian.
“Aku akan melakukan apapun demi mendapatkan maafmu. Papa dan mama sudah menganggapmu seperti anaknya sendiri, Lean. Setidaknya pertimbangkan juga mereka. Tega kamu kalau mereka harus menanggung malu, karena kamu tidak mau melanjutkan pernikahan yang sudah sejak jauh hari kita persiapkan?” Sakha berusaha keras meluluhkan amarah Leandra. Membujuknya supaya tetap melanjutkan pernikahan mereka yang tinggal seminggu lagi.
“Jangan coba melempar kesalahan padaku! Kamu sendiri yang sudah menghancurkan semuanya. Otakmu taruh mana? Kenapa tidak sejak awal berpikir kelakuan hina kalian itu akan menyakiti hati banyak orang?!”
“Tidak usah banyak mulut! Kalau mau pergi, pergi saja sana! Baru jadi dokter bedah saja sudah besar kepala. Banyak yang lebih pantas untuk jadi menantu keluarga Ardhana!” seru Davina ke kakaknya.
“Dan yang jelas kamu tidak termasuk salah satunya! Kamu tidak paham seperti apa orang tua Sakha. Jangan kira dengan sengaja hamil duluan, kamu bisa semudah jadi menantu keluarga Ardhana! Justru itu akan membuat mereka memandangmu sebagai jalang murahan. Sama seperti mamamu,” balas Lean terkekeh puas dan berbalik keluar.
Dia memang hancur, bahkan nyaris gila saking sakitnya. Siapa lagi yang bisa dipercaya, jika justru orang-orang terdekatnya mengkhianatinya sedemikian rupa. Air mata Leandra meleleh menatap pigura besar yang memajang foto pre wedding pernikahan mereka di dinding ruang tamu.
“b******k! Kalian semua memang sialan!” teriaknya menyambar guci hias di atas nakas dan melemparnya ke foto di sana.
Sakha dan Davina hanya bisa berdiri mematung melihat Leandra mengamuk menghancurkan foto-foto lainnya. Sampai kemudian pintu apartemen di buka dari luar. Orang tua mereka yang datang bersamaan melongo melihat Leandra mengamuk histeris.
“Sudah cukup, Lean!” seru papanya.
Liandra menoleh, d**a mereka mencelos mendapati wajah berurai air mata dan kesakitan gadis itu.
“Tanganmu terluka!” Sakha bergegas mendekat melihat tangan Leandra berdarah-darah terkena pecahan kaca. Namun, langkahnya terhenti ketika dilempar patung kayu.
Tanpa sepatah kata Leandra duduk di sofa. Matanya menatap tajam ke papanya yang tampak gugup dengan raut penuh sesalnya.
“Dan akhirnya, Papa memilih menyakitiku lagi demi mereka,” ucapnya lirih dengan suara gemetar kesakitan.