Marah atau tertarik

1805 Words
Zeny dan Tania masih memandang kepergian Emma. Sangat disayangkan gadis itu tidak mau ikut pencarian bakat untuk menjadi model. Dalam hatinya Tania berpikir kalau Emma adalah gadis yang memiliki pendirian kuat dibalik kata-katanya yang ceplas-ceplos, tetapi dia yakin Emma adalah gadis  yang baik. Usianya yang muda yang membuatnya belum bisa mengendalikan diri dan juga ucapannya. “Tidak heran Abyan mukanya ditekuk. Gadis yang sangat suka bicara. Tapi aku suka kalau dia yang menjadi adik iparku. Bagaimana denganmu?” kata Zeny pada Tania. Tidak ada jawaban yang diberikan oleh Tania hingga Zeny berpaling untuk melihatnya. “Sedang apa?” tanya Zeny. Ah, seharusnya dia tidak usah bertanya kalau saja dia tahu Tania masih mengamati layar ponselnya dengan wajah yang tidak perlu lagi digambarkan. Wajah Tania tetap sama sejak dia melihat gambar Abyan di zenbook Emma. “Gadis yang pintar bukan? Dia mampu membuat duplikat wajah Abyan nyaris sempurna? Aku yakin bila nanti dia kerja di sini, Abyan dan Emma bisa menjadi pasangan yang sangat pas. Keahliannya sangat mengagumkan,” kata Tania. “Sayang, dia tidak mau ikut acara ini,” kata Zeny menimpali. “Dan aku salut dengan keputusannya,” kata Tania tertawa. Kagum karena Emma memiliki pendirian yang kuat dan tidak mudah diprovokasi walaupun sudah diimingi-imingi oleh hadiah yang cukup besar, Emma tetap tidak bersedia mengikuti pencarian bakat tersebut. Sementara itu, di ruang kerjanya, Abyan baru saja menerima telepon yang membuatnya harus bergegas menemui Tania. Dengan langkah kakinya yang lebar, Abyan mencoba menghubungi Tania dan kakaknya langsung menjawabnya. “Kak, aku harus pergi sekarang. Ada masalah yang harus aku selesaikan di Rusia,” beritahu Abyan. Ucapan Abyan menarik perhatian anak buahnya yang tanpa sengaja ikut mendengarkan. Mereka tidak ada niat menguping karena Abyan bicara di depan mereka dengan nada yang cukup keras. “Aku ingin kakak berdua yang ambil alih tugasku di sini. Aku yakin Hisyam bisa membantu kakak. Dia adalah wakilku dan dia sudah mengetahui semua yang sudah team kami rencanakan untuk acara tersebut,” kata Abyan lagi. “Baiklah. Kau tahu kalau papi akan menemani dirimu?” terdengar suara Tania membuat Abyan mengerutkan keningnya. “Benar. Papi semalam mengatakan pada kakak,” jawab Tania lagi. “Apa papi sudah tahu kalau ada keadaan darurat?” tanya Abyan. “Entahlah. Papi hanya mempersiapkan semuanya. Menurut papi keadaan seperti ini sudah pasti memerlukan tindakan cepat dan papi tidak mau membuang waktu,” beritahu Tania lagi. “Baiklah, kalau begitu aku langsung berangkat. Aku titip anak buahku,” pesan Abyan pada Tania yang dibalas dengan suara tawa yang dengan mudah diartikan oleh Abyan sebagai tawa tidak tidak peduli. “Aku akan memberi kakak bonus kalau bisa menjaga anak buahku,” kata Abyan yang langsung disambut dengan kalimat yang sangat bersemangat membuat Abyan hanya meringis. Dimana-mana ternyata sama, mereka memerlukan imbalan untuk melancarkan urusan. Abyan, tanpa banyak bicara lagi langsung menutup ponselnya dan mendapati wajah anak buahnya menatapnya bingung. “Siel. Bagaimana bisa aku menelepon Tania sementara aku masih berada di sini,” maki Abyan. Tetapi dia memang tidak bisa menghindar lagi. Cepat atau lambar mereka semua pasti tahu, tetapi Abyan masih berharap mereka tidak ada yang ember atau pun suka menyebar omongan. “Ada yang aneh?” tanya Abyan walaupun dia tahu arti tatapan mereka. “Tidak ada Bos. Kalau memang bos keberatan mengatakannya pada kami, kami tidak akan memaksa. Bagaimana pun kami tidak ada yang dirugikan,” kata Izhar salah dari 4 orang anak buahnya yang duduk di depannya. “Izhar benar, Bos. Saya yakin bos punya tujuan sendiri dan kami akan tetap tutup mulut dan tidak akan pernah mengatakan pada yang lain siapa, Bos,” kata Hisyam tersenyum. “Memangnya aku siapa?” tanya Abyan memancing reaksi anak buahnya. “Kami tidak tahu, tetapi dari ucapan Bos, saya pribadi berpikir kalau bos adalah adik lelakinya Bu Zeny dan Bu Tania,” jawab Hisyam yakin. Hanya senyuman yang diberikan oleh Abyan sebagai jawabannya. Abyan hanya berharap anak buahnya bisa menyimpan rahasia. “Apa Bos mau pergi?” tanya Hisyam yang menyadari kegelisahan Abyan. “Begitulah. Ada masalah yang mendesak yang harus aku selesaikan. Apakah kalian bisa membantu Bu Zeny selama aku tidak ada?” kata Abyan lagi. “Tentu saja kami membantu Bu Zeny. Memangnya siapa kami sampai tidak mau membantunya,” jawab mereka bersamaan. “Terima kasih. Aku harus pergi sekarang, kalau ada yang belum jelas, Kau, Hisyam bisa telepon aku,” kata Abyan mulai meninggalkan ruang kerja mereka. Langkah kaki Abyan begitu cepat seolah dia tidak punya waktu hingga kecelakaan tidak dapat dia hindari. Bagaimana bisa seorang wanita berjalan melintas di depannya secara tiba-tiba? Abyan seperti ingin melampiaskan kemarahannya dan dia memang melakukannya walaupun suaranya terdengar pelan. “Dimana matamu? Kau tahu aku sedang berjalan dan kau melintas seperti manusia tidak punya otak?” desis Abyan emosi. Bukan kebiasaan Abyan untuk marah seperti itu, tetapi hari ini dia terpaksa melakukannya karena wanita yang menabraknya yang tidak lain Karla sudah membuat baju yang dia kenakan tersiram kopi. Bukan saja menimbulkan panas, tetapi juga sudah berhasil mengotori pakaiannya. “Maaf, Pak…saya…saya tidak sengaja,” jawab Karla menunduk. Dia tidak menduga Abyan marah. Dalam hatinya dia ingin berbincang kembali dengan Abyan hingga dia secara sengaja berbalik lalu melangkah untuk melintas. “Tidak sengaja? Mau aku putarkan cctv untuk memperkuat alasanmu? Jadilah manusia pintar sebelum kau bicara!” Tidak ada waktu lagi untuk memberikan teguran pada Karla. Karena perbuatan wanita itu, dia sudah pasti harus pulang dulu untuk berganti pakaian. Abyan sejak memiliki rencana pergi, semua dokumen yang dia butuhkan sudah selalu dia bawa di dalam tasnya, sementara untuk pesawat sendiri, dia sudah mendapat informasi kalau ayahnya juga akan pergi menemaninya sehingga dia yakin kalau semua pengaturan transportasi sudah tertangani dengan baik. Terlambat 1 jam dari waktu yang sudah ditentukan ketika Abyan tiba di bandara khusus pesawat jet pribadi. “Ada apa?” tanya Samudera begitu melihat wajah putranya yang jauh dari kata ramah. “Seharusnya aku tidak perlu terlambat, tapi wanita itu sudah membuat semuanya berantakan,” omel Abyan jengkel. “Wanita? Terakhir kau mengeluh tentang wanita adalah pada saat kau baru pulang dari Rusia, dan kini ketika kau akan pergi ke tempat yang sama, kau juga mengeluh tentang wanita. Apakah dia gadis yang sama?” tanya Sam perhatian. “Bukan. Aku tidak tahu mengapa papi dan Kak Zeny mengatakan tentang gadis yang membuatku kesal dulu,” kata Abyan memilih duduk di kursi di dalam pesawat yang memiliki fasilitas hotel bintang 5 seperti HSP. “Lupakanlah. Papi yakin kau memerlukan tenaga ekstra untuk mengatasi masalah yang terjadi di Rusia sana. Semoga saja semuanya bisa ditangani dengan baik,” kata Samudera bijak. “Apa Papi sudah mendapatkan informasi yang jelas? Terus terang aku masih tidak percaya kalau ada pihak yang berusaha mensabotase pertambangan,” ujar Abyan. Abyan masih anak kemarin sore apabila dibandingkan dengan Samudera yang sudah sangat terkenal. Selama ini dia tidak pernah meminta bantuan pada Sam selama mengurus bisnisnya tetapi mengetahui kalau Sam ikut menemaninya hanya satu alasan yang bisa dipikirkan oleh Abyan. Abyan sangat yakin kalau masalah yang timbul di pertambangan memiliki sangkut paut dengan Samudera sebagai anak tunggal dari Vincent Pravitel, yang juga sebagai kakeknya. Samudera seperti ingin menjawab pertanyaan dari Abyan saat ponselnya memberi tanda kalau ada pesan yang masuk. Dengan kening berkerut, Sam melihat pesan yang masuk dan tanpa dia sadari bibirnya tertarik membentuk senyuman. “Siapa yang mengirim pesan ke Papi dan mengapa Papi tersenyum?” tanya Abyan. “Tania yang mengirim pesan. Kau mau lihat?” kata Sam yang langsung memberikan ponselnya pada Abyan. Entah apa yang ada di dalam pikiran Sam yang terus tersenyum saat dia mengamati wajah putra bungsunya. “Bagus, siapa yang membuatnya?” tanya Abyan dengan alisnya yang berkerut. “Sungguh bagus? Kau adalah orang yang mengerti design sehingga aku yakin kau bisa menilai gambar itu lebih teliti lagi,” kata Sam seolah bermaksud mengujinya. “Sangat bagus dan teliti. Semua detail yang ada secara jelas dia ungkapkan, bahkan kerutan yang seharusnya tidak mendapat perhatian-pun dengan jelas dia gambarkan seolah semuanya sangat nyata,” jawab Abyan lagi. “Benarkah?” “Benar. Tapi bagaimana bisa seseorang melukis wajahku dan Kak Tania bisa mendapatkan gambarnya. Dan…apakah papi sudah melakukan tindakan? Setahu aku papi sangat posesif pada kami,” kata Abyan masih menatap layar ponsel Samudera. “Menurutmu? Kau lihat tulisan yang dibuat Tania?” “Tulisan?” tanya Abyan mencoba melihat tulisan yang menyertai pesan tersebut. Reaksi tersebut sangat cepat hingga Abyan hanya bisa terpaku. Tulisan Tania sangat jelas walaupun hanya beberapa kata yaitu, ‘Aku yakin dia akan menyukainya kalau dipanggil Om Ganteng’. “Om? Bagaimana bisa aku dipanggil Om? Dan satu-satunya yang pernah memanggilku Om adalah seorang gadis ingusan yang duduk di kursi yang ada dicsampingku, dan kejadian tersebut adalah saat aku pulang ke Jakarta pertengahan tahun kemarin,” batin Abyan seolah dipaksa untuk berpikir. “Bagaimana dia bisa melakukannya?” tanya Abyan kembali mengamati layar ponsel Sam. “Seperti yang kau katakan dia memiliki keahlian yang sangat baik. Papi juga tidak menyangkanya. Untunglah gadis itu berasal dari keluarga baik-baik. Kau tahu, Tania sudah melakukan tindakan pencegahan dengan mengambil gambar tersebut bila nanti gambarmu tersebar luas,” kata Sam. Abyan Benua Pravitel meskipun bukan lagi remaja tanggung, tetapi Abyan adalah putra bungsunya yang mewarisi sejumlah kekayaan yang jumlahnya sangat besar. Bagi Samudera keselamatan Abyan adalah yang utama. Selama ini dia sudah membuat pengawalan yang ketat yang tidak diketahui oleh Abyan. Dia memang memberikan kebebasan pada Abyan tinggal di luar sendirian tetapi dia tidak melepaskan penjagaan pada putranya tersebut. Selama bekerja di HSP, hanya ada seorang gadis yang selalu mengajak Abyan bicara dan berusaha mendekatinya yaitu Karla dan Sam tidak menyukainya. Menurut informasi yang sudah dia terima, Karla bukan wanita yang tulus. Dia wanita yang memiliki ambisi yang cukup tinggi termasuk dengan tindakannya pada saat Abyan hendak pergi. Tidak ada seorangpun yang bisa bebas begitu saja setelah membuat putranya mengalami kerugian walaupun hanya tindakan kecil dari seorang wanita. Dan Sam akan memastikan Karla tidak merasakan hukuman atas tindakannya tersebut. “Tapi…bagaimana Kak Tania bisa mendapatkan gambarku, papi belum menjawabnya,” suara Abyan mengembalikan perhatian Sam pada keadaannya sekarang. “Kau pasti tahu kalau Zeny sudah bertemu dengan gadis itu dan hari ini dia datang, sayangnya bukan sebagai peserta melainkan hanya mengantar temannya. Dia sudah punya acara di kedutaan Rusia yang ada di Jakarta,” beritahu Sam. “Aku yakin dia bukan warga Rusia, tapi apa yang dia lakukan di sana?” “Hanya mengisi acara karena Emma adalah gadis yang pernah mengikuti lomba yang diadakan oleh kedutaan pada saat liburan akhir tahun ajaran dulu,” jawab Sam. “Jadi dia gadis yang memilihi keahlian yang tidak biasa,” kata Abyan kembali mencoba mengingat gambar yang sudah dibuat oleh Emma. “Kau mau gambar tersebut?” tanya Sam yang melihat Abyan seperti penasaran dengan gambar dirinya. “Boleh. Aku sangat kagum dengan karyanya dan salut karena dia tidak terbujuk untuk menduakan acara,” jawab Abyan tertawa.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD