Bab 9

1344 Words
Aji: Woy, lo pada di suruh ngerjain matematika halaman duapuluh empat kagak? Dean: Sorry, Ji. Gue anak IPA. Ilham: Sorry, Ji. Gue anak IPA. (2) Edgar: Sorry, Ji. Gue anak IPA. (3) Riki: Sorry, Ji. Gue anak IPA. (4) Anta: Sorry, Ji. Gue anak IPA. (5) Aji: b*****t, anjir! Gak guna lo semua jadi temen. Gue lagi kesusahan ngerjain MTK nih justru kalian anak IPA gue mau nanya. Riki: Bilang aja lo minta kita-kita kerjain PR lo! Ilham: Dih, ogah amat gue bantuin lo. PR gue aja dikerjain si Sapri. Segala bantuin lo. Edgar: Dih, ogah amat gue bantuin lo. PR gue aja dikerjain si Sapri. Segala bantuin lo. (2) Anta: Kagak berfaedah gue nolong lo mah. Aji: Ebuset dah-_- serius anjir gue minta tolong. Besok pelajaran si botak gue bisa dihukum kalo kagak ngerjain. Anta: Berani bertindak berani mengambil resiko. Makanya jangan mau enaknya doang pas udah tekdung lo baru keleyengan gimana nyelesaiinnya. Riki: Eh, Conge! Apaan dah? Ngawur amat chat lu anjir. Kagak ada sambungannya peleh dari chat si Aji. Anta: Suka-suka gue lah. Ini hape, hape siapa? Hape gue. Tangan, tangan siapa? Tangan gue lah. Jadi suka-suka gue mau ngetik apaan. Edgar: Terserah lo, Kuproy. Dean: Terserah lo, Kuproy. (2) Riki: Terserah lo, Kuproy. (3) Aji: Terserah lo, Kuproy. (4) Ilham: Terserah lo, Kuproy. (5) Anta: Najis. Nando Joined The Group. Nando: Yoman, NandoLovers! Besok gue udah bisa sekolah, Man. Gimana kabar kerajaan Matahari tanpa adanya Pangeran Nando wahai para b***k-budakku. Anta: Kick aja lagi ini orang b*****t. Limbah masyarakat paling kagak berguna. Ilham: ^Yang diatas gue suruh ngaca. Riki: Gue denger-denger si Amel rindu ama lo, Man. Gak ada yang isengin dia lagi katanya mah. Ilham: ^Yang diatas gue pendustaan publik. Aji: ^Yang diatas gue baru aja diselingkuhin. Anta: ^Yang diatas gue abis dikejar-kejar Anjing depan komplek. Dikirain daging sapi berjalan taunya buntelan lemak lagi gelinding. Edgar: ^Yang diatas gue denger kabar kalo aksi gencatannya terhadap gebetan ternyata mempengaruhi gaya gravitasi dalam menciptakan suatu massa pada beban hati. Liat doi jalan sama cowok lain, kretek hati sampe gak mau keluar dari kamar mandi. Anta: Edgar b@ngs@t.,,..!!?!! Kamoe bongkar kartu aku syalan.,,,.!!!?!! Dean: Danta abis. Riki: Lah si buluk kemana nih? Nongol doang abis join kagak lagi keliatan. Ilham: Sibuk prepare besok pan dia udah balik ke Jakarta. Anta: Saik bosque! Woy, sempak buluk! Pesenan gue jangan lupa bawain. Lo taro di koper kalo bisa kirim lewat JNE langsung. Edgar: Lo mesen apaan, Pet? Anta: Bule di Bali, Gar. Mumpung si buluk lagi disana gue nitip bule cakep satu. Edgar: Kasar. Riki: Kasar. (2) Dean: Kasar. (3) Ilham: Kasar. (4) Aji: Kasar. (5) Edgar menutup aplikasi chatting sambil cengar-cengir ia menggeleng pelan. Tak habis pikir mengapa ia bisa-bisanya memiliki teman super i***t begitu. Walau tak semuanya i***t sebab ada Dean yang masih berpikiran waras. Namun diam-diam Edgar pun bersyukur juga telah dipertemukan dengan mereka. Sahabat yang bisa membuat hari-hari terburuk Edgar sekalipun jadi indah. Seakan tidak pernah ada kenangan buruk yang hinggap dihidupnya asalkan bersama mereka Edgar melupakan segala masalahnya. Tok... Tok... Tok... Edgar meletakkan ponselnya diatas bantal. Ia tersenyum lebar menyambut kedatangan Rinjani didepan pintu kamar. "Tante ganggu kamu gak?" tanya Rinjani menyembulkan kepalanya. Edgar menggeleng. "Gak sama sekali, Tan." Rinjani tersenyum ia melangkah memasuki kamar Edgar kemudian menutup pintunya pelan ia memilih duduk berhadapan dengan Keponakan lelakinya tersebut. Kening Rinjani berkerut geli saat melihat tampang Edgar yang masih bertahan pada cengiran lebarnya. Tampak aneh dan penuh misteri. Rinjani bergidik. "Kamu apaan sih, Gar? Nyeremin banget deh!" Edgar terkekeh mengelus lengannya yang kena tabokkan pelan. "Tante ke sini pasti mau bahas masalah Papah kan?" "Kamu tau darimana?" "Tau dong. Aku kan udah bilang sama Tante kalo aku ini paranormal. Bisa tau apa aja isi hati cewek." "Ck, dasar playboy." "Gapapa, Tan. Biarkan yang mudalah yang berkarya. Selagi belum tua harus menikmati masa muda!" Rinjani tergelak menyentil kening Edgar pelan. "Sekolah dulu yang bener! Jangan pacaran melulu," lalu mimik wajahnya berubah serius. "Tante udah ditelfon sama Tama. Dia bilang mau nyelidikin kasus Kak Anthony lagi. Kamu setuju?" Edgar menaikkan sebelah alisnya heran. "Kok nanya aku? Aku oke aja. Tante gimana? Mau balik lagi jadi pengacara sementara waktu?" Rinjani mengedikkan bahu. "Yah, apa boleh buat. Tante juga gak percaya kalo Ayahmu yang melakukan semuanya," tatapan Rinjani berangsur-angsur berubah jadi kehampaan. "Tante yakin dia dijebak. Untung Tama juga sadar dengan keganjilan ini." Edgar menghela napas panjang. Ia mengelus punggung tangan Rinjani yang tegang. "Besok aku akan temui Papah." Sontak kepala Rinjani berputar kaget. "Apa?" "Bagaimana pun juga aku harus jengukin Papah. Aku gak mau jadi anak durhaka karena aku pun merasa kalo Papah gak salah." ••••• Pulang sekolah Lollypop dikagetkan oleh kedatangan Eggy didepan gerbang sekolah. Lelaki itu memeluk helmnya seraya masih duduk diatas jok motor ia melambai tersenyum hangat pada Lollypop. "Eggy!" seru Lollypop girang. Ia berlari cepat menghampiri Eggy. "Woaahh, sayaaangg!" Eggy berjengit dengan sigap ia memegang kedua setir motonya supaya tidak terjatuh. Lelaki itu tertawa mendapati reaksi Lollypop yang langsung memeluknya erat. Tangan Eggy terangkat mengelus rambut Lollypop lembut. "Miss me so bad, baby girl?" Lollypop mengangguk semangat. Rasanya ia sangat merindukan Eggy saat ini. Memeluk erat Eggy saja tidak cukup, pengin banget melukin Eggy seharian tanpa dilepas. Tapikan itu tak mungkin. "Uh," Lollypop mendorong bahu Eggy ke belakang. Wajah senangnya berubah jadi masam ketika ia menatap Eggy. "Kamu kemana aja? Kok gak ada kabar?" Eggy menarik belakang leher Lollypop lalu mengecupnya singkat. "Maaf, sayang. Aku ada acara keluarga yang bener-bener serius dan hapeku hilang." "Boong! Kata Leo kamu selalu telfonan." "Aku baru ganti hape. Sumpah." "Mana buktinya?" todong Lollypop keki. Eggy menghela napas ia merogoh saku celananya mengambil ponsel warna hitam yang baru ia beli seminggu kemarin karena ponsel lamanya dicuri oleh orang ketika ia sedang berada ditengah-tengah keramaiannya kota. "Ini," Eggy menunjukkan ponselnya ke depan wajah Lollypop. "Liatkan? Aku gak boong, sayang." Lollypop tersipu malu. Ternyata Eggy benar-benar tidak berbohong tapi tetap saja itu bukan alasan kuat kalau Lollypop harus memaafkannya. "Terus kenapa gak hubungi aku?" "Aku gak punya kontak kamu." "Jangan alesan, Eggy! Temen-temen kamu kenal aku. Bahkan di sekolah kamu ada sepupu aku!" Eggy mencubit kedua pipi Lollypop gemas. "Iya iya sayang maaf. Aku gak sempet minta maunya ketemuan langsung sama kamu." "Kamu jahat!" sungut Lollypop berkacak pinggang. "Bikin aku nungguin kamu seminggu lebih kayak orang bodoh." "Iya sayanggg iyaaa aku jahaaat," pasrah Eggy menangkup wajah Lollypop lalu menggoyangkannya ke kanan dan kiri. "Terus aku harus apa biar kamu mau maafin aku?" "Ih, Eggy gak peka!" Eggy melepaskan tangannya dari rahang Lollypop. Ia menggaruk-garuk atas kepalanya bingung. Kalau Lollypop tidak memberitahu keinginannya mana bisa Eggy mengabulkan permintaannya supaya bisa dimaafkan. Terkadang perempuan memang ribet. Tak bisa diperkirakan kapan ia bersikap manis dan menyebalkan. Kadang-kadang malah bisa mencampurkan kedua sifat itu sampai berhasil membuat para lelaki mati kutu. Lebih memilih diam seperti menjawab soal SBMPTN. Dijawab kalau salah, diomeli. Tidak dijawab akan terjadi perang dunia. Setelah memutar otak Eggy pun menjentikkan jarinya lega. Aha! Ia punya ide! "Sekarang gak kemana-mana kan?" Lollypop mengedikkan bahunya cuek. Mau lihat seberapa besar reaksi Eggy untuk membuatnya tak marah lagi. "Jalan, yuk? Suntuk semingguan ngurusin acara keluarga. Kamu mau?" "Ngg... Kemana?" Eggy menjawil hidung mancung Lollypop usil. "Rahasia dong Tuan Putri. Kalo dikasih tau kan jadi gak asik." Lollypop memanyunkan bibirnya bete. "Kalo gak jelas aku gak mau!" "Ya udah aku ajak cewek lain aja." Eggy menyalakan mesin motornya santai. Ia kembali mengenakan helm dan menaikkan standar pada motornya. Ia melirik Lollypop dari ekor. "Eggy! Ih, Eggy!" Lollypop menarik-narik ujung jaket Eggy panik. Eggy menurunkan satu kakinya ia menaikkan sebelah alis. "Apa? Katanya gak mau ikut." Lollypop menghentakkan kakinya kesal. "Iya, iya! Aku ikut! Kamu mah gak asik. Rayu aku kek biar gak marah malah mau ajak cewek lain jalan." Eggy tertawa sebelah tangannya memegangi tangan Lollypop yang berada dipundaknya supaya tidak terjatuh ketika naik motor besarnya. Setelah yakin Lollypop sudah duduk, ia menarik kedua tangan mungil itu agar melingkari perutnya. "Pegangan yang erat sayang aku mau ngebut." "He'em." sahut Lollypop merebahkan kepalanya di punggung tegap Eggy. "Aku gak bawa helm satu lagi. Ketinggalan dirumah sepupu. Kamu pokoknya jangan lepasin pegangan!" "Iya, Eggy sayaang!" Eggy menstater motornya, ia memasang lampu sen ke kanan untuk berbelok. Dibalik kaca helm Eggy tersenyum sinis, ia menolehkan kepalanya sekilas memandangi sesosok lelaki yang sejak tadi terus memperhatikannya dari jauh. Gotcha! Satu kosong. Kemenangan ada dipihak gue, Kak Edgar. "Eggy." "Iya, sayang?" "Aku kangen kamu. Bangeeet! Kalo pergi bilang-bilang ya jangan ngilang gitu aja. Aku jadi takut kamu kenapa-kenapa." Eggy menyeringai licik. "Iya, sayang. I love you." "Love you too, Eggy." Lalu motor Eggy melesat kencang meninggalkan area sekolahan. Meninggalkan sesosok lelaki dibelakangnya. Edgar, meremas tangannya kuat-kuat. Matanya menyalang amarah. Urat-urat dileher dan lengannya pun sampai bertonjolan. Ia menggeram emosi. "Ternyata lo serius dengan semua ini, Eggy Julias Wibisono."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD