Pembicaraan Sam dengan Emma membuat lelaki setengah baya itu terdiam. Dia tidak menduga kalau Abyan sebelumnya bertemu dengan Karla dan dia juga tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka hingga berakhir pada pertengkaran seperti yang diucapkan oleh Emma.
Yang tidak dimengerti oleh Sam adalah mengapa Abyan harus mencium Emma? Apakah di dalam hati Abyan sebenarnya sudah memiliki rasa yang berbeda terhadap gadis remaja itu?
Tidak mungkin Abyan melakukan perbuatan yang bisa merugikan dan membuat malu seorang wanita apalagi seorang gadis remaja dengan perbuatannya yang sangat ceroboh kalau tidak dikatakan memalukan.
Membayangkan reaksi Emma pada saat itu menghasilkan senyuman geli di wajahnya dan hal tersebut membuat Elza yang duduk bersamanya mengerutkan alisnya.
“Kenapa papi tersenyum, ada yang menarik?” tanya Elza.
“Ada. Apa kau tahu sebelum Abyan ditemukan oleh Emma dia bertengkar dengan Karla di salah satu café yang berakhir dengan Abyan mencium Emma.”
“Benarkah? Jadi alasan Emma menolong Abyan adalah karena dia marah atau menuntut penjelasan dari Abyan?” tanya Elza.
“Kalau alasan menolong Abyan, sepertinya karena dia mempunyai tanggung jawab social pada orang yang membutuhkan bantuan. Yang tidak papi mengerti, mengapa Abyan terluka di tempat yang menuju HSP dan orang tersebut sepertinya tahu kapan Abyan akan melewatinya,” kata Sam.
Elza belum sempat memberikan jawaban pada saat Borya dan Indra datang menemui mereka. Wajah keduanya menyiratkan kemarahan yang coba di tutupi dan Sam melihatnya dengan sangat jelas.
“Ada apa?” tanya Sam langsung begitu mereka duduk.
“Polisi sebelumnya sudah menanyakan kepada Karla siapa nama lelaki yang dia temui di café yang menyebabkan pertengkaran. Karla menyebutkan kalau lelaki itu adalah salah satu penggemar yang tidak tahu diri dan kurang waras karena telah memaksakan diri untuk menciumnya,” beritahu Borya.
“Apa?!”
Suara Sam begitu keras hingga mirip sebuah teriakan. Bagaimana bisa Karla mengatakan putranya lelaki yang tidak waras sementara dia sudah menerima banyak keuntungan setelah berhubungan dengan Abyan.
Kedua anak perempuannya benar dengan mengatakan kalau Karla bukan wanita baik-baik dan dia akan membuat Karla kurang waras seperti tuduhan yang dia berikan pada Abyan.
“Lalu apa lagi yang kalian dapatkan?” tanya Sam.
“Siapa Abyan ternyata sudah diketahui oleh Erwin dan David. Informasi tersebut kami dapatkan dari Karla yang baru mengetahui siapa Abyan sebenarnya tidak lama setelah polisi menanyakan dia,” jawab Indra.
“Jadi, Karla tidak tahu siapa Abyan sehingga dia mencari tahu dengan menghubungi Erwin. Dia terpaksa menghubungi Erwin karena dia hanya tahu Abyan bekerja di HSP dan keterangan dari Karla dimanfaatkan dengan baik oleh Erwin dengan mengatakan kalau Karla sudah menyia-nyiakan tambang emas,” kata Indra kembali.
“Erwin tahu siapa Abyan, sejak kapan? Bukankah menurut Tania maupun Zeny, dia tidak tahu?”
“Dia adalah pegawai senior di HSP jadi dia pasti bisa mendapatkan informasi dari kedekatan Zeny dan Tania pada Abyan,” jawab Borya.
Mendengar penjelasan dari kedua menantunya, Sam termenung dan dia segera bertanya pada Borya.
“Apa yang sudah kalian lakukan pada Erwin dan Karla?”
“Kami belum melakukan apa-apa. Saat ini kami masih mencari dimana rumah keluarga Erwin berada. Informasi yang kami peroleh saat ini, Erwin sudah meninggalkan kota sementara di data HSP, dia sepertinya sudah menghapus jejaknya dan kami berusaha melacak jejak digitalnya,” beritahu Borya.
“Bukankah sikapnya semakin mencurigakan? Aku ingin kalian focus pada Erwin. Aku ingin tahu apa tujuannya yang sebenarnya!” perintah Sam tegas.
“Kami akan melakukan yang terbaik. Namun, ada yang membuat kami harus memastikan kalau Erwin hanyalah pesuruh yang dipaksa mendapatkan informasi tentang Abyan,” kata Indra.
“Siapa pun yang memberi perintah padanya akan kalian dapatkan setelah menemukannya. Sekarang berikan peringatan pada Karla dengan membatalkan semua kontrak kerjanya. Aku ingin dia merasakan bagaimana menjadi manusia yang tidak di kenal dan dibutuhkan!”
“Baik. Kami akan lakukan dengan cepat.”
Setelah pembicaraan tersebut, Borya dan Indra meninggalkan Sam yang menatap tajam ke arah luar. Dari matanya terlihat kalau dia mencoba melihat ke sasaran yang berbeda, yaitu kepada orang-orang Igor yang berada di rumah sakit.
Tidak mungkin mereka tidak terlibat karena mereka sepertinya penasaran dengan keberadaan Abyan. Sam menduga informasi yang diterima Igor tidak lengkap dan hanya berupa katanya saja.
Sementara keluarga Samudera Edgar Pravitel mencari informasi siapa yang terlibat dalam penyerangan kepada Abyan, Emma masih terlihat bingung dengan semua isi pembicaraannya den Sam.
Emma bingung dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan karena semuanya begitu mendadak dan dia juga tidak mungkin bisa sepenuhnya melakukan tugas sesuai permintaan Sam.
Sebuah beban menggayuti pundaknya hingga Baina yang selalu bersamanya seringkali menegurnya.
“Ma, kenapa kamu gak cerita sama aku aja. Aku gak tahu apa yang sedang kamu pikirkan, tapi kalau sikapmu seperti ini terus, apa yang dipikirkan keluargamu. Jangan sampe ibumu berpikir untuk punya mantu lebih cepat,” kata Baina.
Emma saat ini memang kurang focus hingga dia baru menyadari ucapan Baina setelah temannya itu sudah melangkah keluar dari kamar Mira.
“Barengsek. Kau pikir aku cewek apaan,” kejar Emma berusaha menyusul Baina menuju ruang tunggu khusus pasien yang akan operasi Caesar.
Baina yang tahu Emma jengkel dan marah hanya tertawa.
Setelah dokter mengijinkan Emma masuk ke ruang perawatan Abyan, Emma mulai melakukan permintaan Sam walaupun hanya bisa memandang dan bicara sendirian saat berada diruangan tempat Abyan dirawat.
Dengan menerima tugas tersebut, Emma menjadi bersemangat menemani Baina ke rumah sakit walaupun terkadang dia hanya pergi sendirian begitu kembali ke dua kalinya pada hari yang sama.
Keberuntungan memang berpihak pada Emma. Setelah dia dan Baina bertanya pada hari pertama Mira di rawat, kedatangannya tidak lagi menjadi perhatian beberapa orang yang membuat Emma curiga.
Emma sepertinya mulai parno karena dia mendengar ada orang asing yang mengikuti mereka setelah dari meja informasi. Beruntung mereka menemukan dirinya bersama dengan Mira yang tengah hamil tua.
“Sebenarnya ada apa-an sih di kamar depan?” tanya Baina saat Emma menoleh ke arah kamar yang ada di depan kamar Mira.
“Gak tahu. Aku kan belum pernah masuk ke sana,” sahut Emma yang ditanggapi mata Baina yang melotot.
Sudah 3 hari Emma dan Baina selalu datang ke klinik secara bersama-sama sehingga Baina menyadari kalau Emma sering kali melihat keluar, terkhusus pada kamar yang ada di depan.
Hari ini dia sengaja ikut Baina mengunjungi rumah sakit pada hari ke 4, waktunya Mira pulang dari rumah sakit.
“Bagaimana kalau besok aku datang kesini sendirian sementara hari ini adalah terakhir Kak Mira di rumah sakit,” pikiran Emma mulai travelling.
Selama ini Emma selalu menggunakan waktunya untuk mengunjungi kamar perawatan Abyan dan menunggunya dengan membacakan cerita yang dia karang berdasarkan foto yang diberikan oleh Sam melalui dokter Syarif.
Pada awalnya dia terkejut karena Abyan adalah adik lelaki dari wanita yang bernama Zeny dan Tania. Dengan kata lain, Abyan adalah seorang lelaki yang sangat berpengaruh di HSP dan Emma mulai berpikir kalau orang yang sudah membuat Abyan mengalami kecelakaan adalah orang yang sakit hati entah pada dirinya secara pribadi atau pada perusahaan keluarganya.
“Bai, aku jalan-jalan keluar dulu ya. Pengen lihat suasana rumah sakit sebelum pulang,” kata Emma yang sudah selesai membantu merapikan barang-barang bawaan Mira sementara Mira-nya sendiri sedang memberi ASI pada bayinya.
“Jangan jauh-jauh, ntar susah nyarinya,” pesan Baina yang lebih memilih mengagumi keponakannya.
“Kalau gak ketemu, diumumin aja pake toa yang ada di klinik,” sahut Emma sebelum menutup pintu.
Emma melangkah keluar dan sesaat dia hanya duduk di kursi yang ada di depan kamar. Dia sengaja melakukannya karena ada beberapa orang yang lalu lalang di depan kamar perawatan. Emma tidak tahu siapa tetapi Emma tidak mau mengambil resiko, masuk ke kamar Abyan hingga menimbulkan kecurigaan.
Duduk menyandar seolah Emma sangat lelah. Dia melihat pasangan suami-istri atau seperti itulah berjalan menuju arahnya. Dia tidak tahu siapa mereka tetapi langkah kaki mengarah ke tempatnya.
“Selamat siang, apakah Nona tahu dimana Abyan di rawat?”
“Hah? Abyan? Maaf, itu nama lelaki atau perempuan, ya?” tanya Emma mencoba memasang wajah polos.
“Tentu saja nama lelaki. Tepatnya Abyan Benua Pravitel. Apa nona tahu?” tanya wanita dengan wajah jutek. Cantik tapi judes, gak ngaruh buah Emma.
“Kalau begitu, kakak salah alamat, deh. Di sini adalah kamar rawat khusus wanita yang baru melahirkan, jadi tidak mungkin ada pasien selain itu. Apalagi pasien pria,” jawab Emma.
“Tapi, dari informasi yang aku dengar, Abyan di rawat di sini. Apa kau mencoba mengatakan kalau informanku tidak becus kerja,” katanya ketus.
“Kenapa engga. Sudah jelas di sini kamar khusus wanita yang baru melahirkan. Kenapa tidak tanya langsung saja sama bagian depan. Dan, maaf, sebaiknya bicara di sini jangan terlalu keras. Ingat di sini banyak bayi yang baru dibawa untuk menerima ASI.”
Suara Emma yang pelan tapi tajam membuat pasangan yang terlihat begitu arogan menatap Emma seperti ingin memakannya mentah-mentah.
“Jadi kau tidak tahu dimana Abyan diawat?”
“Namanya aja aku gak tahu gimana aku bisa tahu dia dirawat dimana,” gumam Emma.
“Kau bilang apa?” tanya wanita yang melihat mulut Emma komat kamit seolah membaca mantra.
“Maaf, saya tidak tahu dan tidak bisa membantu, Kakak,” jawab Emma.
Dengan ucapannya tersebut Emma segera duduk bersandar dan matanya mulai terpejam seolah dia sudah tidak mau diganggu oleh pasangan yang keras kepala dan berusaha mendapatkan informasi yang mereka inginkan.