Tidak biasa

1182 Words
Seandainya saja tidak ada Erwin bersamanya, Abyan mungkin sudah langsung membuka pintu ruang kerja Tania setelah basa-basi seperlunya dengan Mei. Namun, di depan Erwin yang sepertinya berusaha menarik perhatian Mei, Abyan memiliki keinginan untuk menghempaskan tubuh lelaki yang memiliki rupa lumayan ganteng. "Kalian sudah ditunggu Nona Tania di ruangannya," beritahu Mei ramah. Siapa yang coba dibodohi oleh wanita bernama Mei itu? Abyan sudah sangat mengenal sekretaris kakaknya sehingga dia pasti menduga kalau Tania sudah menjelaskan tujuannya datang ke HSP. "Terima kasih Mei. Kami akan menemui Bu Tania," jawab Erwin besar kepala. Bagi orang yang mengenalnya Tania lebih sering dipanggil Nona, tetapi mendengar Erwin menyebutnya ibu, apa dia bermaksud cari perhatian pada Tania? Beruntung Abyan berjalan di belakang Erwin sehingga dia bebas mengekspresikan roman wajahnya sebagai bentuk ejekan terhadap lelaki di depannya. Dengan ketenangan yang sudah jelas maksudnya, Erwin mengetuk pintu ruang kerja Tania sebelum mereka masuk ke dalam. Suara Tania yang memberi perintah untuk masuk menjadi tanda bagi Erwin atau siapa pun untuk membuka pintu kayu tersebut. "Selamat siang, Bu Tania. Seperti yang ibu perintahkan, saya sudah mengajak Aby untuk bertemu ibu," sapa Erwin pada Tania. Gerakan bola mata memutar dilakukan Abyan karena Erwin mengingat namanya. Sementara di depannya sang kakak seolah menatap malas dirinya. “Baiklah. Pak Erwin boleh pergi sekarang, selanjutnya Mei yang akan infokan ke Pak Erwin, Aby ini di terima kerja di sini atau tidak,” kata Tania tanpa melihat ke arah mereka. “Oh, maaf, jadi Aby ini mau kerja di sini?” Pertanyaan kurang ajar bagi Tania karena dia langsung memandang tajam Erwin. Bukan hak Erwin untuk meragukan keputusannya. “Ada masalah? Aby memberikan cv-nya pada Dewi pada saat Pak Erwin cuti. Apa perlu saya jelaskan alasan saya?” Setiap kata yang dikeluarkan Tania seolah teguran keras yang diterima Erwin. Dalam hati Abyan meringis. Kesalahan jelas bukan pada Erwin, siapa juga yang suruh dia langsung ambil alih. Apa mungkin penyebabnya kejadian di lobby tadi? Abyan masih terganggu dengan kekacauan yang terjadi di lobby, seandainya ayahnya tahu, dia pasti langsung membubarkannya, tidak peduli apa bila dia harus membayar ganti rugi. “Maafkan kelancangan saya, Bu. Kalau begitu saya permisi dulu,” kata Erwin memilih pergi. Sebagai pegawai HRD yang mendapat kepercayaan untuk menjadi pimpinan, Erwin tidak akan mengambil resiko berdebat dengan putri pemilik HSP. Siapa dirinya, yang ada surat pemecatan yang ada di mejanya. Setelah Erwin pergi, Abyan mendekati meja Tania dan duduk di kursi yang ada di depannya. “Kenapa berubah? Semalam gak ada perintah aku menghadap kakak, kan?” tanya Abyan dengan wajahnya yang jutek. “Kakak harus ambil alih karena kakak membutuhkan CV-mu di lihat orang lain? Mana ada lulusan luar negeri dengan gelar pasca sarjana kerja di hotel. Ingat nama belakang kamu siapa,” tegas Tania. Abyan menganggukkan kepala. Benar juga ucapan Tania, tidak mungkin dia tetap berpura-pura sebagai orang biasa kalau namanya sendiri adalah Pravitel. “Jadi udah jelas kenapa kakak gak mau kau diwawancari Erwin. Sekarang berikan Cv milikmu lalu temui Mei, minta surat pengantar yang ditujukan ke Erwin.” “Oke, semuanya sudah dibawah pelaksanaan Erwin, kan?” tanya Abyan sebelum dia bangun dari duduknya. “Sudah, kenapa kau sepertinya tidak suka padanya?” tanya Tania dengan mata curiga. “Kakak pikir aku punya kelainan suka sama dia. Hanya feel aku gak enak sama dia,” jawab Abyan sebelum berlalu. “Dasar Abyan. Semua berdasarkan feel dia. Memangnya feel kamu yang terbaik,” gumam Tania pelan. Semua keluarganya tahu setiap kali berhubungan dengan wanita, feel Abyan sama sekali tidak berfungsi. Dia selalu tidak tega pada manusia ciptaan Tuhan yang berjenis kelamin perempuan yang selalu curhat menumpahkan segala keluh kesah dan berbagai macam penderitaan yang mereka alami. Abyan bukan lelaki yang suka mempermainkan perasaan wanita, dia hanya lelaki yang tidak tega dan sifatnya ini sering kali dimanfaatkan oleh mereka yang mengetahui Abyan sebagai lelaki kaya, Bukan saja sebagai pewaris keluarga Pravitel yang terkenal tetapi juga karena Abyan memiliki usaha sendiri. Keluarganyanya terutama ayahnya ingin melihat Abyan mengenal wanita yang murni mencintainya bukan karena hartanya dan juga bukan karena rasa kasihan. Di depan Mei, Abyan menunggu dengan sabar sementara Mei, seperti kebiasaannya selalu menggoda adik bos-nya yang memiliki ketampanan luar biasa. Kalau saja dia belum punya suami dan punya anak, Mei tanpa ragu akan bersaing dengan para wanita yang mungkin sudah antre untuk menjadi kekasihnya. “Ini, Master. Silahkan bawa ke tempatnya Pak Erwin di lantai 7. Semua sudah dibutuhkan master ada di dalam, tinggal Erwin melakukannya,” kata Mei menyerahkan file berwarna biru. “Setelah ini aku berada di bawah pimpinan siapa?” tanya Abyan mulai membuka file yang barusan diberikan Mei padanya. “Bagian pemasaran dibawah Nona Zeni,” jawab Mei. “Okey, aku segera turun menemui Erwin. Terima kasih, Mei,” kata Abyan pada wanita yang usianya hanya setahun di bawahnya. Di usianya yang 27 tahun, Abyan harusnya sudah menguasai perusahaan ayahnya. Samudera, tetapi Abyan dengan sifat keras kepalanya lebih memilih mengelola usaha yang diwariskan oleh kakeknya. Memang sebagai orang yang waras, Abyan sudah pasti memilih warisan dari kakeknya yang memberikan tambang batu mulia, tetapi sebagai putra Samudera, Abyan tetap memiliki kewajiban untuk mengikuti perintah ayahnya. Di sini, di tempat dia dilahirkan 27 tahun lalu, Abyan adalah seorang pengangguran yang belum memiliki penghasilan, apalagi ayahnya melarang dia menggunakan mobil sport miliknya. Kaya tapi miskin, mungkin itulah julukan yang diberikan padanya saat ini apabila ada orang yang mengenalnya. Tapi…sekali lagi Abyan berpikir kalau di Jakarta dia tidak mempunyai cukup banyak teman karena waktunya lebih banyak dihabiskan di negara yang memiliki iklim tudor. Melihat angka lift yang bergerak turun, menggerakkan kaki Abyan menuju pintu keluar. Lantai 7 sudah di depan matanya dan dia harus segera menemui Erwin sebelum memulai kerja besok pagi. Ting…. Pintu lift terbuka dan Abyan keluar dari lift, berjalan sesuai instruksi yang diberikan oleh Mei padanya. Mencari kantor Erwin yang bertuliskan HRD. “Selamat siang, Pak Erwin. Saya bawa surat pengantar dari Bu Mei,” kata Abyan pada Erwin yang menatapnya curiga. Tanpa banyak bicara, Erwin melakukan yang tertulis di kertas yang dibawa Abyan. Tidak ada pertanyaan yang dia berikan, mungkin karena dia menunda pembicaraan di ponselnya, terlihat dengan jelas, seorang wanita di layar ponselnya sedang menunggu. Kalau mengikuti kata hati, Abyan ingin menegurnya agar memutuskan sambungan telepon sementara karena kasihan lawan bicaranya menunggu, tetapi…apa pedulinya, dia bukan lelaki yang suka ikut campur, apalagi pada orang yang tidak dia sukai. “Ini, semuanya sudah ada di sini yang diperintahkan Bu Mei. Mulai besok langsung absen saja menggunakan name tag yang ada barcode-nya,” kata Erwin menjelaskan. “Terima kasih, Pak. Apa ada yang perlu saya lakukan lagi?” tanya Abyan memastikan. “Tidak ada. Kau harus datang tepat waktu sesuai dengan jam yang berlaku di HSP, dan tidak ada penolakan apabila kau diharuskan lembur. Apalagi dengan posisimu sebagai bagian dari Event Planner,” beritahu Erwin padanya. “Baik, Pak. Semoga saya tidak mengecewakan kalian semua,” kata Abyan mengangguk setuju. Wajahnya yang sumringah seperti baru saja mendapat bonus besar yang diberikan tanpa proses bekerja lebih dulu, tetapi mana mungkin? Kebanggaan Abyan karena dia sudah memegang kartu nama nya membuatnya memiliki acces sebagai salah seorang pegawai HSP yang terkenal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD