Bab 8

2612 Words
Setelah acara kebut-kebutan gila-gilaan yang baru saja dialami Lollypop seumur hidupnya. Kini ia telah sampai disebuah bangunan usang, matanya terus menatap ke arah tumpukan kerdus di dekat motor-motor antik nan besar punya anggota kelompok motor antik yang diketuai oleh Edgar. Lelaki itu sudah turun menghampiri teman-temannya yang lain. Berbeda dengan Lollypop gadis itu melongok kaget. Tak tau harus bereaksi apa sebab ia benar-benar terkejut. Edgar menepuk bahu Lollypop pelan. "Makanya kenali dulu sebelum berpikiran yang aneh-aneh." Lollypop mengerjapkan matanya ia tersadar masih duduk diatas jok motor besar punya Jonathan. Perlahan sambil berpegangan pada kedua pundak Edgar Lollypop menuruni motor itu lalu ketika kedua kaki kecilnya sudah menapaki tanah ia berdecak kagum. "Jadi, ini bukan balapan motor liar?" Edgar menggeleng menarik tangan Lollypop supaya melangkah mendekati teman-temannya. Ia tersenyum melihat kilat kekaguman dikedua bola mata indah Lollypop. Rasanya baru kali ini kilatan itu muncul dimatanya. "Gimana? Jauh dari ekspektasi kan?" Lollypop mengangguk antusias. "Gue kira kebut-kebutan yang suka gue liat difilm-film! Taunya bukan astaga gue ketipu!" seru Lollypop menggebu-gebu. Ia masih tak percaya oleh cerita Edgar setelah ia bertanya mengapa banyak kerdus berisikan sembako serta pakaian layak pakai. "Kenapa lo gak bilang kalo maksud dari perkataan Jonathan itu bukan balapan liar? Kenapa gak lo bilang aja kalo misalkan kalian mau patroli malam, memberi sumbangan pada para pengemis jalanan." Edgar terkekeh mengacak rambut Lollypop yang sudah berantakan tambah kacau. Gemas dengan rona kemerahan di pipinya Lollypop, andai ia punya keberanian setitik saja. Ingin sekali mendaratkan kecupan sikat di pipi mulus gadis itu. "Gak seru dong kalo kata-katanya terlalu menggambarkan betapa baiknya seorang Edgar. Jelas bukan selama ini gue terkenal buruk? Yang ada gue dikira pencitraan doang." Semu di pipi Lollypop makin menjadi-jadi. Ia tak menyangka segini baiknya Edgar yang terkenal kasar dan buruk di sekolah. Rasanya mereka sudah salah menilai Edgar. Lelaki itu jauh sekali dari pembicaraan miring tentangnya. Benar apa kata Laras, Lollypop memang harus mengenali Edgar dulu supaya tau bagaimana sifat asli lelaki itu sebetulnya. Karena kadang omongan orang berbeda dari kenyataannya. Mungkin saja si penyebar gosip itu iri pada Edgar atau malah sama sekali tidak tau bagaimana sifatnya Edgar yang asli. Mungkin juga penyebarnya adalah korban dari kejahilan Edgar maka dari itu ia berkata bahwa Edgar buruk. "Bro, kenalin ini Lollypop." Edgar memperkenalkan Lollypop ke teman-temannya. Sekitar dua puluhan lelaki dari berbagai usia tersenyum ramah melambaikan tangannya ke udara menyapa Lollypop. Harus Edgar akui. Disaat seperti ini yang dipilih Boss besarnya dalam kegiatan patroli memberi sumbangan kebutuhan hidup bukanlah lelaki-lelaki hidung belang yang suka mengganggu wanita yang biasanya hadir dalam balapan tertentu. Seperti bulan lalu misalnya, Edgar membawa salah satu gebetannya ke markas. Dan langsung diolok-olokkan oleh teman-temannya sebab gadis itu terlihat murahan, masa pakai baju kurang bahan sih? Gimana tak mau digodain terus coba. Sebuah tangan merangkul pundak Edgar. "Beruntung, coy! Malem ini tim Genesus di tugasin ke pinggiran kota sama Boss. Jadi si Lollypop aman dari godaan para pelaknat Tuhan." Edgar menoleh mendapati Jonathan berdiri disampingnya dengan seorang gadis mungil berkacamata. Gadis itu terlihat polos dengan rambutnya yang dikepang ke samping. Pakaiannya tertutup malahan memakai piyama, dari raut wajah sebalnya Edgar memastikan bahwa Jonathan menarik paksa gadis itu dari rumahnya. Tawa pun meledak dari bibir Edgar. "Bro, lo bawa kabur anak siapa?" Jonathan melirik Moura sekilas. "Pembantu baru gue biasa," kemudian ia menoleh ke samping tubuh Edgar. Ia tersenyum mengabaikan pelototan Moura. "Hallo, cantik. Beneran ikut, ya?" Lollypop melebarkan senyumannya. Sederet gigi putih rapih ia pamerkan dengan wajahnya yang bersinar. "Hallo, Jo! Iya dong ikutan. Kan mau liat acara balapan kalian." Lollypop mengutip kata balapan pakai kedua tangannya. Jonathan tertawa renyah. "Yah, ketauan dong ya kalo ini bukan balapan yang lo maksud." Lollypop meninju lengan Jonathan pelan. Kedua hanyut dalam obrolan dan tertawa, sesekali Edgar mengernyit memandangi wajah Lollypop yang bersinar bahagia. Hatinya menghangat melihat senyuman gadis itu, sebelumnya tak pernah ia lihat Lollypop tertawa sedekat ini dengannya. Walau bukan karenanya paling tidak Lollypop tertawa disampingnya, tanpa sadar gadis itu suka menoleh ke Edgar dan menyandarkan kepalanya ke lengan kokoh Edgar. Manis. Itulah mengapa Edgar sangat menyukai Lollypop. Bukan karena manis saja tetapi semua dari perilaku gadis itu menunjukkan betapa tulusnya ia bersikap selama ini. Senyuman Lollypop dapat meneduhkan hatinya, sekali pun waktu itu ia dalam kondisi mengenaskan. Hal pertama yang bisa menenangkannya hanyalah Lollypop. "Loh, Lolly?" Suara berat itu membuat tubuh Lollypop tersentak ke belakang. Ia menegang saat melihat Azriky, sahabat Ibunya muncul dari dalam mobil membawa sebingkis minuman dingin disusul oleh beberapa ajudannya dibelakang. Pria berusia sama dengan orang tuanya itu melangkah mengerutkan keningnya dalam. "Om Azriky?" Lollypop tergagap bingung. "O-oo-om ngapain?" Azriky mengintruksikan tiga ajudannya supaya meletakkan sekerdus makanan di dekat tumpukan kerdus lainnya ia sendiri menyerahkan bingkisan minuman dingin itu kepada salah satu anggotanya. "Seharusnya Om yang tanya. Kamu ngapain ada disini? Malem-malem gini." "Aak-akku... Aanuu..." "Boss?" Jonathan menyela kegugupan Lollypop. Ia menatap Azriky heran. "Boss kenal Lollypop?" Azriky mengangguk tegas. "Anak sahabat gue, Jo," lalu ia nengedikkan dagunya ke arah Lollypop. "Gebetan lo?" Jonathan lantas menggeleng. "Temen satu sekolahnya Edgar." Gantian Edgar yang menyengir ditodong tatapan laser Azriky. "Kalem... Kalem... Temen doang, Boss. Jangan sentimen." "Gue nyuruh lo bawa temen buat bantuin patroli bukan bawa cewek," sengit Azriky sejurus kemudian ia mendengus tau ada gadis lain disisi Jonathan. "Lo berdua emang bengal. Disuruh bawa temen malah bawa cewek." Jonathan dan Edgar tergelak. Keduanya tertawa menanggapi kesinisan Azriky. Boss besarnya sekaligus seorang CEO dari perusahaan firma hukum terkenal di Indonesia. Azriky, jauh dari dunia aslinya sebagai pemimpin dari perusahaan hukum terbesar. Ia adalah pemimpin dari anak-anak motor, awal mula terbentuknya ketika ia bersama teman-teman hukumnya konvoi pada malam hari untuk mengetahui aktivitas kota Jakarta saat malam menjelang. Waktu itu ia menemukan kelompok motor antik sedang mangkal di warung pedagang kaki lima. Anak-anak itu meskipun kelihatan berandal namun ternyata berhati mulia, dengan mata kepalanya sendiri Azriky melihat mereka membagikan makanan ke para pemulung serta pengemis jalanan. Hati Azriky tentu saja terenyuh. Ia pun akhirnya memanggil ketua dari mereka yang ternyata seorang pewaris tunggal tahta keluarga Wibisono. Tak mengherankan jika tau latar belakangnya. Keluarga Wibisono terkenal akan kebajikan sosialnya membantu kaum lemah. Azriky mengajak Edgar bergabung dengan usulannya. Membuat suatu kelompok pecinta motor antik, mengajak anak-anak motor lainnya supaya mau ikut bergabung dalam patroli yabg diadakan sebulan dua kali itu. Awalnya mereka menolak keras tetapi Azriky berpikir cepat. Ia menjanjikan imbalan uang sebesar lima ratus ribu pada setiap anak yang ikutan, jika mereka berhasil menghabiskan sekerdus sembako itu ke setiap orang yang membutuhkan. Siapa yang tercepat ia akan menambahkan bonus. Setelah dua hari menunggu Edgar pun datang memberitahukan bahwa anggotanya menyetujui. Sejak dari itu, Azriky menamainya dengan balapan rezeki. Siapa cepat berbalapan menyampaikan sembako ia lah pemenangnya mendapatkan bonus juga pahala. Saat ini pun bukan hanya kelompok Edgar saja. Sudah banyak kelompok lain yang ikut serta membantunya. Meskipun harus mengeluarkan uang banyak Azriky tetap bersyukur, sebab kejahatan tentang usia remaja sedikit menurun bahkan sejak tahun lalu tidak ada pemberitaan buruk tentang hal itu lagi. Walau mungkin beberapa masih ada. Paling tidak sebagai pemimpin dari perusahaan besar bidang hukum, Azriky cukup puas dengan usahanya dalam meningkatkan etika dan kebaikan hati anak remaja. "Om... Kok... Boss?" tanya Lollypop linglung. Azriky tersenyum menepuk pipi Lollypop pelan. "Kamu udah bilang pasti gak bilang Papah sama Mamah kan kalo kesini?" Lollypop meringis mengingat bagaimana caranya kabur tadi dari rumah. Azriky tertawa mengerti dari raut wajah Lollypop tebakkannya pasti benar. Ia mengalihkan pandangan ke Edgar dan Jonathan. Menyipitkan mata tegas. "Gue izinin kali ini lo berdua bawa cewek. Besok-besok kalian harus denda. Oke?" Edgar dan Jonatha mengangkat tangan tanda hormat. "Siap, Boss!" seru mereka tersenyum lebar. Azriky menggelengkan kepala. "Ya udah cabut aja sekarang. Jagain dua cewek ini baik-baik. Sampe ada apa-apa lo berdua gue bunuh!" ancamnya skeptis lalu tersenyum kembali menatap Lollypop dan Moura. "Kalian hati-hati, ya," dan fokusnya terarah pada Lollypop. "Kalo mau tau kenapa Om ada disini silakan tanya Edgar," pria itu mengedipkan sebelah mata lucu. "Rahasia kamu aman kok dari Om. Papah sama Mamah gak akan tau tentang malem ini." ••••• Tenyata menemani Edgar untuk berpatroli memberikan sumbangan pada pengemis jalanan sangatlah menyenangkan! Jauh lebih menyenangkan dari yang ia sendiri bayangkan. Rasanya malam ini Lollypop seperti disirami cahaya Surga, membuat efek gemerlap di sekujur tubuhnya. Kepalanya pun seakan ada mahkota emas bercahaya putih terang dan melabelinya dengan nama malaikat. Sebelumnya Lollypop mana pernah seperti ini. Setiap kali Bian mengajaknya ke panti sosial atau mengikuti acara bakti sosial yang diselenggarakan setiap awal bulan di perusahaan besarnya Lollypop selalu saja menolak. Dengan alasan ia malas kalau harus berpanas-panasan. Namun berbeda kali ini rasanya sangat menyenangkan! Mungkin karena kondisinya pada saat malam hari atau karena disampingnya ada Edgar yang tampak sangat berbeda. Diam-diam Lollypop memperhatikan Edgar ketika tangannya sedang membagikan sembako. Sesekali Lollypop tersenyum ramah kala mereka mengucapkan terima kasih dan berdoa untuk Lollypop. Ia tak pernah menyangka bahwa Edgar akan terlihat begitu tulus dan mengagumkan ketika dirinya membagikan sembako. Edgar yang saat ini dilihatnya sangatlah sopan dan lembut. Penuh perhatian serta kesabaran. Senyuman Edgar tak pernah hilang dari wajahnya. Lollypop harus mengakui Edgar sangat teramat tampan jika saja lelaki itu terus berperilaku seperti sekarang. "Makasih ya, Neng. Ya Allah udah cantik baik banget lagi. Semoga Allah selalu melindungi, Neng, ya." Lollypop tersenyum hangat ia mengelus lengan Ibu-Ibu berusia se-orang tuanya. "Sama-sama, ya, Bu." Lalu ia mengangkat kerdus yang sudah kosong ke atas motor besar Jonathan. Tadi sembari melajukan motor kencang membelah gelapnya kota Jakarta Edgar menjelaskan secara menyeluruh awal pertemuannya dengan Azriky. Lollypop sempat kaget saat tau Azriky yang ia kenal kekonyolannya selama ini memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi. Mungkin itulah mengapa ia menjadi salah satu pemimpin perusahaan hukum tersukses di Indonesia. Selain berpikiran kritis hatinya pun teramat mulia. Lollypop juga bertanya pada Edgar apa lelaki itu mendapatkan imbalan juga atau tidak. Edgar dari balik helmnya menyahut, bahwa ia menolak dengan tegas uang tersebut. Sebab baginya kebahagiaan melihat senyum dari pengemis itu sudahlah cukup memberinya imbalan ketenangan hati. "Gue nolak. Ya, jauh dari kenyataan gue ini anak dari keluarga Wibisono. Gue cuma males aja berbuat kebaikan demi mendapatkan suatu uang. Menurut gue membagikn sedikit rezeki kita untuk orang yang gak mampu itu suatu kewajiban bukan keharusan. Selama ini gue cukup bahagia liat mereka tersenyum girang saat mendapatkan sembako. Hati gue kayak adem banget. Tenang dan damai." Dan Lollypop pun menyetujuinya karena saat ini ia merasakan hal yang sama. "Hoi! Bengong aje." Lollypop mengerjapkan matanya tau Edgar sudah selesai membagikan sembakonya. Lelaki itu tersenyum menyodorkan sebotol minuman dingin ke Lollypop. "Udah selesai?" tanya Lollypop menerima botol tersebut yang rupanya sudah dibukakan oleh Edgar. Edgar mengangguk mengelap bibirnya yang basah sehabis meneguk minum. "Kita ke tempat tadi lagi dulu. Baru pulang, atau lo mau pulang langsung?" Lollypop menelan air dikerongkongannya lebih dulu sebelum menjawab. "Mau ikut lo dulu. Masih jam setengah empat ini sih, Gar." "Serius?" kening Edgar berkerut tak yakin. "Entar sekolah dan lo belum tidur sama sekali. Nanti tuh mata bisa item kayak panda." Lollypop terkekeh menepuk lengan Edgar kuat. "Gak bakalan! Kalo pun iya gampang. Perawatan aja apa susahnya." Edgar menggelengkan kepalanya lalu membawa kerdus-kerdus itu untuk dibuang. Lumayan tiga kerdus yang dibawanya habis malam ini. Sembari menunggu Edgar, Lollypop melayangkan matanya ke jalanan. Pada malam hati kota Jakarta tidak begitu ramai namun masih banyak kegiatan lainnya yang aktif. Ia bersenandung kecil memperhatikan segala hal sampai tatapannya terjatuh pada mini market diujung jalan. Seorang lelaki memakai sweater hitam naik keatas motor besarnya. Lollypop sontak berseru. "Eggy! Eggy!" Edgar yang baru balik dari membuang sampah langsung menatapnya heran. "Ada apaan sih, Lols?" "Eggy, Gar! Eggy!" serunya semangat. Ia menepuk-nepuk kepala belakang Edgar keras. "Edgar, ayo kejar Eggy!" Edgar mengaduh kesakitan. Ia mengikuti arah pandang gadis itu dan melihat seorang lelaki mengendarai motornya pelan ke depan. Ia mendengus mau tak mau menuruti suruhan Lollypop atau ia bisa geger otak dipukulin kepalanya terus-terusan. Dengan berat hati ia pun menaiki motor dan menyuruh Lollypop berpegangan supaya tidak jatuh karena sepertinya ia akan mengebut mengingat jaraknya dengan Eggy sudah tertinggal jauh. Dalam keheningan malam. Edgar merutuki hatinya yang jengkel. Andai saja ia tak perlu menyembunyikan semuanya dari Lollypop sudah dipastikan ia akan menghadang motor Eggy secara mendadak lalu menghabisi Eggy sampai napasnya tak berhembus. Lollypop menepuk belakang kepala Edgar kencang hingga lelaki itu terantuk kaget. "Lo gila, HAH?!" bentak Edgar dari balik kaca helm. Nyaris terjatuh kalau saja ia tak segera sadar. Lollypop meringis ia menunjuk sebuah pertamina. "Belok sana! Eggy masuk ke pom bensin!" Edgar menghembuskan napas kesal. Ia membelokkan motornya mengikuti Eggy. Lelaki itu menghentikan motornya di dekat pom bensin khusus motor. "Gar, Edgar." "Apaan?!" ketus Edgar mematikan mesin motornya dekat pohon jambu depan toilet dan masjid. Lollypop mendengus menepuk kepala Edgar lagi. "Gue mau pipis! Jangan galak-galak kenapa sih?!" Edgar melepaskan helmnya kasar. "Jangan mukul terus bisa geger otak gue lama-lama!" lalu ia mengedikkan dagunya ke toilet. "Sana pipis jangan ngeluarin disini. Bau pesing." Lollypop memanyunkan bibirnya bete ia turun dari motor dengan susah payah lalu menabok belakang kepala Edgar sekali lagi sebelum lari. "Lolly!" "Liatin Eggy ya jangan sampe kabur!" Edgar mengerang jengah. Ia menurunkan kedua kakinya sebagai penyanggah supaya motornya tak terjatuh. Bersungut-sungut ia mengelus belakang kepalanya yang nyut-nyutan. Heran banget sama Lollypop, gadis itu manis tapi suka banget nabokin kepala Edgar. Sakunya bergetar membuat Edgar berjengit kaget. Ia mengambilnya dan mengernyit saat tau ada panggilan masuk. The Unknown Number's calling... "Hallo?" "Edgar Wibisono my brother." Tubuh Edgar menegang, ia mengalihkan perhatiannya ke tempat Eggy mengisi bensin namun lelaki itu sudah tak ada kemudian ia memutar matanya mencari keberadaan Eggy sesaat ia menangkap sebuah tangan berbalutkan sweater melambai jauh diantara rimbunan pohon depan pertamina. Lantas saja rahang Edgar mengeras kembali. "Apa mau lo, Eggy?" Terdengar suara kekehan dari sana. "Calm down, Man. Gak usah tarik urat. Santai dikit aja. Omong-omong lo abis bawa pergi PACAR gue kemana? Malem-malem gini gak mampir ke hotelkan?" Tangan Edgar mengepal kuat ingin rasanya melajukan motor ke tempat lelaki itu berada lalu menabrakkannya sampai menghancurkan tubuh lelaki itu. "Jangan. Pernah. Lo. Anggep. Lollypop. Murahan. b******k!" "Woah, Edgar my bro! Gue gak bilang apapun kalo PACAR gue itu murahan. Dapet kesimpulan dari mana lo bisa beranggapan kalo gue nganggep PACAR gue sendiri murahan?" Setiap mendengar Eggy menekankan dan mengeraskan kata pacar hati Edgar selalu merasa sakit. Lollypop seakan-akan memang sudah milik Eggy seluruhnya dan Edgar tak pantas untuk mengusik hubungan keduanya. "Ah, lo gak lupakan kalo Lollypop sekarang ini PACAR gue?" Edgar menutup matanya erat. b******k Eggy. Ia tau betul kelemahan Edgar saat ini. "Langsung aja apa mau lo." Eggy tertawa sinis. "Mau gue apa? Emang menurut lo gue ke pengin apa? Ah, maksud lo... Gue mau 'apa' dari Lollypop?" "b******k," desis Edgar semakin menutup matanya kuat-kuat. "Lo sentuh dia sejengkal. Gue bikin sekujur tubuh lo patah." "Wow sangat overprotektif mengingat lo bukan siapa-siapanya Lollypop. Man, buka mata lo! Lollypop itu pacar gue. Gue punya hak besar buat melakukan apapun yang gue mau. Dan lo gak berhak larang-larang gue." "Gue peringatin lo jangan berani-beraninya sentuh Lollypop. Dia gak ada sangkut pautnya dengan semua ini." "Jelas ada, Kakak Edgar yang terhormat. Dia itu kelemahan lo. Gue punya ambisi buat hancurin hidup lo, gue udah memikirkan banyak cara buat bikin lo bertekuk lutut di hadapan gue. Sekarang gue udah punya kartu ASnya. Tinggal tunggu kapan saatnya lo akan benar-benar hancur karena Lollypop selamanya gak akan bisa memandang lo seperti lo memandang dia." Edgar membuka matanya kembali. Tatapannya langsung menusuk Eggy. "Berhenti main-main, Eggy!" "Seharusnya lo yang berhenti menganggap semua ini mainan. Karena gue serius akan bikin lo hancur. Sekarang gue izinin lo nikmati waktu berdua sama PACAR gue. Silakan lo itung waktu itu karena gak akan lama lagi kehancuran semakin mendekati hidup lo." "b*****t! Gue gak pernah ngerti apa mau lo sampe terobsesi bikin gue hancur disaat lo tau hidup gue usah hancur sejak lima tahun lalu." "Gue gak peduli, Edgar. Bagi gue lo belum benar-benar hancur kalo belum ngerasain bagaimana rasanya orang yang lo cintai terluka dan hancur. Lo tau? Kelemahan terbesar cowok bukanlah ketika ditendang selangkangannya tetapi ketika ia tau ia gagal melindungi orang tercintanya. Lo akan tau gimana rasanya depresi sampe ke pengin bunuh diri. Gue akan menunggu waktu itu datang membunuh lo secara perlahan." Belum sempat Edgar membalas lagi. Eggy sudah memutuskan sambungannya secara sepihak lalu melajukan motornya kencang meninggalkan Edgar yang diselimuti amarah. Eggy... Lelaki itu. Edgar tak tau menahu apa alasan Eggy membencinya bahkan selalu ingin melihat Edgar hancur. Tetapi satu hal yang mungkin dapat Edgar mengerti. Keluarga Eggy sama hancurnya dengan keluarga Edgar. Bedanya Edgarlah penyebab hancurnya keluarga Eggy.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD