Di dalam mobil, Emma memperhatikan Abyan. Wajah lelaki yang baru 2 kali dia lihat begitu pucat sampai pada akal sehatnya yang tiba-tiba menghampiri dirinya.
“Mang…gimana kalau polisi tiba-tiba menuduh kita pelakunya? Saya harus jawab apa?” tanya Emma.
“Makanya tadi saya udah bilang, Neng Emma telepon polisi dulu. Tapi Neng kasihan karena Neng kenal sama dia,” sesal Dian.
“Saya memang pernah bertemu sama dia. Semoga aja polisi tidak menuduh macam-macam. Gak mungkin juga kita disangka pelakunya,” jawab Emma membesarkan hatinya.
Mulut bicara tenang tetapi hati berkata lain. Dengan tangan gemetar, Emma mencoba menghubungi dokter yang menjadi langganannya bahkan sudah bisa dikatakan sebagai dokter pribadinya.
“Halo, Om. Om lagi di klinik, gak?” tanya Emma pada teman ayahnya yang memiliki profesi sebagai dokter.
“Masih. Tapi sebentar lagi Om mau pulang, ada apa, kau sakit?” tanya Dokter Syarif.
“Ini, Om, Emma perlu bantuan Om Syarif,” beritahu Emma dengan suara gemetar.
Entah apa yang dipikirkan oleh Dokter Syarif hingga dia langsung menyuruh Emma langsung menemuinya dan tidak perlu mendaftar sebagai pasien.
Klinik dokter syaraif sudah sepi sehingga Emma dan Dian langsung menuju pintu samping khusus pasien gawat darurat.
“Ada apa?” tanya Dokter Syarif begitu melihat Dian dan beberapa petugas medis mendorong seorang lelaki dengan luka di kepalanya.
Pikiran terburuk Syarif adalah Emma sudah menabrak seseorang dan Dian merasa bersalah karena sudah membiarkan anak majikannya mengemudi.
Cepat padat dan singkat Emma menjelaskan penyebab mengapa dia dan Dian membawa lelaki itu ke klinik. Tidak lupa dia menjelaskan alasan mengapa langsung membawanya hingga melupakan menelepon polisi lebih dulu.
“Kalau begitu segera telepon polisi. Jangan sampai kau membuat kesalahan yang tidak ada ujungnya,” beritahu Syarif tegas.
Namun, Emma hanya mengangguk. Dia terlalu takut kalau nanti dirinya dituduh sebagai pelakunya sehingga dia hanya bisa diam saja sementara dokter mulai menangani Abyan sementara Emma tidak tahu siapa sebenarnya pria itu.
“Neng, kenapa belum juga telepon polisi?” tegur Dian mengingatkan Emma.
“Eh, iya,” kata Emma terkejut.
Dengan tangan gemetar, Emma mulai menghubungi polisi dan dia menjelaskan masalah yang dia hadapi pada polisi. Alasan bahwa dia tidak melapor-pun dia jelaskan.
Beruntung Dokter Syarif langsung mengambil alih dengan menjelaskan 5 menit saja Emma terlambat membawanya, dokter tidak yakin korban bisa diselamatkan karena sudah terlalu banyak darah yang keluar dan luka di kepalanya terbuka lebar.
Dokter sudah menjelaskan pada polisi dan perawat tidak menemukan identitas apa pun di setiap saku yang ada di pakaian Abyan sehingga mereka hanya bisa menunggu korban sadar.
“Menurut dokter berapa lama pasien bisa sadar,” tanya Emma bingung.
Baru 3 hari lalu dia naik ke kelas 3 dan kini dia harus berhadapan dengan masalah pelik yang membuatnya sakit kepala.
Dia memang sudah sangat bodoh, tapi seperti yang dikatakan dokter, korban beruntung bisa ditemukan dan dibawa dengan cepat hingga lelaki yang katanya dikenal oleh Emma bisa mendapatkan pertolongan.
“Kami belum bisa memastikannya, Emma. Kami akan melakukan operasi karena terdapat pendarahan di kepalanya. Yang terpenting dia mendapatkan tindakan medis dan kita hanya bisa berdoa agar semuanya berjalan dengan lancar,” jawab dokter.
“Tidak perlu merasa bersalah. Ingatlah kau sudah berbuat kebaikan dengan mambawanya kesini,” ucap dokter lagi.
“Lalu…bagaimana dengan biaya operasinya? Apakah mahal? Saya punya tabungan walaupun tidak banyak,” kata Emma dengan suaranya yang masih gemetar.
Mendengar kata operasi tubuh Emma menggigil dan dokter melihat perubahannya.
“Emma, tarik nafas dan jangan berpikir macam-macam. Tenang dan kendalikan dirimu,” saran dokter.
Emma hanya bisa mengangguk. Dia bingung dan tidak tahu harus bicara dengan siapa. Orang tuanya baru tadi pagi pergi bersama dengan teman-teman masa sekolahnya untuk berlibur ke luar kota.
Emma tidak mau membuat orang tuanya kembali pulang karena masalah yang dia hadapi. Saat ini dia harus berpikir positif.
Emma baru saja duduk setelah berulang kali Dian menyuruhnya duduk. Bukan karena Emma sudah terlalu lama berdiri melainkan agar dia juga tenang tetapi kepalanya masih tertuju pada pintu tempat dokter menutup pintu.
“Selamat siang, dengan Nona Emma Darliana Baehaqi?”
Emma menoleh dengan cepat begitu dia mendengar namanya.
Di depannya ada 4 orang lelaki berseragam polisi. Dua orang diantaranya masih muda dan 2 orang lagi membuat Emma hanya bisa menatapnya.
“Nona Emma?” tanya polisi yang lebih senior.
“Iya, saya,” jawab Emma pelan.
“Nona, baik-baik saja?” tanya polisi itu lagi.
“I…iya.”
Emma berusaha tenang. Dia tidak mungkin di tuduh menjadi tersangka. Bukankah dia dokter Syarif bisa membantunya memberi penjelasan padanya? Tidak mungkin dia di tuduh berbuat criminal.
Yang Emma harus lakukan adalah menjawab setiap pertanyaan yang pasti dilakukan oleh polisi.
“Nona Emma, ada beberapa pertanyaan yang harus kami lakukan, apakah nona siap membantu kami?”
“Iya. Saya siap membantu bapak,” jawab Emma sementara kepalanya mengangguk dengan cepat.
“Apakah nona mengenal korban?”
“Saya hanya pernah bertemu dengannya sebanyak 2 kali,” jawab Emma pelan.
“Dua kali? Dimana?”
Dengan pelan tetapi jelas, Emma menjelaskan pertemuannya dengan Abyan dan tidak lupa dia menjelaskan apa yang terjadi pada Abyan pada saat mereka terakhir bertemu sebelum dia menemukan tubuh Abyan yang sudah terluka.
“Jadi kau mencurigai model yang bernama Karla?” tanya polisi setelah selesai mencatat semua keterangan yang diberikan oleh Emma.
“Tidak. Saya tidak begitu mengenal Karla dan yakin kalau dia tidak akan melakukannya karena saya mendengar dia akan melakukan pemotretan. Dan Om Ganteng itu juga pergi dengan motornya tidak lama setelah Karla pergi,” jawab Emma.
“Motor? Tapi kami tidak menemukan motor di tkp,” kata polisi cepat.
“Sebenarnya saya juga tidak menemukan motornya,” jawab Emma pelan.
Kemana motor yang digunakan Abyan tadi. Apakah dia adalah korban begal? Tapi ini siang hari jadi hanya begal paling berani yang bisa melakukannya pada siang hari.
“Kami harap nona bersedia membantu kami apabila kami memerlukan keterangan lagi,” kata Polisi.
“Baik, Pak.”
Ke-empat polisi itu lalu menunggu bersama dengan Emma. Menanti dokter yang akan memberikan penjelasan padanya tentang keadaan korban.
Cukup lama mereka menunggu hingga salah satu polisi senior itu harus kembali karena ada telepon dan meninggalkan salah satu perwira bersama dengan anggotanya.
Akhirnya penantian tersebut berakhir pada saat dokter keluar dan menjelaskan kondisi korban.
Emma mengamati wajah polisi yang mendengarkan penjelasan dokter begitu juga pada saat polisi itu mulai mengajukan pertanyaan pada dokter.
Semua dijawab dengan baik sehingga Emma berharap dirinya tidak menjadi tersangka.
“Sebaiknya nona pulang dulu. Sudah cukup lama nona berada di rumah sakit dan saya juga lihat nona sangat lelah. Perlu saya antar?” tanya polisi pada Emma.
“Terima kasih, Pak. Saya bersama dengan sopir,” jawab Emma.
Akhirnya Emma pulang begitu perawat mengatakan bahwa mereka akan memberi kabar pada Emma begitu pasien sadarkan diri.
Sementara itu polisi mulai bergerak untuk mencari informasi siapa sebenarnaya Abyan dan tujuan mereka pada satu-satunya orang yang menurut Emma sangat dekat pada Korban yaitu Karla.
Di tempat yang berbeda pada waktu yang bersamaan, Sam dan Zeny sudah berulang kali mencoba menghubungi nomor ponsel Abyan tetapi ponsel Abyan tidak aktif.
“Apa kau tahu kemana Abyan?” tanya Sam pada Zeny.
“Dia tadi minta ijin untuk menyelesaikan urusan. Saat aku bertanya dengan siapa, dia hanya tersenyum tanpa memberikan jawaban,” jawab Zeny pelan.
Di sampingnya, Borya terlihat sibuk dengan laptopnya dan dia mulai menyusuri jejak ponsel Abyan pada saat aktif. Borya sudah memasang alat pelacak pada setiap ponsel keluarga Pravitel sehingga mereka dengan mudah bisa menemukan jejaknya.
Ada 2 tempat yang disinggahi oleh Abyan. Pertama sebuah restoran yang ada dipinggir kota dan sebuah tempat sebelum ponsel Abyan mati.
“Dimana tempat tersebut,” tanya Sam setelah Borya menjelaskan.
Tidak perlu waktu lama bagi Sam, Borya dan Indra mencari letak daerah terakhir signal tersebut berada karena tempat tersebut tidak begitu jauh dari HSP.
Tidak ada keberadaan Abyan hanya sebuah ponsel yang sudah hancur seperti sengaja dihancurkan dengan benda keras dan masih terlihat noda darah yang menempel pada ponsel yang dikenali oleh mereka semua adalah ponselnya Abyan.
“Apa yang terjadi padanya dan siapa yang sudah membuat Abyan celaka. Borya, Indra, aku ingin kalian temukan Abyan secepatnya. Dan hancurkan siapa pun yang sudah membuat Abyan menderita!”
Kalimat perintah yang keluar dari mulut Sam adalah bentuk kemarahan dan kehilangan yang mulai mempengaruhi Sam.
Selama ini Abyan selalu dikawal pada saat berada di luar negeri. Di negara yang menurut mereka aman dan tidak banyak yang mengenal siapa Abyan sebenarnya, justru yang berhasil membuat mereka kehilangan Abyan, walaupun Sam berharap hanya untuk sementara.